[64:11]
Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin
Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan
memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa
tidak satu kejadianpun yang terjadi dialam raya ini kecuali Allah
Subhana Wa Ta'ala menentukannya, dan kalau manusia mau beriman bahwa
hanya Allah Subhana Wa Ta'ala sajalah yang menentukan apapun yang
terjadi pada dirinya niscaya Dia akan membimbing hati manusia menjadi
selamat terhindar dari berbagai kegelisahan dan kesedihan.
QS. Al-Hadid (57) ayat 22-23
maa ashaaba min mushiibatin fii al-ardhi walaa fii anfusikum illaa fii kitaabin min qabli an nabra-ahaa inna dzaalika 'alaa allaahi yasiirun
|
[57:22]
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah
bagi Allah.
|
|
likaylaa ta/saw 'alaa maa faatakum walaa tafrahuu bimaa aataakum waallaahu laa yuhibbu kulla mukhtaalin fakhuurin
|
[57:23]
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu
gembira1460 terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,
|
|
Catatan kaki
1460: yang dimaksud dengan terlalu gembira yang melampau batas yang
menyebabkan kesombongan, ketakaburan dan lupa kepada Allah Subhana Wa
Ta'ala.
Ayat ini
pun menjelaskan bahwa tidak ada satu musibahpun yang terjadi pada diri
seseorang maupun yang terjadi di alam raya ini kecuali atas izin Allah
Subhana Wa Ta'ala dan bagi-Nya adalah mudah untuk mengatur semua
peristiwa yang terjadi di alam raya ini. Oleh karena itu tidak bisa
manusia memahami segala apa yang terjadi di alam raya ini dengan
kesimpulan bahwa hal tersebut terjadi semata-mata karena fenomena alam
atau hukum alam, karena keyakinan seperti itu menafikan peran Allah
Subhana Wa Ta'ala.
Dan apapun yang terjadi dalam hidup kita tidak boleh
disikapi dengan berlebihan, tidak boleh terlalu bersedih hingga
berlaru-larut dalam kesedihan atau juga tidak boleh terlalu bergembira
sampai lupa daratan, karena semuanya sudah ditentukan oleh Allah Subhana
Wa Ta'ala bagi hamba-hamba-Nya.
Ahlus sunnah wal jamaah memahami Kehendak Allah Subhana Wa Ta'ala (Iradah) terbagi terbagi atas:
1. إرادة الشرعية = Iradah Syar'iyyah
2. إرادة الكونية = Iradah Kauniyyah
Penjelasan إرادة الشرعية = Iradah Syar'iyyah
-Bisa terjadi bisa pula tidak
-Hanya meliputi hal yang baik dan bermanfaat saja
-Konsekuensinya
adalah mahabbah (kecintaan) Allah Subhana Wa Ta'ala, karena Allah
Subhana Wa Ta'ala tidak menginginkan dengannya kecuali sesuatu yang
dicintai-Nya, seperti ta'at dan pahala.
Penjelasan إرادة الكونية = Iradah Kauniyyah
-Pasti terjadi
-Meliputi hal yang baik atau jelek, yang bermanfaat dan yang berbahaya bahkan meliputi segala sesuatu.
-Tidak
mengharuskan mahabbah (kecintaan) Allah Subhana Wa Ta'ala, terkadang
Allah Subhana Wa Ta'ala menghendaki sesuatu yang tidak Dia cintai,
tetapi dari hal tersebut akan lahir sesuatu yang dicintai-Nya, seperti
penciptaan Iblis, segala yang jahat dan lainnya sebagai ujian dan
cobaan, agar manusia menjaga diri dan melindungi dirinya dari maksiat
dan dosa, agar tidak terjerumus dalam siksa neraka.
|
Pembahasan tentang Iradah
Syar'iyyah dan Iradah Kauniyyah menjelaskan bahwa perkara-perkara yang
terjadi dalam kehidupan manusia yang ditetapkan oleh Allah Subhana Wa
Ta'ala adalah sebagai ujian bagi manusia, apakah manusia berhasil
menghadapi ujian tersebut atau tidak, sehingga apabila ia berhasil
mengadapi ujian tersebut, maka ia akan mendapatkan ganjaran pahala
disisi Allah Subhana Wa Ta'ala, dan ketika gagal menghadapi ujian Allah
Subhana Wa Ta'ala maka ia akan mendapatkan ganjaran siksa dari Allah
Subhana Wa Ta'ala.
Karena manusia telah
Allah Subhana Wa Ta'ala muliakan dengan dilengkapi padanya fungsi akal,
untuk dapat berfikir dan memilih, tidak seperti makhluk lain, seperti
hewan, tumbuhan, matahari, bulan dan sebagainya yang tidak delengkapi
dengan fungsi akal bagi mereka tidak ada pilihan untuk ta'at atau ingkar
kepada Allah Subhana Wa Ta'ala. Maka tidak ada bagi mereka perhitungan
amal karena itu pada mereka juga tidak dibebankan tugas menjalankan
syariah Allah Subhana Wa Ta'ala, karena mereka diciptakan bukan untuk
berfikir dan memilih tetapi mereka diciptakan hanya untuk tunduk dengan
ketentuan-ketentuan Allah Subhana Wa Ta'ala di dalam kehidupannya.
Berbeda
dengan manusia yang telah disempurnakan dengan fungsi akalnya, karena
itulah manusia mendapatkan tugas menjalankan syariah Allah Subhana Wa
Ta'ala dalam kehidupannya, sehingga apabila mereka sukses menjalankan
hidupnya berdasarkan syariah Allah Subhana Wa Ta'ala maka manusia dapat
penghargaan kemuliaaan dari Allah Subhana Wa Ta'ala yang tidak diberikan
kepada makhluknya yang lain, yaitu segala macam kenikmatan dalam
surgaNya Allah Subhana Wa Ta'ala, akan tetapi ketika manusia tidak
mengarahkan hidupnya dengan benar sebagaimana yang telah Allah Subhana
Wa Ta'ala tetapkan atas mereka, maka akhirnya mereka akan mendapatkan
konsekuensi hukum dari Allah Subhana Wa Ta'ala yang juga tidak diberikan
kepada makhluk-Nya yang lain berupa siksa-Nya. Kemudian
berkenaan dengan Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai pemegang segala macam
urusan makhluk-Nya maka tidak ada yang dapat menjangkau ketetapan Allah
Subhana Wa Ta'ala yang ditetapkan bagi hamba-hamba-Nya, kecuali hanya
Allah Subhana Wa Ta'ala yang mengetahuinya, Rasulullah Shalallahu
'Alaihi Wasallam pun tidak bisa menjangkau perkara-perkara yang ghaib
kecuali apa-apa yang diwahyukan Allah Subhana Wa Ta'ala kepada beliau. Tetapi
ada ada sebagian manusia yang bekerjasama dengan para dukun dan
paranormal untuk mencari-cari tentang masalah yang ghaib, termasuk
didalamnya merekapun bekerjasama dengan jin.
QS. Al-Jin(72) ayat 9-10:
|
|
wa-annaa kunnaa naq'udu minhaa maqaa'ida lilssam'i faman yastami'i al-aana yajid lahu syihaaban rashadaan
|
[72:9]
dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit
itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang1525
barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan
menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya).
|
|
wa-annaa laa nadrii asyarrun uriida biman fii al-ardhi am araada bihim rabbuhum rasyadaan
|
[72:10]
Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu)
apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Rabb
mereka menghendaki kebaikan bagi mereka.
Catatan
kaki 1525: yang dimaksud dengan sekarang, ialah waktu sesudah Nabi
Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam diutus menjadi Rasul.
Ayat
ini menceritakan bahwa Rahasia langit telah dijaga dengan baik oleh
Allah Subhana Wa Ta'ala sehingga tidak ada yang dapat mengetahui tentang
kabar-kabar rahasia masa depan yang akan terjadi, termasuk juga oleh
bangsa jin sekalipun dimana mereka tidak memiliki kemampuan untuk
mengetahui rahasia peristiwa akan datang dimana semua kebaikan dan
keburukan yang akan terjadi hanya Allah Subhana Wa Ta'ala sajalah yang
mengetahuinya.
Artinya
bangsa jin juga tidak memiliki kemampuan mendatangkan kebaikan dan
menolak keburukan dari Allah Subhana Wa Ta'ala. Maka manusia-manusia
yang bekerjasama dengan jin untuk meraih kebaikan atau menghindarkan
dirinya dari sebuah keburukan pada dasarnya dia telah tertipu dengan
keyakinannya, karena jin sendiri tidak mempunyai kemampuan melainkan apa
yang telah Allah Subhana Wa Ta'ala tentukan pada dirinya dan jin juga
tidak punya kemampuan mengetahui rahasia masa depan tentang apa yang
akan terjadi dalam kehidupan ini, diantara buktinya adalah :
QS. Saba (34) ayat 14:
|
|
falammaa qadhaynaa 'alayhi almawta maa dallahum 'alaa mawtihi illaa daabbatu al-ardhi ta/kulu minsa-atahu falammaa kharra tabayyanati aljinnu an law kaanuu ya'lamuuna alghayba maa labitsuu fii al'adzaabi almuhiini
|
[34:14]
Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang
menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan
tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa
kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak akan
tetap dalam siksa yang menghinakan.
Dimasa
Nabi Sulaiman 'Alaihi Salam, bangsa jin berada dibawah kekuasaannya,
diperintahkan untuk bekerja dan melaksanakan tugas yang diperintahkan
oleh Nabi Sulaiman 'Alaihi Salam, dan ketika Nabi Sulaiman 'Alaihi
Salam diwafatkan oleh Allah Subhana Wa Ta'ala mereka bangsa jin tidak
mengetahui kalau Nabi Sulaiman 'Alaihi Salam telah lama wafat, lantaran
Nabi Sulaimana wafat dalam keadaan tegak berdiri bersandar dengan
tongkatnya, sampai akhirnya Nabi Sulaiman 'Alaihi Salam jatuh tersungkur
lantaran tongkatnya telah dimakan oleh rayap, hal itu jelas menunjukkan
ketidak-tahuan jin akan perkara yang terjadi dihadapannya;
QS. Al- An'aam (6) ayat 59:
|
|
wa'indahu mafaatihu alghaybi laa ya'lamuhaa illaa huwa waya'lamu maa fii albarri waalbahri wamaa tasquthu min waraqatin illaa ya'lamuhaa walaa habbatin fii zhulumaati al-ardhi walaa rathbin walaa yaabisin illaa fii kitaabin mubiinin
|
[6:59]
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di
daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan
Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam
kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)"
QS. Al-Jin(72) ayat 20-21:
|
|
qul innamaa ad'uu rabbii walaa usyriku bihi ahadaan
|
[72:20]
Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya menyembah Rabb-ku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya".
|
|
|
|
qul innii laa amliku lakum dharran walaa rasyadaan
|
[72:21]
Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu
kemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfa'atan".
Sebagaimana
dalam ayat tersebutpun dijelaskan bahwa Rassulullah Shalallahu 'Alaihi
Wasallam juga tidak mampu mendatangkan kebaikan atau keburukan kepada
manusia melainkan apa-apa yang telah Allah Subhana Wa Ta'ala tentukan
dan wahyukan kepadanya.
Maka
kita harus meyakini bahwa Allah Subhana Wa Ta'ala yang menentukan
kebaikan dan keburukan yang terjadi di alam ini, disamping ikhtiar yang
harus tetap dilakukan oleh makhlukh-Nya.
QS. Ali Imran (3) ayat 54:
|
|
wamakaruu wamakara allaahu waallaahu khayru almaakiriina
|
[3:54]
Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.
