Rabu, 20 Januari 2016

MAKNA اِلهَ~ilaah DI DALAM KALIMAT SYAHADAT


Setelah pembahasan tentang kata أَنْ لاَ~anla dalam  kalimat syahadat yang merupakan rukun syahadat pertama yaitu  اَلنَّفْي ~an-nafyu(penolakan),  maka berikutnya pembahasan tentang kata اِلهَ~ilaah di dalam kalimat syahadat, dimana kata  اِلهَ~ilaah memiliki makna 
المعبود~Al-ma'buud (yang diabdi /yang diibadahi),  sementara Allah Subhana Wa Ta'ala adalah المعبود الحق~Al-ma'buud Al-Haq(yang benar untuk diibadahi secara mutlaq),  sementara kedudukan اِلهَ~ilaah  yang lain adalah المعبود الباطل~Al-ma'buud Al-Baathil (yang salah untuk diibadahi).

Said Hawa dalam bukunya yang berjudul "Al Islam" menjelaskan tentang makna  اِلهَ~ilaah dengan penjabaran yang luas, dimana didalamnya memiliki beberapa makna yang berkaitan dengan perkara pengabdian atau penyembahan manusia kepada sesuatu, didalam buku tersebut beliau menjelaskan perkara-perkara yang termasuk dalam makna  اِلهَ~ilaah adalah:




1. Sumber ketenangan (Tidak ada yang dapat memberi ketenangan kecuali Allah Subhana Wa Ta'ala).

Yang termasuk kategori makna اِلهَ~ilaah adalah Sumber ketenangan, artinya ketika didalam kehidupan seorang muslim meyakini ada yang dapat memberikan ketenangan didalam kehidupannya selain Allah Subhana Wa Ta'ala, maka sadar atau tidak sikap seperti itu berarti telah menjadikan sesuatu tersebut sebagai اِلهَ~ilaaha selain Allah Subhana Wa Ta'ala dalam hidupnya, dan sikap seperti itu berarti telah merusak nilai syahadatnya, karena bagi kaum muslimin yang telah menyatakan kalimat syahadat, maka mereka harus dapat mengatakan bahwa tidak ada yang dapat menentramkan hati mereka dalam hidup ini kecuali Allah Subhana Wa Ta'ala, karena hanya Allah Subhana Wa Ta'ala saja yang merupakan sumber ketenangan didalam kehidupannya.


Dalam realita kehidupan banyak sekali tanpa disadari manusia menjadikan اِلهَ~ilaah lain selain Allah Subhana Wa Ta'ala, yaitu ketika mereka menjadikan sesuatu sebagai sumber ketenangannya,  seperti: manusia merasa tenang dengan harta yang melimpah pada dirinya, dengan kedudukan dan kekuasaan yang dimilikinya, atau merasa mendapatkan ketenangan dengan mendengar alunan-alunan musik, merasa tenang apabila selalu bisa dekat bercengkrama dengan keluarganya, atau merasa tenang menikmati tempat-tempat pariwisata, dsb. Semua perkara itu dijadikan oleh manusia sebagai pelarian mencari ketenangan dari hatinya yang gundah gulana, tetapi yang terjadi adalah ternyata mereka mendapat ketenangan semu yang bersifat  temporer, karena ketika mereka kembali kepada aktifitasnya dan berhadapan dengan berbagai persoalan hidupnya maka muncullah kembali rasa kegelisahannya, itulah yang didapat ketika mereka menjadikan selain Allah Subhana Wa Ta'ala sumber ketenangannya. Tetapi akan berbeda sekali ketika kaum muslimin  hanya menjadikan Allah Subhana Wa Ta'ala saja dalam kehidupannya sebagai sumber ketenangannya, meskipun tidak memiliki harta dan kedudukan, meskipun jauh dari keluarga atau meskipun mereka harus berhadapan dengan berbagai kondisi bahkan keadaan yang berat dan pelik sekalipun yaitu detik-detik menjelang eksekusi yang akan dihadapinya, maka mereka akan tetap dapat merasakan ketenangan didalam hatinya menghadapi persoalan tersebut.



QS. Arra'du(13) ayat 28:

اَلَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَتَطۡمَٮِٕنُّ قُلُوۡبُهُمۡ بِذِكۡرِ اللّٰهِ​ ؕ اَلَا بِذِكۡرِ اللّٰهِ تَطۡمَٮِٕنُّ الۡقُلُوۡبُ ؕ‏
  13:28 ﴿ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.

