Selasa, 19 Januari 2016

MAKNA أَشْهَدُ~asy-hadu DI DALAM KALIMAT SYAHADAT




Cara kita mengilmui  Kalimat syahadat yaitu dengan mengkaji satu persatu kata yang ada di dalam kalimat syahadat tersebut. Sehingga ketika mengucapkannya, kita dapat menghayati dan memahami kandungan syahadat  itu dengan baik.

Kata pertama kali kita kaji adalah  أَشْهَدُ  yang berasal dari kata شَهَدَ yang artinya bersumpah, berjanji, berikrar, dan menyatakan. Jadi kalimat syahadat merupakan sebuah pernyataan, sumpah, janji, dan ikrar kita.

Kalimat tersebut tidak menggunakan kata  قاَلَ  yang artinya berkata, artinya kalimat syahadat bukanlah kalimat biasa yang tidak memiliki konsekwensi apa-apa. Karena kita memahami secara bahasa, bahwa saya berkata dengan saya bersumpah memiliki penekananan yang berbeda secara makna, “bahwa saya bersumpah” memiliki konsekwensi yang lebih dalam dibandingngkan dengan “saya berkata”.

Oleh karena itu dengan pemahaman seperti  itu kita menyadari untuk selalu menjaga sumpah kita dan berusaha untuk tidak melanggar janjinya, karena perbuatan melanggar sumpah akan mendapatkan konsekwensi-konsekwensi yang besar dihadapan Allah Subhana Wa Ta’ala.

Contoh Kasus: 1
Dalam perkara sumpah jabatan, maka seseorang wajib menjaga sumpah jabatannya dari perkara-perkara yang bertentangan dengan sumpah jabatannya, Karena apabila seseorang melakukan hal-hal yang melanggar sumpah jabatannya maka konsekwensinya akan diberikan sangsi atau bisa sampai dicopot  jabatan yang dimilikinya.

Contoh Kasus: 2
Didalam aktifitas persidangan baik yang namanya saksi, terdakwa, maupun korban wajib bersumpah dihadapan majelis untuk menyatakan akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya di muka persidangan. Apabila terbukti seseorang memberikan keterangan palsu di muka persidangan yang artinya melanggar sumpahnya maka dia akan mendapatkan sangsi karena memberikan keterangan palsu di hadapan majelis.

Untuk lebih memahami makna dan kandungan kata  شَهَدَ  maka kita lihat contoh penggunaannya dalam Al-Qur’an :   

QS. Al Hajj(22) ayat 28
 
  

liyasyhaduu manaafi'a lahum wayadzkuruu isma allaahi fii ayyaamin ma'luumaatin 'alaa maa razaqahum min bahiimati al-an'aami fakuluu minhaa wa-ath'imuu albaa-isa alfaqiira
Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.  Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.

Didalam ayat itu menjelaskan penggunaan kata  
شَهَدَ  yang bermakna menyaksikan yaitu: menyaksikan berbagai macam manfaat yang ada di dalam kehidupan. Untuk seseorang bisa sampai pada kesimpulan bahwa didalam kehidupannya benar-benar mereka menyaksikan berbagai macam manf’aat, maka seseorang wajib menggunaakan seluruh potensi yang ada di dalam dirinya seperti penggunaan mata, telinga, akal dan hatinya untuk memberikan sebuah penilaian sehingga akhirnya sampailah lisannya mampu menyimpulkan bahwa benar di dalam kehdupannya banyak sekali manfaat yang Allah Subhana Wa Ta’ala telah Allah ciptakan untuk dirinya;


QS An-Nur[24] ayat 4


 
   
waalladziina yarmuuna almuhsanaati tsumma lam ya/tuu bi-arba'ati syuhadaa-a faijliduuhum tsamaaniina jaldatan walaa taqbaluu lahum syahaadatan abadan waulaa-ika humu alfaasiquuna
[24:4] Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.

QS An-Nur[24] ayat5


illaa alladziina taabuu min ba'di dzaalika wa-ashlahuu fa-inna allaaha ghafuurun rahiimun

[24:5] kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  

QS An-Nur[24] ayat6:
waalladziina yarmuuna azwaajahum walam yakun lahum syuhadaau illaa anfusuhum fasyahaadatu ahadihim arba'u syahaadaatin biallaahi innahu lamina alshshaadiqiina

[24:6] Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar.

QS An-Nur[24] ayat7

waalkhaamisatu anna la'nata allaahi 'alayhi in kaana mina alkaadzibiina

[24:7] Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta.

QS An-Nur[24] ayat8:

wayadrau 'anhaa al'adzaaba an tasyhada arba'a syahaadaatin biallaahi innahu lamina alkaadzibiina

[24:8] Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta.