Sehebat
apapun seseorang mempunyai rencana jahat pada diri kita, maka hal itu
tidak akan dapat berjalan rencananya tersebut tanpa izin Allah Subhana
Wa Ta'ala, maka hal itu tidak mungkin akan terjadi karena semata-mata
ikhtiar yang dilakukan oleh manusia.
QS. Al-jumuah (62) ayat 8:
|
|
qul inna almawta alladzii tafirruuna minhu fa-innahu mulaaqiikum tsumma turadduuna ilaa 'aalimi alghaybi waalsysyahaadati fayunabbi-ukum bimaa kuntum ta'maluuna
|
[62:8]
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka
sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan
dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata,
lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan".
Walaupun
manusia berusaha sekuat tenaga untuk menghindari kematian, maka tetap
tidak ada yang dapat menghindar dari kematian ketika ajalnya telah
sampai kepadanya.
QS. Ali Imran (3) ayat 26:
|
|
quli allaahumma maalika almulki tu/tii almulka man tasyaau watanzi'u almulka mimman tasyaau watu'izzu man tasyaau watudzillu man tasyaau biyadika alkhayru innaka 'alaa kulli syay-in qadiirun
|
[3:26]
Katakanlah: "Wahai Allah Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan
kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan
dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau
kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan
Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu.
Allah Subhana Wa Ta'ala adalah penentu segala
sesuatu atas kehidupan ini, dan ditangan-Nya lah semua kebaikan dari apa
yang telah ditetapkan kepada makhluk-Nya. Maka apapun yang terjadi
dalam kehidupan manusia yang Allah Subhana Wa Ta'ala tentukan untuk
makhluk-Nya pasti mengandung kebaikan di dalamnya dan kebaikan yang
Allah Subhana Wa Ta'ala tentukan bagi manusia tidak selalu kebaikan
sebagaimana dalam persepsi manusia, karena Dia Yang Maha Tahu ketentuan
seperti apa yang lebih baik bagi hamba-Nya.
|
|
| QS. Al-Baqarah (2) ayat 216: |
|
|
kutiba 'alaykumu alqitaalu wahuwa kurhun lakum wa'asaa an takrahuu syay-an wahuwa khayrun lakum wa'asaa an tuhibbuu syay-an wahuwa syarrun lakum waallaahu ya'lamu wa-antum laa ta'lamuuna
|
[2:216]
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu
yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
|
|
|
Ayat ini menjelaskan
bahwa kebaikan itu harus menurut pandangan atau penilaian dari Allah
Subhana Wa Ta'ala bukan menurut sudut pandang manusia, sebab hanya Allah
Subhana Wa Ta'ala lah Yang Maha Tahu, dan manusia tidak mengetahui
apa-apa. Karena seringkali manusia mengukur kebaikan menurut persepsinya
sendiri, sehingga dia tidak bisa menerima suatu keadaan yang Allah
Subhana Wa Ta'ala tentukan kepadanya ketika keadaan itu tidak seperti
yang dikehendakinya.
QS. Fajr (89) ayat 15-16:
|
|
fa-ammaa al-insaanu idzaa maa ibtalaahu rabbuhu fa-akramahu wana''amahu fayaquulu rabbii akramani
|
[89:15]
Adapun manusia apabila Rabb-nya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan
diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Rabb-ku telah
memuliakanku"
|
|
wa-ammaa idzaa maa ibtalaahu faqadara 'alayhi rizqahu fayaquulu rabbii ahaanani
|
[89:16]
Adapun bila Rabb-nya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: "Rabb-ku menghinakanku"1576.
Catatan
kaki 1576: Allah menyalahkan orang-orang yang mengatakan bahwa kekayaan
itu adalah suatu kemuliaan dan kemiskinan adalah suatu kehinaan seperti
yang tersebut pada ayat 15 dan 16 tetapi sebenarnya KEKAYAAN DAN
KEMISKINAN adalah ujian Rabb bagi hamba-hambaNya.
QS. At-Taubah (9) ayat 40:
|
|
illaa tanshuruuhu faqad nasharahu allaahu idz akhrajahu alladziina kafaruu tsaaniya itsnayni idz humaa fii alghaari idz yaquulu lishaahibihi laa tahzan inna allaaha ma'anaa fa-anzala allaahu sakiinatahu 'alayhi wa-ayyadahu bijunuudin lam tarawhaa waja'ala kalimata alladziina kafaruu alssuflaa wakalimatu allaahi hiya al'ulyaa waallaahu 'aziizun hakiimun
|
[9:40]
Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah
menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah)
mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang
ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya:
"Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka
Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan
tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Qura'n menjadikan
orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang
tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana643.
Catatan
kaki 643: maksudnya orang-orang kafir telah sepakat hendak membunuh
Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam, maka Allah Subhana Wa Ta'ala
memberitahukan maksud jahat orang-orang kafir itu kepada Nabi Shalallahu
'Alaihi Wasallam. Karena itu maka beliau keluar dengan ditemani oleh
Abu Bakar dari Mekah dalam perjalanannya ke Madinah, beliau bersembunyi
di suatu gua di bukit Tsur.
|
Ayat
ini merupakan bukti bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam
meyakini bahwa hanya Allah Subhana Wa Ta'ala sajalah pada akhirnya yang
menentukan apakah seseorang akan mendapat keburukan pada dirinya.
Dimana
ayat ini bercerita tentang kisah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
Wasallam dan Abu Bakar Ash-Shiddiq Radiyallahu 'Anhu yang bersembunyi di
dalam gua Tsur dalam perjalanan hijrahnya menuju Yatsrib (Madinah) yang
dikejar oleh orang-orang kafir, dan keberadaan orang-orang kafir telah
sangat dekat kepada mereka berdua, sehingga hal itu meng-kuatirkan Abu
Bakar Ash-Shiddiq Radiyallahu 'Anhu akan keselamatan diri Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi Wasallam.
Namun
karena keyakinan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam yang kuat bahwa
Allah Subhana Wa Ta'ala yang menentukan segala sesuatu yang akan
terjadi pada diri hamba-hamba-Nya, maka hal tersebut membuat Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi Wasallam tetap tenang menghadapi kondisi yang genting
sekalipun, dan hal seperti inilah yang harus tertanam kuat dalam diri
seseorang disamping ikhtiar terbaik yang telah dilakukannya.Sehingga
sikap seperti itulah yang membuat seseorang dapat mampu bertahan lebih
baik dalam menghadapi ujian-ujian hidup.
Penjelasan Point 2. "Siapa saja yang membuat fatwa tentang urusan agama yang bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah". => الأ رباب = Al-Arbaab.
|
|
|
Karena sikap kita yang benar adalah tidak boleh
mengikuti orang alim secara membabi buta tanpa adanya daya kritis dalam
menerima nilai-nilai yang datang dari padanya. Karena yang harus kita
ikuti adalah nilai yang disampaikan, yaitu ketika nilai tersebut adalah
benar dan bukan mengikuti figur pribadinya semata.
Oleh
karena itu mengembangkan sikap terbuka, mau banyak bertanya, berdiskusi
dan banyak membaca akan sangat membantu seseorang untuk membuka wawasan
yang ada pada dirinya, dan terhindar dari sikap taqlid, yaitu mengekor
membabi buta tanpa adanya daya kritis dalam menerima sebuah nilai.
Diantara
rukun penolakan yang wajib diamalkan adalah menolak siapa saja yang
berfatwa tentang perkara agama apabila fatwanya tersebut bertentangan
dengan Al-Quran dan As-Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam.
Karena jika tetap mengikuti fatwa-fatwa yang salah seperti itu, maka hal
tersebut dapat menyebabkan nilai syahadat kita menjadi rusak.
QS. At-Taubah (9) ayat 31;
|
|
ittakhadzuu ahbaarahum waruhbaanahum arbaaban min duuni allaahi waalmasiiha ibna maryama wamaa umiruu illaa liya'buduu ilaahan waahidan laa ilaaha illaa huwa subhaanahu 'ammaa yusyrikuuna
|
[9:31]
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb selain Allah639
dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka
hanya disuruh menyembah Ilah yang Esa, tidak ada Ilah (yang berhak
disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Catatan
kaki 639: Maksudnya; mereka mematuhi ajaran-ajaran orang alim dan
rahib-rahib mereka dengan membabi buta, biarpun orang-orang alim dan
rahib-rahib itu menyuruh membuat maksiat atau mengharamkan yang halal.
Ayat
tersebut menjelaskan tentang perbuatan kaum yahudi dan nasrani yang
mempertuhankan orang alimnya, yaitu mereka membenarkan semua perkataan
orang alimnya meskipun fatwanya bertentangan dengan kitab mereka
sendiri.
Sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At Tirmidzi, dan Ibnu Jarir yang
meriwatkan dari beberapa jalur dari Adi bin Hatim Radiyallahu 'Anhu,
ketika Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam membacakan ayat tersebut
kepadanya;
Ia
berkata kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam: "Mereka tidak
beribadah kepadanya" Maka Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda: " Ya, Para rahib itu mengharamkan yang halal dan menghalalkan
yang haram, lalu mereka mengikutinya, itulah bentuk ber-ibadah
kepadanya".
Sikap
membenarkan semua perkataan orang alim tanpa melihat terlebih dahulu
kepada nilai yang ada didalamnya apakah bersesuaian dengan Al-Qur'an dan
Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam atau tidak adalah sikap
yang tidak benar menurut pandangan Allah Subhana Wa Ta'ala, karena yang
di-ikuti dari seorang berilmu adalah ilmunya itu sendiri, apakah ilmu
yang disampaikannya memiliki nilai kebenaran atau tidak menurut panduan
Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam.
Yang
dimaksud dengan mempertuhankan orang alim bukan berarti kita rukuk dan
sujud kepada mereka, tetapi kita mengikuti semua perkataan mereka walau
hal itu bertentangan dengan Al-Qu'ran dan Sunnah Rasulullah Shalallahu
'Alaihi Wasallam. Oleh karena itu jika ada sebuah nilai yang
bertentangan dengan nilai-nilai Islam, maka kita dilarang mengikutinya,
begitupun sebaliknya apabila fatwa tersebut bersesuaian dengan petunjuk
Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam maka
wajiblah bagi kita semua untuk mengikutinya.
QS. Al-Isra' (17) ayat 36:
|
|
walaa taqfu maa laysa laka bihi 'ilmun inna alssam'a waalbashara waalfu-aada kullu ulaa-ika kaana 'anhu mas-uulaan
|
[17:36]
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu
akan diminta pertanggungan jawabnya.
|
|
Ayat
ini menjelaskan bahwa kita harus terikat dengan ilmu (larangan
mengikuti sesuatu tanpa ilmu) karena Allah Subhana Wa Ta'ala akan
meminta pertanggung jawaban atas semua amal yang telah kita lakukan,
apakah amal-amal yang dikerjakan itu berdasarkan ilmu yang benar atau
tidak.
Ciri orang alim yang benar dalam
pandangan Allah Subhana Wa Ta'ala adalah orang yang menghantarkan
manusia kepada ilmu sehingga mereka bisa menjadi orang yang berilmu.
Akhirnya manusia bisa mandiri dengan ilmu yang didapatkannya tanpa harus
selalu bersandar kepada pribadi orang alimnya.
Ciri-orang alim yang benar adalah :
1.Orang yang menghantar manusia untuk terikat kepada ilmu atau nilai-nilai kebenaran, bukan kepada figurnya.
2.
Menghantar manusia untuk menjadi generasi rabbani, yaitu generasi yang
senantiasa belajar dan mengajarkan ilmu Allah Subhana Wa Ta'ala, serta
tunduk dan patuhnya adalah hanya kepada Allah Subhana Wa Ta'ala, bukan
tunduk kepada orang alimnya membabi buta.