Dalam ayat ini dijelaskan hanya dengan mengingat/berdzikir kepada Allah Subhana Wa Ta'ala sajalah manusia akan mendapat ketenangan .

Lantas ketika manusia sudah melaksanakan perintah Allah Subhana Wa Ta'ala untuk berdzikir kepadaNya tetapi belum juga mendapat ketenangan didalam kehidupannya, maka dimana letak kesalahannya?

Berdzikir kepada Allah Subhana Wa Ta'ala yang akan mendatangkan ketenangan bagi para pelakunya adalah berdzikir yang dilakukan secara utuh pelaksanaannya, tidak dilakukan secara parsial. Dimana bentuk dzikir yang harus dilakukan adalah:

1. Dzikir dengan Lisan


Yang dimaksud dengan berdzikir dengan lisan adalah membiasakan diri untuk mengucapkan kalimat-kalimat thoyyibah(kebaikan) dan menghindarkan diri dari berkata kotor dan sia-sia.  Seperti terbiasa untuk mengucapkan istighfar, berkata-kata yang mengandung nasehat dan kebenaran, membaca basmalah ketika memulai pekerjaan,  mengucapkan hamdalah ketika mendapatkan nikmat, mengucapkan tasbih ketika takjub dan melaksanakan dzikir-dzikir lisan yang diperintah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam kemudian menghindarkan diri dari berkata dusta, ghibah(gosip), berkata kotor dan sebagainya.

Dalam hadis Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam disebutkan:

"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata yang baik atau diam...."

(HR. Muttafaqun 'alaih)

 
 
Surah. Al Mu'minun(23) ayat 1-3:

قَدۡ اَفۡلَحَ الۡمُؤۡمِنُوۡنَۙ‏  
23:1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,

الَّذِيۡنَ هُمۡ فِىۡ صَلَاتِهِمۡ خَاشِعُوۡنَ ۙ‏
23:2. (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya,


وَالَّذِيۡنَ هُمۡ عَنِ اللَّغۡوِ مُعۡرِضُوۡنَۙ‏
23:3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
 


Surah. An-Nisa(4) ayat 9:



وَلۡيَخۡشَ الَّذِيۡنَ لَوۡ تَرَكُوۡا مِنۡ خَلۡفِهِمۡ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوۡا عَلَيۡهِمۡ  فَلۡيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلۡيَقُوۡلُوا قَوۡلًا سَدِيۡدًا‏
﴾4 :9 ﴿ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Berdzikir dengan lisan dilakukan tidak dengan berlebih-lebihan dalam cara pelaksanaannya, seperti mengucapkannya dengan suara keras-keras atau berdzikir dengan dzikir yang tidak disunnahkan oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam, tetapi dicukupkan untuk diri sendiri dan mengikuti tuntunan dzikir dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam.

Surah Al 'Araaf(7) ayat 205-206

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ
7:205. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.

إِنَّ الَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيُسَبِّحُونَهُ وَلَهُ يَسْجُدُونَ 
7:206. Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya lah mereka bersujud.


Realita yang terjadi ditengah masyarakat adalah, berapa banyak manusia tidak berdzikir kepada Allah Subhana Wa Taala secara lisan yaitu ketika lisannya dipenuhi dengan kata-kata dusta, kotor ghibah dan ucapan sia-sia yang tidak bernilai ibadah, dan ada lagi sebagian kaum muslimin yang berdzikir kepada Allah Subhana Wa Ta'ala secara lisan dengan cara-cara yang mereka karang-karang sendiri bentuk pelaksanaannya serta tidak sesuai dengan tuntunan syaria't. Hal-hal seperti itulah yang menyebabkan manusia tidak mendapatkan ketenangan didalam kehidupannya.

2. Dzikir dengan hati

Bentuk dzikir berikut yang harus dikerjakan adalah berdikir dengan hati, yang dimaksud berdzikir dengan hati adalah menimbulkan rasa ihsan, yaitu rasa diawasi oleh Allah Subhana Wa  Ta'ala dimanapun kita berada, walaupun kita seorang diri sekalipun.
 