QS An-Nur[24] ayat9:

waalkhaamisata anna ghadhaba allaahi 'alayhaa in kaana mina alshshaadiqiina

[24:9] dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.

Demikian pula dalam ayat ini dijelaskan tentang perkara persaksian tentang sebuah tuduhan, dimana persaksian seseorang tentang sebuah tuduhan hanya akan dapat diterima manakala ada saksi yang menyaksikan perbuatan yang dituduhkan, dan dia mampu memberikan keterangan bukan hanya berdasarkan lisannya semata , melainkan dia juga harus mampu memberikan keterangan berdasarkan apa yang dia lihat, dia fikir dan dia rasakan sehingga persaksiannya tentang sebuah tuduhan menjadi kuat.

Maka berdasarkan ayat ini juga difahami bahwa sebuah persaksian itu bukan semata-mata perkerjaan lisan, melainkan juga harus dikuatkan dengan anggota tubuh yang lain dalam persaksiannya.
 


Dalam pemahaman kita tentang persaksian, maka kita akan dapat membedakan syahadat yang dilakukan oleh orang-orang munafiq dengan syahadat yang dilakukan oleh orang yang benar imannya, dimana syahadat yang dilakukan oleh orang munafiq hanya dilakukan sebatas lisannya saja, tidak menjadi sebuah keyakinan dalam hatinya. Sehingga syahadatnya orang munafiq tetap tertolak dalam pandangan Allah Subhana Wa Ta’ala.

Pada realitanya kita saksikan bahwa orang-orang munafiqpun juga bersyahadat untuk mengakui bahwa Muhammad Shalallau ‘Alaihi Wa sallam adalah Rasululllah, hal itu dilakukan adalah untuk menutupi kekafiran dalam dirinya, agar mereka dianggap sebagai seorang muslim dan tidak mendapatkan perlakuan yang diskriminatif dari pemerintahan Islam. Namun dalam prakteknya aktifitas yang dilakukan oleh kaum munafiq ini adalah menghalang-halangi manusia dari jalan Allah Subhana Wa Ta’ala dan dari keta’atan kepada Allah Subhana Wa Ta’ala.

QS. Al-Munafiqun (63) ayat 1:

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ

Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.

QS. Al-Munafiqun (63) ayat 2:

ittakhadzuu aymaanahum junnatan fashadduu 'an sabiili allaahi innahum saa-a maa kaanuu ya'maluuna
[63:2] Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan.

Orang yang mampu menghayati kandungan kalimat syahadat, akan memiliki sikap dan karakter yang berbeda dengan orang yang tidak menghayatinya. Karena orang yang menghayati kandungan kalimat syahadat dengan baik akan terbentuk karakter dan kepribadiannya sesuai kandungan dalam kalimat syahadat itu sendiri.

Setiap orang-orang kafir terdahulu ketika diajak bersyahadat adalah menolak, karena mereka tahu akan konsekwensi-konsekwensi dari kalimat syahadat yang akan mereka katakan, yaitu harus meninggalkan perkara-perkara yang bertentangan dengan kandungan kalimat syahadat.

Faktanya hari ini justru yang terjadi adalah sebaliknya, dimana kebanyakan orang-orang yang sudah bersyahadat dan memeluk Islam justru menujnjukkan sikap penolakan terhadap konsekwensi-konsekwensi yang ada dalam kalimat syahadat, hal itu justru lantaran mereka dalam keadaan tidak mengetahui kandungan yang terkandung dalam kalimat syahadat ketika mengikrarkannya, padahal setiap saat mereka mengucapkan kalimat syahadat tersebut,

Sehingga akhirnya kita saksikan hari ini umat Islam itu sendiri yang melakukan penolakan-penolakan terhadap kandungan kalimat syahadat dan itu artinya ada suatu kesamaan sikap antara orang yang kafir dahulu dengan kebanyakan kaum muslimin hari ini yang tidak memahami kandungan kandungan kalimat syahadat dengan baik, yaitu sama-sama menolak konsekwensi-konsekewnsi yang ada dalam kalimat syahadat.

 Itulah yang menjadi Ironi dari keadaan umat hari ini.

QS. Ash-Shaffat: 35-36:

innahum kaanuu idzaa qiila lahum laa ilaaha illaa allaahu yastakbiruuna

[37:35] Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Ilah yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri,
 

wayaquuluuna a-innaa lataarikuu aalihatinaa lisyaa'irin majnuunin
[37:36] dan mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?"

Ayat itu dengan jelas menggambarkan sikap penolakan orang-orang kafir dahulu, ketika mereka diajak untuk bersyahadat, yaitu mereka menolaknya lantaran mereka tidak mau meninggalkan adat dan kebiasaan mereka yang bertentangan dengan konsekwensi kalimat syahadat.

--------------------------------------------------------------





.
                                                                















Tidak ada komentar:

Posting Komentar