QS. Ali Imran (3) ayat 79:
|
|
maa kaana libasyarin an yu/tiyahu allaahu alkitaaba waalhukma waalnnubuwwata tsumma yaquula lilnnaasi kuunuu 'ibaadan lii min duuni allaahi walaakin kuunuu rabbaaniyyiina bimaa kuntum tu'allimuuna alkitaaba wabimaa kuntum tadrusuuna
|
[3:79]
Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al
Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah
kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi
(dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani208, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.
Catatan kaki 208: Orang yang sempurna ilmu dan taqwanya kepada Allah Subhana Wa Ta'ala.
Kisah
ketika Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam wafat kemudian Umar bin
Khattab Radiallahu 'Anhu merasa tidak rela dengan pernyataan manusia
yang mengatakan bahwa Rasulullah Salallahu 'Alaihi Wasallam sudah
meninggal karena kecintaan beliau yang begitu besar kepada Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi Wasallam, tetapi kemudian ia diingatkan oleh Abu
Bakar Ash-Shiddiq Radiallahu 'Anhu yang membacakan QS, Ali Imran (3)
ayat 144, bahwa Rasul-rasul sebelum nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi
Wasallam pun juga meninggal dunia, maka keadaan tersebut haruslah bisa
diterima oleh semua manusia, namun meskipun Nabi Muhammad Shalallahu
'Alaihi Wasallam telah meninggal, tetapi ajarannya masih tetap akan
selalu ada di tengah-tengah kehidupan manusia. Itu artinya keterikatan
kita kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam adalah bukan
semata-mata terhadap jasad beliau tetapi kepda nilai yang telah beliau
sampaikan, yang nilai tersebut akan senantiasa hidup ditengah kaum
muslimin.
QS. Ali Imran(3) ayat 144 :
|
|
wamaa muhammadun illaa rasuulun qad khalat min qablihi alrrusulu afa-in maata aw qutila inqalabtum 'alaa a'qaabikum waman yanqalib 'alaa 'aqibayhi falan yadhurra allaaha syay-an wasayajzii allaahu alsysyaakiriina
|
[3:144]
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul234.
Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?
Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan
mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur.
Catatan
kaki 234, Maksudnya : Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam ialah
seorang manusia yang diangkat Allah menjadi rasul. Rasul-rasul
sebelumnya telah wafat, ada yang wafat karena terbunuh ada pula yang
karena sakit biasa, karena itu Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam
juga akan wafat seperti halnya Rasul-rasul yang terdahulu itu.
Di waktu berkcamuknya perang Uhud, tersiarlah berita bahwa Nabi Muhammad
Shalallahu 'Alaihi Wasallam mati terbunuh. Berita ini mengacaukan kaum
muslimin sehingga ada yang bermaksud meminta perlindungan kepada Abu
Sufyan (pemimpin kaum Quraisy).
Sementara
itu orang-orang munafik mengatakan bahwa kalau Nabi Muhammad itu
seorang Nabi tentulah Dia tidak akan mati terbunuh. Maka Allah
menurunkan ayat ini untuk menentramkan hati kaum muslimin dan membantah
kata-kata orang-orang munafik itu (Shahih Bukhari Bab Jihad).
Abu
Bakar Radiallahu 'Anhu mengemukakan ayat ini di mana terjadi pula
kegelisahan di kalangan para sahabat di hari wafatnya Nabi Muhammad
Shalallahu 'Alaihi Wasallam untuk menenteramkan Umar Ibnul Khaththab
Radiallahu 'Anhu dan sahabat-sahabat yang tidak percaya tentang
kewafatan Nabi itu (Shahih Bukhari, Bab Ketakwaan Sahabat).
Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi Wasallam itu hanyalah seorang manusia yang pasti
akan mengalami kematian, tetapi ajarannya mesti tetap kita ikuti
meskipun jasad Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam sudah tidak
bersama kaum muslimin lagi.
Mengapa kita tidak boleh terikat
membabi buta kepada figur pribadi manusia, tetapi harus terikat dengan
nilai kebenaran yang ada?, hal itu terjadi karena manusia itu tidak ada
yang bersifat ma'shum (terpelihara dari kesalahan) kecuali Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi Wasallam, tatkala Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
Wasallam melakukan sebuah kesalahan maka Beliau langsung mendapatkan
pengarahan dari Allah Subhana Wa Ta'ala untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahannya, sehingga beliau selalu terbimbing oleh wahyu,
berbeda dengan manusia lainnya yang tidak mendapatkan wahyu, maka suatu
saat seorang manusia bisa melakukan kesalahan dan bersikap tidak baik,
Maka
ketika kita bersandar kepada figur pribadinya semata tanpa melihat
nilai yang ada didalamnya, maka hal tersebut dapat menyebabkan suatu
saat timbulnya kekecewaan, lantaran adanya tidak kesempurnaan pada sisi
manusianya, tetapi tidak demikian manakala kita bersandar terhadap
sebuah nilai kebenaran, karena nilai kebenaran tidaklah berubah tetapi
manusianya itulah yang dapat berubah.
Contoh
hal tersebut adalah sebagaimana yang biasa terjadi pada ulama-ulama
besar, sekalipun terjadi perubahan-perubahan pada dirinya seiring
dengan berkembangnya ilmu dan pemahaman yang ada pada dirinya,
Sebagaimana Imam Syafi'i yang menyusun tulisan tentang Qaulul Jadid (
perkataan yang baru) dan Qaulul Qadim (perkataan yang lama), dimana
qoulul jadid berisi evaluasi terhadap tulisan dan pemikirannya yang
tedahulu.
QS. An-Najm (53)ayat 3-4:
|
|
wamaa yanthiqu 'ani alhawaa
|
[53:3]
dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quraan) menurut kemauan hawa nafsunya.
|
|
in huwa illaa wahyun yuuhaa
|
[53:4]
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
Berbeda
dengan Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam yang selalu berkata
dan berbuat berdasarkan wahyu (dibimbing oleh Allah Subhana Wa Ta'ala),
sehingga apabila suatu saat melakukan kesalahan maka wahyu akan
disampaikan untuk memperbaiki kesalahan yang dibuat.
Fungsi dan
peran orang alim adalah sebagai penghantar ilmu yang benar kepada
manusia, dan Islam mengajarkan umatnya menjadi umat yang kritis dalam
mensikapi ilmu yang datang kepadanya agar mereka senantiasa melandaskan
amalnya tegak di atas ilmu yang benar.
Ketika
kita mengkultuskan seseorang dalam bersandar terhadap sebuah nilai,
maka suatu saat kita akan mengalami frustasi dan rasa kecewa pada
dirinya ketika yang difigurkannya melakukan kesalahan, karena pada
dasarnya tidak ada manusia yang sempurna, suatu saat akan sangat mungkin
melakukan kesalahan dan kekeliruan, oleh karena itu pribadi seseorang
tidak dapat dijadikan sandaran yang kuat didalam membangun sebuah nilai
kebenaran, Ali bin Abi Thalib Radiallahu 'Anhu berkata: "Kenalilah kebenaran, maka engkau akan mengenal pelakunya"
|
|
Kita
akan mampu bersikap dengan baik ketika kita bersandar pada ilmu,
sebagaimana para sahabat yang mampu tegak menyebarkan dan menegakkan
syariat Allah Subhana Wa Ta'ala dimuka bumi ini walau Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi Wasallam sudah tidak bersama mereka lagi.
Cara Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam mendidik para sahabat:
QS. Yusuf(12) ayat 108:
|
|
qul haadzihi sabiilii ad'uu ilaa allaahi 'alaa bashiiratin anaa wamani ittaba'anii wasubhaana allaahi wamaa anaa mina almusyrikiina
|
[12:108]
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha
Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".
Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi Wasallam diperintahkan untuk menunjukkan jalan
kepada manusia yaitu jalan yang mengajak mereka hanya tunduk dan patuh
kepada Allah Subhana Wa Ta'ala, dimana jalan itu berada di atas hujjah yang nyata (berada diatas dalil atau keterangan yang kuat yang tidak terbantahkan) dimana
jalan itu harus ditempuh dengan ilmu. Maka begitu pulalah seharusnya
yang dijalankan oleh kaum muslimin didalam memahami dan mengamalkan
Islam, yaitu harus diatas hujjah yang nyata, bukan berdasarkan perasaan
atau dugaannya semata.
DR. Muhammad Hasan Al Hamsiy menjelaskan dalam Kitab Tafsir wa Bayan Mufrodatil Qur'an tentang mankna على بصيرة(diatas hujjah yang nyata) dalam ayat tersebut dengan pengertian:
1.على معرفة(diatas sebuah pengenalan) 2. على يقين.(diatas sebuah keyakina) 3. على تحقين (diatas sebuah hakikat)
Cara
kita menuntut ilmu adalah dengan mengkaji ilmu yang didapat dan melihat
nilai kebenaran yang ada didalamnya serta memperhatikan dalil-dalil dan
argumentasi yang menyertainya. Sehingga kita tidak selalu
dibingungkkan oleh para pelaku yang mengamalkan sebuah perbuatan yang
berbeda beda bentuk pengamalannya yang sering amalan itu disandarkan
kepada orang alimnya semata. Cukup kita menilai dengan melihat
nilai-nilai yang disampaikannya kemudian menguji dalil dan argumentasi
yang ada di dalamnya, dengan mau banyak bertanya, berdiskusi, membaca
buku, dan selalu bersifat terbuka dalam menerima perbaikan-perbaikan.
Sikap
orang alim yang benar pasti akan menjelaskan atau menerangkan tentang
sebuah persoalan dengan didasarkan kepada ilmu yang jelas dan dapat
dipertanggung jawabkan keilmuannya, tanpa ada yang ditutup-tutupi atau
dimanipulasi, dan keterangan-keterangan merka siap untuk diuji
kebenarannya.
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Aku
tinggalkan kepada kalian dua perkara yang apabila kalian berpegang
kepada keduanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya yaitu
Kitabullah(Al-Qur'an) dan Sunnah Rasul-Nya".
(Hadist Shahih Lighairihhi, H.R. Malik; Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm)
Dalam
hadist Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam tersebut kita diberikan
panduan atau parameter untuk menghindarkan diri kita dari kesesatan,
yaitu mau berpegang kepada Kitabullah yaitu Al-Qur'an
dan Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallama, dimana pemahaman
atas Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam juga
sebagaimana yang dipahami oleh para sahabat, bukan berdasarkan pemahaman
masing-masing individu, dimana Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda bahwa hadist yang diriwayatkan dari Abi Nujaih 'Irbadl bin
Sariyyah raddliyallaahu 'anhu;
"Orang-orang
yang hidup sepeninggal kalian akan melihat pertentangan yang banyak.
Maka hendaklah kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para
khulafaur-rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku. Gigit (pegang erat)
sunnah tersebut dengan gigi geraham. Tinggalkanlah hal-hal yang baru,
karena setiap bid'ah adalah sesat" (Diriwayatkan
oleh Abu Daud N0. 4607; At-Tarmidzi No. 2676; Ahmad 4/126-127;
Ad-Darimi 1/44; Ibnu Majah No. 43-44; Ibnu Abi 'Ashim dalam As-Sunnahh
no. 27; Ath-Thahawi dalam Asy-Syarh Muskilil-Atsar 2/69; Al-Baghawi
no.102; Al-Ajjuri dalam Asy-Syari'ah hal.46; Al-Baihaqi 6/541;
Al-Lalika'i dalam Ushulul-I'tiqad no.81; Al-Marwadzi dalam As-Sunnah no.
69-72; Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 5/220-10/115; dan Al-Hakim 1/95-97.
Hadist tersebut berkualitas shahih)
Sehingga para
ulamapun tida terlepas untuk selalu menisbahkan kepada para sahabat
tentang pemahaman terhadap dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Quran dan
Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam, karena para sahabatlah
yang paling memahami maksud dan penerapan Kitabullah dan sunnah RasulNya
di dalam kehidupan, sehingga kita memiliki rujukan yang kuat didalam
membangun pemahaman dan amal didalam Islam. Sehingga apapun yang kita
hadapi dalam hidup ini selalu kita berupaya merujuk kepada dua hal
tersebut agar kita tidak menjadi salah langkah didalam berkata dan
berbuat.