Dalam hadits Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam disebutkan ketika malaikat Jibril 'Alaihi Sallam bertanya kepada Rasulullullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam:

"(Malaikat Jibril AS bertanya), apa itu ihsan? (Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam menjawab): Ihsan adalah engkau mengabdi kepada Allah Subhana Wa Ta'ala seolah-olah engkau melihatNya tetapi apabila kamu tidak  bisa melihat Allah Subhana Wa Ta'ala, maka ketahuilah bahwasanya Allah Subhana Wa Ta'ala melihat kamu" (HR.Muttafaqun 'Alaih)



Surah Mujadilah (58) ayat 7:


اَلَمۡ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ يَعۡلَمُ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الۡاَرۡضِ​ؕ مَا يَكُوۡنُ مِنۡ نَّجۡوٰى ثَلٰثَةٍ اِلَّا هُوَ رَابِعُهُمۡ وَلَا خَمۡسَةٍ اِلَّا هُوَ سَادِسُهُمۡ وَلَاۤ اَدۡنٰى مِنۡ ذٰ لِكَ وَلَاۤ اَكۡثَرَ اِلَّا هُوَ مَعَهُمۡ اَيۡنَ مَا كَانُوۡا​ۚ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمۡ بِمَا عَمِلُوۡا يَوۡمَ الۡقِيٰمَةِ​ ؕ اِنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيۡمٌ‏
(58:7) Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Surah. Al Baqarah (2) ayat 255:

اللّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ
(2:255) Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.

Surah Al Fajar (89) ayat 14:


 إِنَّ    رَبَّكَ    لَبِالْمِرْصَادِ   
 (89:14) sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi.


Dengan memiliki kesadaran didalam diri seorang manusia bahwa Allah Subhana Wa Ta'ala  selalu dalam keadaan mengawasi diri manusia dan tidak pernah tidur bahkan mengetahui segala percakapan-percakapan rahasia diantara manusia, maka sifat seperti itulah yang akan menjaga dirinya untuk tidak melakukan perkara-perkara yang diarang oleh Allah Subhana Wa Ta'ala, dan sikap seperti itulah yang akan mendatangkan ketenangan didalam kehidupan seseorang karena ia berusaha untuk melakukan hal-hal kebaikan saja dalam kehidupannya.

Ketika tidak timbul didalam diri seseorang rasa diawasi oleh Allah Subhana Wa Ta'ala maka  seseorang akan dengan sangat mudah melakukan perbuatan dosa dan kerusakan-kerusakan dalam hidupnya, dan perbuatan-perbuatan itu hanya akan mendatangkan kesedihan dan kegelisahan.

Karena dalam hadits Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam disebutkan:

Dari Nawas bin Sam'an ra bahwa Nabi Shalallahu 'Alaihi Wa sallam bersabda, "Kebajikan itu adalah budi pekerti yang baik, dan dosa itu adalah segala sesuatu yang menggelisahkan perasaanmu dan yang engkau tidak suka bila dilihat orang lain".


(HR. Muslim)



3. Dzikir dengan perbuatan anggota badan

Dan yang juga termasuk bentuk berdzikir  adalah berdzikir dengan perbuatan anggota badan, dan yang dimaksud berdzikir dengan perbuatan anggota badan adalah melaksanakan amalan anggota badan dan menegakkan syariat Allah Subhana Wa Ta'ala dalam kehidupan manusia. seperti melaksanakan sholat, haji, jihad, hudud, qishas, menutup aurat dan sebagainya.


Surah Al 'Araaf(7) ayat 145:


وَكَتَبْنَا لَهُ فِي الْأَلْوَاحِ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْعِظَةً وَتَفْصِيلًا لِكُلِّ شَيْءٍ فَخُذْهَا بِقُوَّةٍ وَأْمُرْ قَوْمَكَ يَأْخُذُوا بِأَحْسَنِهَا ۚ سَأُرِيكُمْ دَارَ الْفَاسِقِينَ
(7:145) Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh* (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya*, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik. 

Catatan Kaki:
luh-luh* ialah kepingan dari batu atau kayu yang tertulis padanya isi Taurat yang diterima Nabi Musa 'Alaihi Sallam sesudah munajat di gunung Thursina
sebaik-baiknya*
  maksudnya utamakanlah yang wajib-wajib dahulu dari yang sunat dan mubah.



Surah Az-Zukhruf (43) ayat 43-44:

فَاسْتَمْسِكْ بِالَّذِي أُوحِيَ إِلَيْكَ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ ۖ وَسَوْفَ تُسْأَلُونَ
(43:43-44) Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus. Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab.

 
Dengan menegakkan syariat Allah Subhana Wa Ta'ala dalam kehidupan manusia itulah sehingga manusia terpelihara dari berbagai bentuk-bentuk kerusakan hidup, karena syariat Allah Subhana Wa Ta'ala akan menjamin kehidupan manusia dari tindak pelanggaran dan pendzaliman dan menjaga tegaknya keadilan ditengah kehidupan manusia dan kondisi kehidupan seperti inilah yang akan mendatangkan ketenangan masyarakat yang ada didalamnya.

Berbeda keadaannya ketika syariat Allah Subhana Wa Ta'ala tidak tegak didalam kehidupan manusia, dimana yang berjalan adalah hukum hawa nafsu yang bersumber dari logika dan rasional manusia semata, yang tidak akan mampu menjangkau berbagai macam problematika yang muncul ditengah  kehidupan manusia secara maksimal. Bahkan yang terjadi adalah penegakan hukum sarat dengan interest-interest pribadi penguasa dan para pemilik harta, yang tidak akan pernah berpihak kepada keadilan masyarakat secara menyeluruh. Model kehidupan seperti inilah yang hanya akan mendatangkan kekacauan dan penindasan.

Surah Al 'Araaf(7) ayat 96:


وَلَوۡ اَنَّ اَهۡلَ الۡقُرٰٓى اٰمَنُوۡا وَاتَّقَوۡا لَـفَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالۡاَرۡضِ وَلٰـكِنۡ كَذَّبُوۡا فَاَخَذۡنٰهُمۡ بِمَا كَانُوۡا يَكۡسِبُوۡنَ‏
(7:96) Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya
.
Dengan pelaksanaan dzikir yang menyeluruh seperti itulah akan mendatangkan ketentraman hakiki bagi para pelakunya, meskipun suatu ketika mereka harus menghadapi kehidupan yang keras dan tekanan problematika yang erat sekalipun dalam hidupnya. namun mereka akan tetap mampu menghadapinya dengan penuh ketenangan lantaran menemukan solusi yang menentramkan hatinya, berbeda halnya dengan keadaan orang -orang munafiq yang lemah dalam mengingat Allah Subhana Wa Ta'ala didalam kehidupannya, mereka hanya mengingat tentang urusan-urusan keduniaannya saja, maka yang akan terjadi adalah begitu mudahnya mereka diliputi oleh ketakutan dan kegelisahan karena begitu khawatir kalau-kalau suatu saat akan kehilangan perkara keduniaan dari sisinya, tetapi orang-orang munafiq tidak pernah khawatir sedikitpun kehilangan Allah Subhana Wa Ta'aa dari sisi kehidupan mereka.

 

Surah Al-Ahzab(33) ayat 22:

وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الْأَحْزَابَ قَالُوا هَٰذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ ۚ وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا
(33:22) Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya* kepada kita". Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.

Catatan Kaki:
 yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya* itu ialah kemenangan sesudah mengalami kesukaran.



Dalam ayat itu dijelaskan bagaimana kondisi kaum muslimin dalam menghadapi pasukan ahzab (sekutu), dalam kondisi tekanan yang berat sekalipun, hal itu tidak menggelisahkan mereka untuk menghadapinya, tetapi justru yang terjadi adalah semakin bertambah mantap keimanan mereka  kepada Allah Subhana Wa Ta'ala

Berbeda sekali keadaanya dengan orang-orang munafiq, yang awalnya mereka berkata beriman kepada Allah Subhana Wa Ta'ala dan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam tetapi tidak siap menghadapi realita ujian-ujian karena keimanannya, sehingga mereka hanya menjadi para oportunis yang siap menggadaikan keimanannya demi menyelamatkan keduniaannya. 



Surah Al-Ankabut(29) ayat 10:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ فَإِذَا أُوذِيَ فِي اللَّهِ جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللَّهِ وَلَئِنْ جَاءَ نَصْرٌ مِنْ رَبِّكَ لَيَقُولُنَّ إِنَّا كُنَّا مَعَكُمْ ۚ أَوَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ الْعَالَمِينَ
(29:10) Dan di antara manusia ada orang yang berkata: "Kami beriman kepada Allah", maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah*. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: "Sesungguhnya kami adalah besertamu". Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia? 