Tetapi
realita pada hari ini yang terjadi dalam masyarakat adalah, mereka
memiliki ukuran kebenaran dengan mengikuti HUKUM MAYORITAS atau PENDAPAT
KEBANYAKAN yang dilakukan oleh masyarakat, yang sebenarnya hukum
mayoritas tidak dapat dijadikan ukuran mutlak untuk menilai sebuah
kebenaran.
QS. Al-An'aam(6) ayat 116;
|
|
wa-in tuthi' aktsara man fii al-ardhi yudhilluuka 'an sabiili allaahi in yattabi'uuna illaa alzhzhanna wa-in hum illaa yakhrushuuna
|
[6:116]
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain
hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah
berdusta (terhadap Allah)500.
Catatan
kaki 500: Maksudnya seperti menghalalkan memakan apa-apa yang telah
diharamkan Allah dan mengharamkan apa-apa yang telah dihalalkan Allah,
menyatakan bahwa Allah mempunyai anak.
Dalam
ayat tersebut menjelaskan bahwa kebanyakan manusia atau HUKUM MAYORITAS
tidaklah dapat dijadikan sebagai sandaran untuk menentukan sebuah nilai
kebenaran, karena realita yang ada adalah bahwa kebanyakan manusia
adalah kalangan awam, sementara orang-orang berilmu selalu berjumlah
minoritas sepanjang masa. Maka mengikuti pendapat kebanyakan manusia
dalam berbuat dan bersikap sama artinya dengan menyandarkan diri kepada
kalangan awam dari ummat ini.
Contoh
persoalan yang terjadi ditengah masyarakat adalah bagaimana sudut
pandang mayoritas kaum muslimin memandang tentang kasus terorisme.
Dimana penilaian tentang terorisme yang berkembang sekarang ini adalah
berdasarkan persepsi yang dimiliki oleh orang kafir yang disebarluaskan
dengan menggunakan kekuatan media massa yang mereka miliki, sehingga
kesimpulan mayaoritas kaum muslimin yang terbentuk juga mengikuti opini
yang dibuat oleh orang kafir, yaitu setiap orang Islam yang melakukan
jihad membela agamanya dengan menggunakan senjata adalah teroris, tetapi
ketika aksi bersenjatata itu dilakukan oleh orang kafir mereka sebut
sebagi pejuang bukan sebagai teroris, walau motivasi yang mereka lakukan
adalah memperjuang tegaknya kebatilan.
Ada
pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah Rojaal bin Unfuwah yaitu
seseorang yang diutus oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam untuk
berda'wah kepada penduduk Yamamah dimana ada Musailamah Al Kadzab (Si
Nabi Palsu) tinggal disana. Dimana Rojaal bin Unfuwah
diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam untuk
mengingatkan masyarakat akan kesesatan Musailamah Al Kadzab, dan meminta
agar Musailamah Al Kadzab bertaubat dari perbuatannya, tetapi yang
terjadi justru Rojall bin Unfuwah membenarkan kenabian Musailamah Al
Kadzab tadi. Akhirnya terjadilah kegemparan di tengah masyrakat karena
utusan yang dipercaya oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam malah
berkhianat padanya. Peristiwa itu adalah merupakan contoh tentah Figur
seseorang yang sewaktu-waktu dapat berubah melakukan kesalahan pada
dirinya.
Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi Wasallam pun dilarang oleh Allah Subhana Wa Ta'ala
untuk membuat fatwa dalam urusan agama sekehendak hatinya, terlebih
lagli manusia yang lain, tentu lebih tidak pantas untuk membuat urusan
tentang perkara agama ini semaunya.
QS. An-Nahl (16) ayat 116;
|
|
walaa taquuluu limaa tashifu alsinatukumu alkadziba haadzaa halaalun wahaadzaa haraamun litaftaruu 'alaa allaahi alkadziba inna alladziina yaftaruuna 'alaa allaahi alkadziba laa yuflihuuna
|
[16:116]
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh
lidahmu secara dusta "ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.
|
Seringkali
motivasi yang mendasari manusia sehingga mereka membuat-buat sendiri
aturan agama serta hukum dan aturan bagi masyarakat dalam hidupnya
adalah karena kepentingan dunia, popularitas, jabatan, sehingga mereka
merubah-ubah HUKUM ALLAH SUBHANA WA TA'ALA, yang telah ditetapkan, maka
semua apa yang telah mereka buat tidak mendapatkan nilai sedikitpun
dihadapan Allah Subhana Wa Ta'ala kecuali hanya kesenangan dunia yang
tidak seberapa.
Menjadi
fitnah yang amat besar ditengah kehidupan manusia ketika yang
membuat-buat hukum itu adalah dari kalangan orang alimnya, sehingga
banyak sekali kalangan awamnya menjadi terpedaya, hal seperti inilah
yang harus disikapi dengan cermat oleh kam muslimin sehingga mereka
tidak mudah terpedaya dan menimbulkan perpecahan dikalangan kaum
muslimin lantaran pengkultusan mereka kepada orang alimnya secara
berlebihan.
Al-Baqarah (2) ayat 79:
|
|
fawaylun lilladziina yaktubuuna alkitaaba bi-aydiihim tsumma yaquuluuna haadzaa min 'indi allaahi liyasytaruu bihi tsamanan qaliilan fawaylun lahum mimmaa katabat aydiihim wawaylun lahum mimmaa yaksibuuna
|
[2:79]
Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab
dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari Allah",
(dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan
perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa
yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah
bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.
Bahkan
kita akan dituduh melakukan perbuatan syirik oleh Allah Subhana Wa
Ta'ala ketika kita melakukan sebuah amal atau menta'ati sesuatu yang
tidak berlandaskan pada syariah Allah Subhana Wa Ta'ala, tetapi
menyandarkannya semata-mata karena perkataan, logika, ratio, dan hawa
nafsu manusia, yaitu yang disebut dengan syirkut tho'ah (syirik dalam
perkara keta'atan), karena ada yang lebih dita'ati selain Allah Subhana
Wa Ta'ala.
QS. Asy-Syura (42) ayat 21:
|
|
am
lahum syurakaau syara'uu lahum mina alddiini maa lam ya/dzan bihi
allaahu walawlaa kalimatu alfashli laqudhiya baynahum wa-inna
alzhzhaalimiina lahum 'adzaabun aliimun
|
[42:21]
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang
mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya
tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah
dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh
azab yang amat pedih.
Dalam perkara ibadah sikap yang benar dalam menjalankan sebuah amal adalah menunggu sampai ada dalil yang memerintahkannya. Karena
hukum asal segala macam bentuk peribadahan adalah haram sampai adanya
dalil yang memerintahkan kita untuk mengerjakan sebuah amal ibadah itu
sendiri.
|
|
"Hukum asal dari ibadah adalah batal, hingga tegak dalil(argument) yang memerintahkannya"
(Imam
As Suyuthi, dalam Al-Asyba' wan Nadhoir 44 dan Ibny Qoyyim Al-Jauziyah
dalam I'lamul Muwaqi'ien Juz 1 hal 344, Dar Al Fikr, Beirut)
QS. Al Hasyr (59) ayat 7:
|
|
maa afaa-a allaahu 'alaa rasuulihi min ahli alquraa falillaahi walilrrasuuli walidzii alqurbaa waalyataamaa waalmasaakiini waibni alssabiili kay laa yakuuna duulatan bayna al-aghniyaa-i minkum wamaa aataakumu alrrasuulu fakhudzuuhu wamaa nahaakum 'anhu faintahuu waittaquu allaaha inna allaaha syadiidu al'iqaabi
|
[59:7]
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah
untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan
beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah amat keras hukumannya.
Contoh
perkara amal ibadah dalam ayat ini adalah tentang perkara fa'i, yaitu
harta rampasan perang yang diperoleh tanpa terjadinya pertempuran
lantaran musuh telah lari terlebih dahulu meninggalkan segala macam
perbendaharaannya. Maka apa saja harta rampasan perang yang diperoleh
itu ada mekanisme pembagian-nya berdasarkan syariat, dan dalam ayat ini
juga disebutkan juga prinsip tentang ibadah, yakni apa yang Rasul perintahkan kerjakan dan apa yang dilarang tinggalkan. Jadi
ketika tidak ada perintah dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam
tentang sebuah bentuk pelaksanaan amal maka tidak boleh dikerjakan
bentuk amal tersebut.
Penjelasan Point 3: "Apa saja atau siapa saja yang dapat memalingkan kecintaan kita kepada Allah Subhana Wa Ta'ala" => الأنداد = Al-Andaad
Didalam
diri orang orang yang sudah bersyahadat tidak boleh lagi ada sesuatu
yang dapat memalingkan kecintaannya dari Allah Subhana Wa Ta'ala, bahwa
kecintaan terbesar manusia hanyalah kepada Allah Subhana Wa Ta'ala
semata. Ketika dalam hidup seseorang yang telah bersyahadat masih ada
yang lebih ia cintai selain Alllah Subhana Wa Ta'ala sehingga
memalingkan kecintaan-nya dari Allah Subhana Wa Ta'ala maka hal itu akan
dapat merusak nilai kalimat syahadat yang telah diucapkannya.
Tetapi
realitanya banyak orang yang telah bersyahadat ternyata didalam
kehidupannya mereka lebih mencintai yang lain selain dari Allah Subhana
Wa Ta'ala, buktinya adalah dimana manusia lebih mengutamakan atau
memprioritaskan yang lain selain perintah Allah Subhana Wa Ta'ala,
padahal belum tentu yang kita cintai selain Allah Subhana Wa Ta'ala itu
bisa membalas cinta yang manusia berikan dengan baik, maka suatu ketika
manusia pasti akan mengalami kekecewaan dan penyesalan pada dirinya
ketika yang dicintainya itu tidak mampu membalas cinta yang telah
diberikannya.
Berbeda ketika manusia memberikan cintanya yang terbesar
hanya kepada Allah Subhana Wa Ta'ala, maka Dia tidak akan pernah
mengecewakan hamba-Nya lantaran Allah Subhana Wa Ta'ala pasti membalas
cinta hamba-Nya jauh lebih besar dari apa yang telah diberikan seorang
hamba kepada Allah Subhana Wa Ta'ala.
QS. Al-Baqarah(2) ayat 165-167;
|
|
wamina alnnaasi man yattakhidzu min duuni allaahi andaadan yuhibbuunahum kahubbi allaahi waalladziina aamanuu asyaddu hubban lillaahi walaw yaraa alladziina zhalamuu idz yarawna al'adzaaba anna alquwwata lillaahi jamii'an wa-anna allaaha syadiidu al'adzaabi
|
[2:165]
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan
selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.
Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan
jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu106
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa
kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat
siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
Catatan kaki 106: Yang dimaksud dengan orang yang zalim di sini ialah orang-orang yang menyembah Allah Subhana Wa Ta'ala.
Diantara manusia ada yang menjadikan
tandingan dalam masalah kecintaan kepada Allah Subhana Wa Ta'ala. Ketika
manusia mencintai sesuatu sama seperti mencintai Allah Subhana Wa
Ta'ala itu sama artinya mereka sedang menjadikan selain Allah Subhana Wa
Ta'ala itu sebagai tandingan, apalagi ketika manusia mencintai sesuatu
lebih besar daripada kecintaannya kepadaNya, maka hal itu lebih sesat
lagi nilainya dihadapan Allah Subhana Wa Ta'ala.
Ketika di dunianya manusia lebih cinta
kepada selain Allah Subhana Wa Ta'ala maka diakhirat kelak Dia akan
menyuruh manusia yang tidak cinta kepada diriNya untuk meminta
pertolongan kepada yang lebih dicintainya itu untuk menyelamatkan mereka
dari siksa Allah Subhana Wa Ta'ala dan Dia hanya akan menolong dan
membela orang-orang yang pada waktu didunia kecintaannya kepada Allah
Subhana Wa Ta'ala sangat besar.
Pada hari akhirat orang-orang yang saling
mencintai begitu kuatnya ketika mereka berada didunia, pada hari itu
akan saling berlelpas diri, tidak lagi bisa saling tolong menolong, bela
membela satu sama lain, karena masing-masing sibuk sibuk menyelamatkan
dirinya dari siksa dan adzab Allah Subhana Wa Ta'ala, maka di akhirat
kelak akan terputuslah segalam macam sebab apapun yang pernah terjadi
ketika manusia membangun kecintaannya selama didunia. Tidak lagi ada
yang bisa memberikan pembelaan kepada mereka, sementara yang mampu
membela manusia pada hari itu hanyalah Allah Subhana Wa Ta'ala. Akhirnya
manusia , menyesali akibat dari perbuatan-perbuatannya itu selama di
dunia, karena telah salah membangun kecintaan dalam diriNya.
Dalam hidup seorang muslim tidak boleh ada
yang kita cintai melebihi cinta kita kepada Allah Subhana Wa Ta'ala.
Yang lain boleh dicintai oleh manusia dengan motivasi dalam rangka untuk
dapat lebih mendekatkan diri dan menambah kecintaan manusia kepada
Allah Subhana Wa Ta'ala, bukan justru mencintainya dalam rangka untuk
semakin menjauhkan diri dari Allah Subhana Wa Ta'ala.
Maka manusia harus berhati-hati dalam
membangun sikapnya terhadap perkara kecintaan ini. Dimana manusia harus
mampu menempatkan kecintaanya dengan benar terhadap Allah Subhana Wa
Ta'ala, dan manusia harus berhati-hati terhadap perkara-perkara yang
bisa membuat manusia tergelincir di dalam memberikan kecintaan kepadaNya
atau menyebabkan manusia bisa berpaling kecintaannya dari Allah Subhana
Wa Ta'ala.
QS. At-Taubah (9) ayat 24:
|
|
qul in kaana aabaaukum wa-abnaaukum wa-ikhwaanukum wa-azwaajukum wa'asyiiratukum wa-amwaalun iqtaraftumuuhaa watijaaratun takhsyawna kasaadahaa wamasaakinu tardhawnahaa ahabba ilaykum mina allaahi warasuulihi wajihaadin fii sabiilihi fatarabbashuu hattaa ya/tiya allaahu bi-amrihi waallaahu laa yahdii alqawma alfaasiqiina
|
[9:24]
Katakanlah: "jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu
sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNYA dan dari
berjihad di jalanNYA, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
Di dalam ayat ini Allah Subhana Wa Ta'ala
menyebutkan secara detil perkara-perkara yang bisa membuat manusia
tergelincir dalam memberikan kecintaan kepada Allah Subhana Wa Ta'ala .
Bahwa ada 8 perkar yang biasa menjadi sebab manusia salah dalam bersikap
membangun kecintaannya;
-Orang tua
-Anak
-Saudara
-Pasangan
-Keluarga
-Harta Kekayaan
-Pekerjaan
-Rumah/Tempat tinggal
Dimana hal-hal tersebut tidak boleh mengalahkan manusia dalam 3 perkara lain yang harusnya lebih kita cintai ;
-Allah Subhana Wa Ta'ala
-Rasul-Nya
-Jihad
Jika kita lebih mencintai perkara-perkara
keduniaan daripada kecintaan kita kepada Allah, Rasul dan Jihad fi
sabilillah maka kita akan termasuk kedalam golongan orang-orang yang
fasik, yaitu orang-orang yang telah tusak nilai kecintaannya kepada
Allah Subhana Wa Ta'ala.
Kita harus berusaha agar perkara keduniaan
tadi tidak membuat kita makin jauh dari Allah Subhana Wa Ta'ala.
Padahal Dia lah yang telah memberikan berbagai macam pemberian dan
nikmat pada manusia agar manusia bisa menjadi makin dekat dan taat
kepadaNya. Tetapi realitanya banyak manusia menjadikan berbagai macam
pemberian dari Allah Subhana Wa Ta'ala tadi justru sebagai penghalang
dari menjalankan ketaatan kepadaNya. Oleh karena itu agar manusia tidak
selalu terhalang dalam menjalankan ketaatannya kepada Allah Subhana Wa
Ta'ala maka harus mengkondisikan perkara-perkara keduniaannya agar
mereka bisa menjadi pendukung dalam menjalankan ketaatan kepada Allah
Subhana Wa Ta'ala, Rasul dan perjuangan menegakkan Islam.
Perkara-perkara keduniaan yang telah Allah
Subhana Wa Ta'ala berikan kepada manusia sebenarnya adalah anugrah
dari-Nya supaya manusia menjadi semakin taat kepadaNya, RasulNya, dan
aktif dalam perjuangan Islam, namun apabila manusia tidak bisa
mengkondisikan keduniaannya tersebut maka semua anugrah yang telah Allah
Subhana Wa Ta'ala berikan itu dapat berubah menjadi adzab sehingga
menjadikan kita kufur terhadap nikmat-nikmat yang Allah Subhana Wa
Ta'ala telah berikan kepada kita.
QS. Ibrahim (14) ayat 28-30:
|
|
alam tara ilaa alladziina baddaluu ni'mata allaahi kufran wa-ahalluu qawmahum daara albawaari
|
[14:28]
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar ni'mat Allah789 dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?,
|
Catatan Kaki 789: Yang dimaksud dengan nikmat Allah disini ialah perintah-perintah dan ajaran-ajaran Allah Subhana Wa Ta'ala.
|
|
jahannama yashlawnahaa wabi/sa alqaraaru
|
[14:29]
yaitu neraka jahannam; mereka masuk kedalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.
|
|
waja'aluu lillaahi andaadan liyudhilluu 'an sabiilihi qul tamatta'uu fa-inna mashiirakum ilaa alnnaari
|
[14:30]
Orang-orang kafir itu telah menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah supaya
mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah:
"Bersenang-senanglah kamu, karena sesungguhnya tempat kembalimu ialah
neraka".
Perbuatan yang termasuk dalam kategori
menukar nikmat Allah dengan keingkaran adalah ketika mereka menjadikan
"selain" Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai tandingan yang lebih mereka
cintai, taati, takuti dari pada Allah Subhana Wa Ta'ala , maka hal
seperti ini dipandang kafir dalam ktabullah. Itu artinya manusia sedang
menggiring dirinya menuju neraka jahannam, sebagai tempat tinggal yang
paling buruk, maka Allah Subhana Wa Ta'ala akan membiarkan mereka dalam
kesesatan di dunia dan akan menjadikan tempat kembali mereka kelak
adalah neraka jahannam.
Diantara bentuk sikap lebih cinta dunia
daripada akhirat adalah ketika manusia lebih memprioritaskan
urusan-urusan dunianya dibandingkan urusan akhiratnya, sehingga urusan
agama Allah Subhana Wa Ta'ala selalu menjadi perkara yang dikorbankan
demi mempertahankan urusan duniawinya.
Maka ketika kecintaan manusia lebih besar
kepada selain Allah Subhana Wa Ta'ala perbuatan tersebut termasuk dalam
kategori perbuatan kafir yang bisa membatalkan iman seseorang meskipun
seseorang masih melakukan beberapa ketaatan dalam kehidupannya, karena
hal tersebut termasuk dalam bentuk syirkul mahabbah(syirik kecintaan)
yang bernilai kekufuran sehingga akan menghapus amal-amal yang
dikerjakannya lantaran perbuatan syirik yang dilakukannya.
QS. Ibrahim (14) ayat 2-3:
|
|
allaahi alladzii lahu maa fii alssamaawaati wamaa fii al-ardhi wawaylun lilkaafiriina min 'adzaabin syadiidin
|
[14:2]
Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. Dan
kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih,
|
|
alladziina yastahibbuuna alhayaata alddunyaa 'alaa al-aakhirati wayashudduuna 'an sabiili allaahi wayabghuunahaa 'iwajan ulaa-ika fii dhalaalin ba'iidin
|
[14:3]
(yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari pada
kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan
menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam
kesesatan yang jauh.
|
|
Diantara ciri orang munafiq adalah mereka
hanya mau memberikan ketaaaatan itu apabila ketaatan itu tidak
mengganggu kepentingan dunia mereka atau hanya mau bila ketaatan itu
mendatangkan kebaikan bagi kepentingan dunianya saja. Sedangkan bila
dalam menjalankan ketaatan itu ia mendapatkan kesusahan dan kesulitan
dalam urusan dunianya maka ia tidak mau melaksanakan ketaatan itu.
Padahal seharusnya manusia wajib menunjukkan ketaatan yang benar kepada
Allah Subhana Wa Ta'ala, yaitu ketaatan dengan tidak memilih-milih dari
perintah yang telah ditetapkan oleh Allah Subhana Wa Ta'ala kepada
manusia. Tidak seperti orang munafiq yang melakukan amal-amal dalam
kehidupannya hanya apabila mendatangkan keuntungan dunianya saja bukan
dalam rangka mencari pahala disisi Allah Subhana Wa Ta'ala.
Hal
itu terjadi karena orang munafiq sangat cinta terhadap dunia, sehingga
mereka punya sifat merasa memiliki terhadap perbendaharaan dunia yang
ada pada mereka, padahal semua yang ada di langit dan di bumi pada
hakikatnya adalah milik Allah Subhana Wa Ta'ala.
Maka manusia
tidak boleh punya sikap merasa memiliki didalam dirinya, tetapi sikap
yang benar adalah merasa diamanahi, bahwa segala macam apa yang ada pada
diri manusia pada hakikatnya adalah amanah (titipan) dari Alllah
Subhana Wa Ta'ala , dan manusia berkewajiban untuk menjaga semua amanah
itu tetap dalam kondisi yang baik, sampai semua amanah tersebut diambil
kembali oleh Sang Pemilik, sehingga mereka bisa mempertanggung jawabkan
semua amanah yang telah dititikan Allah Subhana Wa Ta'ala kepadanya.
QS. An-Nur(24) ayat 47-50:
|
|
wayaquuluuna aamannaa biallaahi wabialrrasuuli wa-atha'naa tsumma yatawallaa fariiqun minhum min ba'di dzaalika wamaa ulaa-ika bialmu/miniina
|
[24:47]
Dan mereka berkata: "Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan
kami mentaati (keduanya)." Kemudian sebagian dari mereka berpaling
sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.
|
|
|
wa-idzaa du'uu ilaa allaahi warasuulihi liyahkuma baynahum idzaa fariiqun minhum mu'ridhuuna
|
[24:48]
Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah1045 dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang.
Catatan Kaki 1043: Maksudnya dipanggil untuk bertahkim (berhukum) kepada kitabullah.
|
|
|
wa-in yakun lahumu alhaqqu ya/tuu ilayhi mudz'iniina
|
[24:49]
Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rasul dengan patuh.
|
|
|
afii quluubihim maradhun ami irtaabuu am yakhaafuuna an yahiifa allaahu 'alayhim warasuuluhu bal ulaa-ika humu alzhzhaalimuuna
|
[24:50]
Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada
penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut
kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya,
mereka itulah orang-orang yang zalim.
Didalam
ayat tersebut diterangkan bahwa orang-orang munafiq menyatakan didalam
hidupnya bahwa mereka beriman pada Allah Subhana Wa Ta'ala dan RasulNya
tetapi setelah menyatakan pernyataannya tersebut kemudian mereka
berpaling dari pernyataan keimanannya.
Akhirnya
keimanan mereka tertolak
oleh Allah Subhana Wa Ta'ala. karena setelah pernyataan keimanannya itu
kemudian mereka diajak untuk berhukum dengan hukum Allah Subhana Wa
Ta'ala namun mereka menolak untuk datang dan melaksanakannya. Tetapi
jika perintah itu bisa mendatangkan kebaikan bagi kepentingan dunianya
barulah mereka mau datang dan menjalankan ketaatan.
Kecintaan kepada Allah Subhana Wa Ta'ala yang
benar adalah tetap dalam ketaatan kepada Nya meskipun harus mengorbankan
kepentingan dunia kita. Hal ini untuk membuktikan pembenaran cinta kita
kepada Allah Subhana Wa Ta'ala, mesipun kita harus kehilangan berbagai
macam kepentingan dunia kita. Itulah kecintaan yang hakiki, yang
menuntut banyak pengorbanan dari yang mencintai kepada yang dicintainya,
dan manusia harus membuktikan bahwa kecintaanya kepada Allah Subhana Wa
Ta'ala berada diatas segala-galanya.
Cinta yang benar adalah kecintaan yang mampu
menghantarkan diri kita makin dekat dan taat kepada Allah Subhana Wa
Ta'ala, sebagaimana Nabi Ibrahim 'Alaihi Salam yang berhasil membuktikan
kecintaannya kepada Allah Subhana Wa Ta'ala sehingga mampu melaksanakan
apapun ketaatan yang diperintahkan oleh Nya kepada dirinya demi meraih
ridha Allah Subhana Wa Ta'ala semata, sebagaimana juga yang dilakukan
oleh para sahabat Rasululullah Salallahu 'Alaihi Wasalam, mereka
mengorbankan hidupnya untuk membuktikan ketaatan mereka kepada
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Salam dan besarnya cinta mereka kepada
Allah Subhana Wa Ta'ala demi meraih ridhaNya.
QS. Al-Baqarah (2) ayat 207:
|
|
wamina alnnaasi man yasyrii nafsahu ibtighaa-a mardaati allaahi waallaahu rauufun bial'ibaadi
|
[2:207]
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena
mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada
hamba-hamba-Nya.
Ayat
ini menceritakan kisah para sahabat Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa
Salam yang melakukan perjalanan hijrah. Dimana ayat itu menggambarkan
betapa besarnya cinta mereka terhadap Allah Subhana Wa Ta'ala dan
Rasulnya, sehingga apapun perintah dari yang dicintainya mereka
mengikutinya meskipun perintah itu terasa berat bahkan bertentangan
dengan kepentingan dunianya.
Ujian
dari kecintaan yang ada dalam diri kita kita yaitu ketika kita
dihadapkan kepada dua kepentingan yang sama dalam waktu bersamaan, yaitu
ketika kepentingan dunia dan kepentingan akhirat datangnya berbarengan ,
maka pada saat itu manusia harus mampu mensikapinya dengan benar dalam
menentukan skala prioritasnya terhadap pilihan yang ada.
Manusia
yang cinta kepada dunia secara berlebihan maka akan selalu berusaha
untuk mencari-cari alasan agar dapat menghindar dari perintah Allah
Subhana Wa Ta'ala dan RasulNya dan jjuga dari aktifitas berkontribusi
dalam Islam, demi menjaga kepentingan dunianya.
QS. Al-Fath (48) ayat 11:
|
|
sayaquulu laka almukhallafuuna mina al-a'raabi syaghalatnaa amwaalunaa wa-ahluunaa faistaghfir lanaa yaquuluuna bi-alsinatihim maa laysa fii quluubihim qul faman yamliku lakum mina allaahi syay-an in araada bikum dharran aw araada bikum naf'an bal kaana allaahu bimaa ta'maluuna khabiiraan
|
[48:11]
Orang-orang Badwi yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan
mengatakan: "Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka
mohonkanlah ampunan untuk kami"; mereka mengucapkan dengan lidahnya apa
yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah : "Maka siapakah (gerangan)
yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki
kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfa'at bagimu.
Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
|
|
Dalam ayat tersebut
dijelaskan, bahwa pada masa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa Salam
datang orang-orang yang tertinggal atau tidak ikut berjihad menghadap
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasalam untuk mengemukakan alasan-alasan
mereka tidak berangkat berjihad, diantaranya adalah karena mereka sibuk
mengurusi harta dan keluarganya.
Namun sejatinya mereka tidak ikut berjihad lantaran mereka "Cinta Dunia dan Takut Akan Kematiaan" sehingga
mereka khawatir akan mendapatka celaka berupa luka dan kematian ketika
berjihad. Padahal Allah Subhana Wa Ta'ala sajalah yang mampu menentukan
menentukan seseorang akan mendapat celaka atau tidak dari aktifitas yang
dikerjakannya itu..
Maka
mereka mendatangi Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasalam dan mengemukakan
alasannya agar Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasalam memakluminya dan
mengampuni ketidak berangkatan mereka. Orang-orang yang datang kepada
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasalam dengan mengemukakan berbagai macam
alasan kenapa mereka tidak berjihad itu sebenarnya karena mereka lebih
cinta terhadap dunia sehingga mereka suka mencari-cari alasan agar merek
bisa menghindar dari perintah Allah Subhana Wa Ta'ala.
Kecintaan
manusia yang tertinggi harusnya adalah cinta kepada Allah Subhana Wa
Ta'ala dan tidak boleh ada yang mengalahkan kecintaan seorang manusia
kepada Allah Subhana Wa Ta'ala. Rasa cinta yang benar itu tidak mungkin
akan melanggar syariat Allah Subhana Wa Ta'ala, justru rasa cinta yang
benar akan membuat kita terjaga dari pelanggaran terhadap perintah Allah
Subhana Wa Ta'ala.
Khususnya
ketika cinta padaNya itu menuntut pengorbanan-pengorbanan, yaitu
pengorbanan waktu, harta, tenaga, bahkan nyawanya manusia sekalipun demi
mendapat ridha Allah Subhana Wa Ta'ala semata.
Kita
bisa mengambil ibrah (pelajaran) dari kisah para sahabat Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi Wasalam yang mampu membuktikan cinta mereka yang
begitu besar terhadap Allah Subhana Wa Ta'ala dimana mereka mampu
mengorbankan segala kepentingan dunianya demi meraih cintaNya.
Realita
hari ini membuktikan bahwa umat Islam kalah dan terhina adalah karena
kecintaan mereka yang salah, yaitu lebih cintia terhadap kepentingan
dunianya daripada mencintai agama Allah Subhana Wa Ta'ala.
Agar
manusia selalu dan dinilai tetap cinta kepada Allah Subhana Wa Ta'ala
dan RasulNya, maka manusia harus memahami tatacara mensikapi ketika
memiliki udzur atau terhalang dalam menjalankan ketaatan kepada Allah
Subhana Wa Ta'ala yaitu dengan bersikap jujur dalam mengemukakan udzur
dengan tidak membuat-buat alasan dalam ketidak ikut sertaannya dan
alasan yang dijadikan penghalang adalah perkara yang bersifat penting
dan prinsipil, kemudian setelah itu diikuti dengan sikap-sikap yang
benar ketika terhalang dalam menjalankan sebuah ketaatan, yaitu
kompensasi-kompensasi karena ketidak hadirannya, dan didalam dirinya ada
perasaan bahwa dia merasa sedih karena tidak bisa ikut aktif dalam
perjuangan Islam.
QS. At-Taubah (9) ayat 90-93:
|
|
wajaa-a almu'adzdziruuna mina al-a'raabi liyu/dzana lahum waqa'ada alladziina kadzabuu allaaha warasuulahu sayushiibu alladziina kafaruu minhum 'adzaabun aliimun
|
[9:90]
Dan datang (kepada Nabi) orang-orang yang mengemukakan 'uzur, yaitu
orang-orang Arab Baswi agar diberi izin bagi mereka (untuk tidak
berjihad), sedang orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya,
duduk berdiam diri saja. Kelak orang-orang yang kafir di antara mereka
itu akan ditimpa azab yang pedih.
|
|
|
laysa 'alaa aldhdhu'afaa-i walaa 'alaa almardaa walaa 'alaa alladziina laa yajiduuna maa yunfiquuna harajun idzaa nashahuu lillaahi warasuulihi maa 'alaa almuhsiniina min sabiilin waallaahu ghafuurun rahiimun
|
[9:91]
Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah,
orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa
yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah
dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang
yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,
|
|
|
walaa 'alaa alladziina idzaa maa atawka litahmilahum qulta laa ajidu maa ahmilukum 'alayhi tawallaw wa-a'yunuhum tafiidhu mina alddam'i hazanan allaa yajiduu maa yunfiquuna
|
[9:92]
dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang
kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku
tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu." Lalu mereka kembali, sedang
mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak
memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan654.
Catatan
Kaki 654: Maksudnya mereka bersedih hati karena tidak mempunyai harta
yang akan dibelanjakan dan kendaraan untuk membawa mereka pergi
berperang.
|
|
|
innamaa alssabiilu 'alaa alladziina yasta/dzinuunaka wahum aghniyaau radhuu bi-an yakuunuu ma'a alkhawaalifi wathaba'a allaahu 'alaa quluubihim fahum laa ya'lamuuna
|
[9:93]
Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang
yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang kaya. Mereka
rela berada bersama orang-orang yang tidak ikang tidak bertenaga dan tidak memiliki kemamuan.ut berperang dan Allah
telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat
perbuatan mereka).
Ayat ini bercerita tentang etika udzur yang dibenarkan dalam Islam yaitu;
1. Orang yang lemah yang tidak bertenaga dan dan tidak memiliki kemampuan
2. Orang yang sakit sangat payah sehingga sakitnya itu menghalanginya dalam menjalankan perintah Allah Subhana Wa Ta'ala
3. Orang yang tidak punya cukup bekal dan biaya untuk melaksanakan kegiatannya.
4. Ada rasa penyesalan yang dalam, dalam dirinya karena ketidak ikut sertaannya.
Mekanisme atau cara yang dibenarkan apabila memiliki udzur atau berhalangan dalam menjalankan ketaatan yaitu:
1. Memberi kan kabar kerika berhalangan hadir atau ikut serta.
2. Mencoba bertanya tentang kabar aktifitas yang ia tertinggal.
3. Menunjukkan sikap yang benar
|
|
|
|
|
|
Penjelasan Point 4: "Apa saja atau siapa saja yang melampaui batas"
=> الطواغيت = At-Thawaaghiit
Apa saja yang melampaui batas yang harus ditolak oleh seorang yang telah bersyhadat adalah "apa saja atau siapa saja yang melalmpaui batas"
الطواغيت adalah jamak dari kata الطاغوت
(At-Thawaaghiit) (At-Thaaghuut)
الطاغوت~At-Thaaghuut berasal dari kata طغى~At-Thaghaa yang artinya secara bahasa adalah melampaui ukuran dan batas, sebagaimana dalam ayat ;
QS.An-Naziat (79) ayat 17:
|
|
idzhab ilaa fir'awna innahu thaghaa
|
[79:17]
"Pergilah kamu kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, Sementara pengertianالطاغوت~At-Thaaghuut secara bahasa adalah berhala, adapun secara hukum atau secara istilah pengertiannya diantaranya adalah:
I. Ibnu Katsir menukil dari Umar Ibnul Khottob bahwa Thaghuut itu adalah syaithon (syaithon dari jenis manusia dan jin).
Dan Ibnu Katsir berkata:"Yang dimaksud dengan Thaghuut dalam firman Allah adalah syaithon(syaithon dari jenis manusia dan jin),
arti ini sangat kuat , karena mencakup segala kejelekan orang-orang
jahiliyah yang berupa beribadah kepada berhala , berhukum kepadanya dan
meminta pertolongan kepadanya" (Tafsir Ibnu Katsir I/III)
Dan
pada 1/512 Ibnu Katsir berkata:"Perkataan Umar itu juga dikata oleh
Ibnu Abbas, Abul 'Aliyah, Mujahid, 'Antho', Ikrimah, Said bin Jubair,
Asy-Sya'bi, Al-Hasan, Adl dlohakdan As-Saddi.
Dan Ibnu Katsir menukil dari Jabir Radliallahu 'Anhu, bahwa Thaghuut
itu adalah: "Para dukun yang disinggahi syaithon, karena pada dasarnya
syaithon adalah makhluq yang melampaui batas, tidak mau tunduk kepada
Allah Subhana Wa Ta'a;a, dalilnya;
QS. An-Nisa(4) ayat 60:
|
|
alam
tara ilaa alladziina yaz'umuuna annahum aamanuu bimaa unzila ilayka
wamaa unzila min qablika yuriiduuna an yatahaakamuu ilaa alththaaghuuti
waqad umiruu an yakfuruu bihi wayuriidu alsysyaythaanu an yudhillahum
dhalaalan ba'iidaan
|
[4:60]
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah
beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang
diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut312,
padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan
bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.
Catatan
Kaki 312: Yang selalu memusuhi Nabi dan kaum muslimin dan ada yang
mengatakan Abu Barzah seorang tukang tenung dimasa Nabi. Termasuk
Thaghuut juga : 1. Orang yang menetapkan hukum secara curang menurut
hawa nafsu. 2. Berhala-berhala.
Dari
keterangan Umar bin Khattab yang mengartikan At-Thaghuut dengan makna
syaithon, maka yang harus juga kita pahami adalah bahwa syaithon terdiri
dari dua jenis, yaitu shaithon yang berasal dari jenis manusia dan
syaithon yang berasal dari golongan jin, karena syaithon adalah kata sif
at yang artinya jauh atau jahat, dalil yang menerangkan bahwa syaithon
terdiri dari dua jenis adalah;
QS. Al-An'am(6) ayat 112:
|
|
wakadzaalika ja'alnaa likulli nabiyyin 'aduwwan syayaathiina al-insi waaljinni yuuhii ba'dhuhum ilaa ba'dhin zukhrufa alqawli ghuruuran walaw syaa-a rabbuka maa fa'aluuhu fadzarhum wamaa yaftaruuna
|
[6:112]
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian
mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu (manusia)499.
Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka
tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.
Catatan Kaki 499: Maksudnya syaiton-syaiton jenis jin dan manusia berupaya menipu manusia agar tidak beriman kepada Nabi.
|
|
|
Dalam ayat ini menjelaskan
bahwa tiap Nabi itu memiliki musuh, yaitu syaiton-syaiton dari jenis jin
dan syaiton-syaiton manusia. Jadi begitupun yang akan terjadi kepada
manusia lain dalam menegakkan kebenaran pasti mereka akan mendapati
musuh yang akan senantiasa menghalangi dakwah mereka, jadi tidaklah
mungkin seseorang menegakkan nilai kebenaran tanpa ada yang memusuhinya
lantaran manusia lainnya tidaklah lebih baik dari Nabi.
Cara-Cara Syaiton Menyesatkan Manusia:
1. Membisikkan dalam hati
manusia kata-kata yang indah tapi menipu, yang sebenarnya syaiton
sedang berusaha menjauhkan kita dari jalan Allah Subhana Wa Ta'ala. Jadi
tidak akan syaiton berterus terang dalam menyesatkan manusia dengan
kata-kata apa adanya dalam rangka menyuruh mereka melawan Allah Subhana
Wa Ta'ala, tetapi yang akan selalu dikatakan syaiton kata-kata yang
sebaliknya, seolah-olah itu adalah sebuah kebaikan.
Seagaimana
syaiton menyesatkan nenek moyang kita Nabiyullah Adam 'Alaihi Salam
untuk melanggar perintah Allah Subhana Wa Ta'ala mendekati pohon yang
dilarang Allah Subhana Wa Ta'ala dengan kata-kata tipuannya, yaitu
mengatakan bahwa Allah Subhana Wa Ta'ala melarang Nabi Adam 'Alaihi
Salam adalah agar beliau tidak menjadi kekal atau tidak dijadikan
sebagai seorang malaikat:
QS. Al-A'raf (7) ayat 20-21:
|
|
fawaswasa lahumaa alsysyaythaanu liyubdiya lahumaa maa wuuriya 'anhumaa min saw-aatihimaa waqaala maa nahaakumaa rabbukumaa 'an haadzihi alsysyajarati illaa an takuunaa malakayni aw takuunaa mina alkhaalidiina
|
[7:20]
Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk
menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya
dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon
ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak
menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)".
|
|
|
waqaasamahumaa innii lakumaa lamina alnnaasihiina
|
[7:21]
Dan dia (syaitan) bersumpah kepada keduanya. "Sesungguhnya saya adalah
termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua",
|
|
Cara melawan langkah
pertama dari tipu daya syaiton adalah dengan menolak setiap
bisikan-bisikan yang muncul dan bersifat meragukan, seolah-olah hal itu
adalah sebuah kebaikan tetapi pula intinya adalah menjauhkan manusia
dari ketaatan kepada Allah Subhana Wa Ta'ala , dengan banyak dzikrullah
serta memperkuat diri dengan ilmu yang haq, maka diharapkan manusia
mampu melawan seruan-seruan bathil yang diserukan oleh syaiton jin
maupun syaiton manusia.
2. Langkah berikutnya yang dilakukan oleh syaiton dalam menyesatkan manusia setelah membisikkan sebuah keraguan adalah manusia dibuat menjadi cendrung dan condong kepada kesesatan, dibuat menjadi suka , lalu pada akhirnya kita mengerjakan hal-hal yang dibisikkan oleh syaiton tersebut.
QS. Al-An'am (6) ayat 113:
|
|
walitashghaa ilayhi af-idatu alladziina laa yu/minuuna bial-aakhirati waliyardhawhu waliyaqtarifuu maa hum muqtarifuuna
|
[6:113]
Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada
kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang
kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (syaitan)
kerjakan.
Setelah membahas makna thoghut menurut Umar bin Khattab Radiayallahu 'Anhu, maka makna Thoghut yang berikutnya adalah
II. Sebagaima penjelasan makna thoghut menurut Ibnul
Qoyyim Al Jauziyah berkata: "Thoghut adalah segala sesuatu yang mana
seorang hamba itu melampaui batas padanya, baik berupa sesuatu yang
diibadahi atau diikuti atau ditaati,"
Maka
Thoghut adalah segala sesuatu yang dijadikan pemutus perkara oleh suatu
kaum, selain Allah dan RasulNya, atau mereka ibadahi selain Allah, atau
mereka ikut tanpa berdasarkan petunjuk dari Allah atau mereka taati
pada perkara yang mereka tidak tahu bahwa itu ketaatan kepada Allah.
Inilah
Thoghut di dunia ini, apabila engkau renungkan keadaan manusia bersama
thoghut ini engkau akan melihat kebanyakan berpaling dari berhukum
kepada Allah dan mengikuti RasulNya lalu mentaati dan mengikuti thoghut"
(A'lamul Muwaqqi'in I/50)
Dan diantara bentuknya yaitu;
1. Penguasa yang tidak mau taat dan tunduk pada perintah Allah,
mereka itu adalah penguasa yang melampaui batas yang tidak mau
menegakkan syariat Allah. Dan simbol dari contoh ini adalah Fir'aun,
sosok penguasa yang menentang Allah dengan kekuasaannya:
QS. An-Naziat(79) ayat 17:
|
|
idzhab ilaa fir'awna innahu thaghaa
|
[79:17]
"Pergilah kamu kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas,
QS. An-Naziat(79) ayat 24:
|
|
faqaala anaa rabbukumu al-a'laa
|
[79:24]
(Seraya) berkata:"Akulah tuhanmu yang paling tinggi".
|
|
|
Seharusnya program kerja penguasa yang benar menurut Allah Subhana Wa Ta'ala yaitu "menegakkan syariat Allah Subhana Wa Ta'ala dalam kekuasaan yang dipegangnya".
QS. Al-Hajj(44) ayat 41:
|
|
alladziina in makkannaahum fii al-ardhi aqaamuu alshshalaata waaatawuu alzzakaata wa-amaruu bialma'ruufi wanahaw 'ani almunkari walillaahi 'aaqibatu al-umuuri
|
[22:41]
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka
bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh
berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada
Allah-lah kembali segala urusan.
QS. Shad(38) ayat 26:
|
|
yaa daawuudu innaa ja'alnaaka khaliifatan fii al-ardhi fauhkum bayna alnnaasi bialhaqqi walaa tattabi'i alhawaa fayudhillaka 'an sabiili allaahi inna alladziina yadhilluuna 'an sabiili allaahi lahum 'adzaabun syadiidun bimaa nasuu yawma alhisaabi
|
[38:26]
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka
bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil
dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu
dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah
akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan.
QS. An-Nisa(4) ayat 59:
|
|
yaa ayyuhaa alladziina aamanuu athii'uu allaaha wa-athii'uu alrrasuula waulii al-amri minkum fa-in tanaaza'tum fii syay-in farudduuhu ilaa allaahi waalrrasuuli in kuntum tu/minuuna biallaahi waalyawmi al-aakhiri dzaalika khayrun wa-ahsanu ta/wiilaan
|
[4:59]
Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.
|
|
|
2. Hakim-Hakim Yang Memutuskan Perkara Tidak Berdasarkan Syariah Allah Subhana Wa Ta'ala.
QS. Al-Maidah(5) ayat 44:
|
|
innaa anzalnaa alttawraata fiihaa hudan wanuurun yahkumu bihaa alnnabiyyuuna alladziina aslamuu lilladziina haaduu waalrrabbaaniyyuuna waal-ahbaaru bimaa istuhfizhuu min kitaabi allaahi wakaanuu 'alayhi syuhadaa-a falaa takhsyawuu alnnaasa waikhsyawni walaa tasytaruu bi-aayaatii tsamanan qaliilan waman lam yahkum bimaa anzala allaahu faulaa-ika humu alkaafiruuna
|
[5:44]
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada)
petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan
perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada
Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka,
disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka
menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada
manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar
ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir.
|
QS. An-Nisa(4) ayat 65:
|
|
falaa warabbika laa yu/minuuna hattaa yuhakkimuuka fiimaa syajara baynahum tsumma laa yajiduu fii anfusihim harajan mimmaa qadhayta wayusallimuu tasliimaan
|
[4:65]
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.
3. Hukum-Hukum Yang Bertentangan Dengan Syariat Allah Subhana Wa Ta'ala :
QS. Al-Maidah(5) ayat 50:
|
|
afahukma aljaahiliyyati yabghuuna waman ahsanu mina allaahu hukman liqawmin yuuqinuuna
|
[5:50]
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?
Maka
seluruh manusia wajib menolak atau mengingkari thoghut sebagaimana ia
adalah merupakan misi utama dari di utusnya Rasul yaitu mengajarkan pada
manusia untuk memiliki nilai hidup yang benar dalam kehidupannya yaitu
untuk menyembah Allah Subhana Wa Ta'ala saja dan menjauhi thaghut.
QS. An-Nahl (16) ayat 36:
|
|
walaqad ba'atsnaa fii kulli ummatin rasuulan ani u'buduu allaaha waijtanibuu alththaaghuuta faminhum man hadaa allaahu waminhum man haqqat 'alayhi aldhdhalaalatu fasiiruu fii al-ardhi faunzhuruu kayfa kaana 'aaqibatu almukadzdzibiina
|
[16:36]
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut826
itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh
Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan
baginya827. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
|
|
Catatan Kaki 826: Thaghut ialah syaiton dan apa saja yang disembah selain dari Allah Subhana Wa Ta'ala.
|
|
Dampak
yang terjadi dengan diutusnya Rasul dengan membawa misi seperti diatas
adalah terpecahnya manusia menjadi dua golongan yaitu ada golongan yang
mendapat hidayah dan ada yang tersesat.
Golongan yang mendapat hidayah adalah orang-orang yang mau menerima misi para Rasul tersebut yaitu "Hanya Menyembah Allah Subhana Wa Ta'ala dan Menjauhi Thoghut" seperti yang dijelaskan diatas.
Sementara golongan yang tersesat adalah "mereka yang menolak misi para Nabi, sehingga yang mereka lakukan adalah menyembah thoghut dan menjauhi Allah Subhana Wa Ta'ala" atau menyembah Allah Subhana Wa Ta'ala dan juga menyembah Thoghut, hal tersebut sama sesat nilainya.
Kemudian
Allah Subhana Wa Ta'ala memerintahkan manusia untuk berjalan di muka
bumi (memperhatikan sejarah perjalanan hidup manusia) bagaimana
kesudahan orang-orang yang mendustakan misi para Rasul tersebut, untuk
diambil sebagai pelajaran, bahwa kesudahan para penentang Rasul adalah
kebinasaan, kehancuran dan kehinaan, tidak ada kemuliaan sedikitpun bagi
mereka.
Maka
agar kita mendapatkan kemuliaan hidup dan terhindar dari kehinaan
tersebut maka tidak ada jalan lain kecuali manusia mau mengikuti misi
yang disampaikan para Rasul tersebut. Dengan demikian menjadi penting
bagi seseorang untuk mengerti bagaimana cara menyembah Allah Subhana Wa
Ta'ala dengan benar.
Seseorang
tidak dipandang beriman oleh Allah Subhana Wa Ta'ala jika tidak dapat
bersikap dengan benar terhadap kebathilan, yaitu bersikap menolak dan
menentangnya. Karena seseorang juga belum dikatakan mendapat petunjuk
apabila belum bisa menunjukkan sikap yang benar terhadap kebathilan,
yaitu dengan cara kita tidak boleh membela, mendukung, atau condong
terhadap thoghut dan segala macam nilai kebathilan.
QS. Al-Baqarah(2) ayat 256:
|
|
laa ikraaha fii alddiini qad tabayyana alrrusydu mina alghayyi faman yakfur bialththaaghuuti wayu/min biallaahi faqadi istamsaka bial'urwati alwutsqaa laa infishaama lahaa waallaahu samii'un 'aliimun
|
[2:256]
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa
yang ingkar kepada Thaghut162
dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada
buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Catatan Kaki 162: Thaghut ialah syaiton dan apa saja yang disembah selain Allah Subhana Wa Ta'ala .
Ada
orang yang mengaku beriman kepada Kitabullah tapi realita dalam
hidupnya mereka berhukum kepada thoghut padahal Allah Subhana Wa Ta'ala
telah memerintahkan kita untuk mengingkari thoghut yang hendak
menyesatkan manusia dari jalan Allah Subhana Wa Ta'ala, maka siapa saja
yang sanggup mengingkari thoghut dan hanya beriman kepada Allah Subhana
Wa Ta'ala saja artinya ia telah memiliki keimanan yang teguh dalam
dirinya.
Selanjutnya pembahasan makna thaghut yang berikutnya adalah:
III. Menurut Abdul Mu'nim Mustafa Halimah, dalam bukunya yang berjudul "thoghut" beliau menyebutkan tidak kurang dari tiga puluhan jenis thaghut diantaranya adalah;
1. Dukun dan Paranorml,
kaarena mereka mengakui mengetahui hal-hal yang ghaib, sedangkan hanya
Allah Subhana Wa Ta'ala sajalah yang Maha Mengetahu tentang semua
perkara yang ghaib itu.
QS. Al Jin (72) ayat 26-27:
|
|
'aalimu alghaybi falaa yuzhhiru 'alaa ghaybihi ahadaan
|
[72:26]
(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.
|
|
|
illaa mani irtadaa min rasuulin fa-innahu yasluku min bayni yadayhi wamin khalfihi rashadaan
|
[72:27]
Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia
mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.
|
QS. Al-An'am(6) ayat 59:
|
|
wa'indahu mafaatihu alghaybi laa ya'lamuhaa illaa huwa waya'lamu maa fii albarri waalbahri wamaa tasquthu min waraqatin illaa ya'lamuhaa walaa habbatin fii zhulumaati al-ardhi walaa rathbin walaa yaabisin illaa fii kitaabin mubiinin
|
[6:59]
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di
daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan
Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam
kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)"
|
QS. Asy-syura(42) ayat 6:
|
|
waalladziina ittakhadzuu min duunihi awliyaa-a allaahu hafiizhun 'alayhim wamaa anta 'alayhim biwakiilin
|
[42:6]
Dan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah, Allah
mengawasi (perbuatan) mereka; dan kamu (ya Muhammad) bukanlah orang yang
diserahi mengawasi mereka.
|
2. Demokrasi, karena
demokrasi adalah sistim yang bertentangan dengan syariat Allah Subhana
Wa Ta'ala, dimana ukuran benar dan salah, baik dan buruk adalah menurut
pendapat mayoritas atau kebanyakan orang. Sementara mengikuti suara
mayoritas sama dengan mengikuti kaum awam yang tidak mendasarkan sikap
dan perbuatannya berdasarkan ilmu, melainkan hanya mendasarkan terhadap
khayalan dan dugaan-dugaan semata:
QS. Al-An'am(6) ayat 116:
|
|
wa-in tuthi' aktsara man fii al-ardhi yudhilluuka 'an sabiili allaahi in yattabi'uuna illaa alzhzhanna wa-in hum illaa yakhrushuuna
|
[6:116]
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain
hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah
berdusta (terhadap Allah)500.
|
Catatan Kaki 500: Seperti menghalalkan
memakan apa-apa yang telah diharamkan Allah dan mengharamkan apa-apa
yang telah dihalalkan Allah, menyatakan bahwa Allah mempunyai anak.
3. Dan Berbagai Isme-Isme Bathil Yang Dikarang Karang Oleh Manusia untuk dijadikan sebagai jalan hidupnya, seperti nasionalisme, kapitalisme, sekulerisme, liberalisme, dan sebagainya.
Ketika
kita tidak bisa memahami bagaimana cara mensikapi thoghut maka keimanan
kita akan dinilai rusak oleh Allah Subhana Wa Ta'ala. Barangsiapa yang
taat kepada thoghut maka mereka termasuk manusia-manusia yang dilaknati
oleh Allah Subhana Wa Ta'ala dan termasuk kedalam golongan orang-orang
yang kafir.
QS. Al-Maidah(5) ayat 69:
|
|
qul hal unabbi-ukum bisyarrin min dzaalika matsuubatan 'inda allaahi man la'anahu allaahu waghadhiba 'alayhi waja'ala minhumu alqiradata waalkhanaaziira wa'abada alththaaghuuti ulaa-ika syarrun makaanan wa-adhallu 'an sawaa-i alssabiili
|
[5:60]
Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang
yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi
Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara
mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi424 dan (orang yang) menyembah thaghut ?". Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.
|
Catatan Kaki 424: Yang dimaksud disini ialah orang-orang Yahudi yang
melanggar kehormatan Hari Sabtu(lihat surah Al-Baqarah ayat 65)
Adapun
para pembela thoghut adalah orang-orang yang mempertahankan dan
membantunya dengan segenap tenaga dan kekuatan bahkan sampai berperang
sekalipun mereka lakukan atas nama thoghut tersebut, juga membelanya
baik dengan perkataan maupun perbuatan. Maka setiap orang yang membantu
mereka baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan adalah termasuk
dalam kategori para pembela thoghut tersebut di atas. Dan mereka tetap
dihukumi sama seperti para thoghut itu sendiri yaitu termasuk ke dalam
golongan orang-orang yang kafir.
Atas dasar itulah maka yang termasuk Para Pembela Thoghut Diantaranya adalah:
1. Orang-Orang Yang Membantu Dengan Perkataan yaitu
orang-orang yang membantah kekafiran mereka dan membodoh-bodohkan atau
melontarkan tuduhan yang keji kepada kaum muslimin yang berjihad
melawannya.
Diantaranya
adalah para ulama su'u, orang-orang yang memberikan pengesahan secara
syar'i kepada para penguasa kafir, para penulis yang menyebarkan ide-ide
bathil lewat tulisan-tulisannya para jurnalis dan penyiar-penyiar
berita yang menjadi corong propaganda kaum kafir untuk menyebarkan
nilai-nilai kekafiran, dimana mereka melakukan perbuatan dengan lisan
dan tulisannya untuk membantu para thoghut seperti yang disebut diatas.
2. Orang-Orang Yang Membela Dengan Perbuatan yaitu
mereka yang melakukannya secara langsung ataupun tidak. Diantaranya
adalah Angkatan bersenjata atau bala tentara para penguasa yang kafir
atau siapa saja yang melakukan perbuatan-perbuatan yang sama seperti
mereka, dimana mereka dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan
eksistensi para thoghut dari pihak-pihak yang berseberangan dengannya,
khususnya untuk melawan kaum muslimin yang bermaksud untuk memerangi
para thoghut.
|
Setelah mengetahui diantara bentuk thoghut, maka manusia harus mengetahui cara mengkufuri thoghut itu yaitu;
1. Berbaro'(berlepas diri ) dari mereka.
2. Mengingkari kekafiran mereka
3. Memusuhi mereka
4. Membenci mereka
Sedangkan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab cara mengkufuri thaghut;
1. Meyakini bathilnya beribadah kepada selain Allah Subhana Wa Ta'ala.
2. Membencinya
3. Memusuhinya
4. Meninggalkannya.
QS. Al-Mumtahanah (60) ayat 4:
|
|
qad kaanat lakum uswatun hasanatun fii ibraahiima waalladziina ma'ahu idz qaaluu liqawmihim innaa buraaau minkum wamimmaa ta'buduuna min duuni allaahi kafarnaa bikum wabadaa baynanaa wabaynakumu al'adaawatu waalbaghdaau abadan hattaa tu/minuu biallaahi wahdahu illaa qawla ibraahiima li-abiihi la-astaghfiranna laka wamaa amliku laka mina allaahi min syay-in rabbanaa 'alayka tawakkalnaa wa-ilayka anabnaa wa-ilayka almashiiru
|
[60:4]
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan
orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum
mereka : "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada
apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah
nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya
sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada
bapaknya1471:
Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat
menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya
Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada
Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali."
Catatan
Kaki: Nabi Ibrahim pernah memintakan ampunan bagi bapaknya yang musyrik
kepada Allah: ini tidak boleh ditiru, karena Allah tidak membenarkan
orang mukmin memintakan ampunan untuk orang-orang kafir(Lihat Surat
An-Nisa ayat 48)
|
|
inna allaaha laa yaghfiru an yusyraka bihi wayaghfiru maa duuna dzaalika liman yasyaau waman yusyrik biallaahi faqadi iftaraa itsman 'azhiimaan
|
[4:48]
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar.
Setelah kita membahas rukun pertama dari syahadat yaitu rukun اَلنَّفْيُ~an
nafyu(penolakan) yang terdapat dalam kalimat أَنْ لاَ~anla maka In Syaa
Allah pembahasan berikutnya adalah tentang kata اِلهَ~ilaah dalam kalimat
syahadat.
|
|
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ ***** ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
mantap min. kalau bisa lebih di singkat lagi materinya.
BalasHapus