Catatan Kaki:
fitnah manusia itu sebagai azab Allah* maksudnya orang itu takut kepada penganiayaan-penganiayaan manusia terhadapnya karena imannya, seperti takutnya kepada azab Allah, karena itu ditinggalkannya imannya itu
.


Pembahasan makna اِلهَ~Ilaah yang berikutnya adalah :

II. Tidak Ada Tempat Berlindung Kecuali Allah Subhana Wa Ta'ala
 

Setelah manusia mengerti sumber ketenangan dalam kehidupannya hanya Allah Subhana Wa Ta'ala, maka berikutnya manusia wajib untuk menjadikan Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai tempat kembali dan tempat berlindungnya, karena manusia menyadari tidak ada yang dapat memberikan ketenangan kepadanya selain Allah Subhana Wa Ta'ala, sehingga tidak pantas manusia menjadikan selain Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai tempat kembali dan pelindungnaya.

 

Surah Al-Mu'minun(23) ayat 88-89:

قُلۡ مَنۡۢ بِيَدِهٖ مَلَكُوۡتُ كُلِّ شَىۡءٍ وَّهُوَ يُجِيۡرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيۡهِ اِنۡ كُنۡتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ‏
(23:88) Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?"

سَيَقُوۡلُوۡنَ لِلّٰهِ​ؕ قُلۡ فَاَنّٰى تُسۡحَرُوۡنَ‏
(23:89) Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah". Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?"


Allah Subhana Wa Ta'ala adalah pelindung sejati dalam kehidupan manusia, karena Dia pemegang segala kekuasaan, dan hanya Dia lah yang dapat melindungi seluruh makhlukNya, dan tidak ada satupun makhlukNya yang dapat luput dari hukum dan kekuasaanNya. Berbeda apabila manusia berkuasa, sekejam dan sedzalim apapun manusia berkuasa, maka tetap saja ada manusia yang mampu untuk menghindar dari hukum kekuasaanya. Dan sehebat apapaun manusia mencoba memberikan sebuah perlindungan,  tetap saja tidak mampu berlindung dari hukuman yang Allah Subhana Wa Ta'ala datangkan.


Surah Al-Jumu'ah(62) ayat 8:


قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ۖثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
(62:8) Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan".

 

Semodern apapun teknologi kesehatan dan kedokteran yang dimiliki manusia tetapi tetap saja mereka tidak dapat berlindung dari kematian dan malaikat maut, karena mereka pasti dikembalikan kepada Alah Subhana Wa Ta'ala sebagai penguasa sejati dialam raya ini.


Surah An-Nisa(4) ayat 78:



أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ ۗ وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا هَٰذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا هَٰذِهِ مِنْ عِنْدِكَ ۚ قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ فَمَالِ هَٰؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا
(4:78) Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan*, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan* sedikitpun?

Catatan Kaki:
kebaikan*Kemenangan dalam peperangan atau rezki
pembicaraan*  : Pelajaran dan nasehat-nasehat yang diberikan


Walau manusia berlindung didalam benteng yang kokoh sekalipun, maka tetap tidak akan menghalangi datangnya malaikat maut untuk menjemput ajal manusia. Ituah bukti bahwa Allah Subhana Wa Ta'ala adalah penguasa sejati bagi makhlukNya.

Kalaulah  ada tempat berlindung dan tempat kembali selain Allah Subhana Wa Ta'ala bagi manusia maka Allah Subhana Wa Ta'ala memberikan tantanganNya agar manusia mencari perlindungan dari malaikat maut ketika datang kepada mereka untuk menghindari sakratul maut yang dialami oleh manusia.

 

Surah Al-Qiyaamah(75) ayat 26-30:


كَلَّاۤ اِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِىَۙ‏
75:26. Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan,
وَقِيۡلَ مَنۡ رَاقٍۙ‏
75:27. dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan?”,
وَّظَنَّ اَنَّهُ الۡفِرَاقُۙ‏
75:28. dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia),

وَالۡتَفَّتِ السَّاقُ بِالسَّاقِۙ‏ 
75:29. dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan)*,

  اِلٰى رَبِّكَ يَوۡمَٮِٕذِ اۨلۡمَسَاقُؕ‏
75:30. kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau.


Catatan Kaki:
dan bertaut betis (kiri) dan betis (kanan), * : karena hebatnya penderitaan di saat akan mati dan ketakutan akan meninggalkan dunia dan menghadapi akhirat.

 
Maka siapakah yang dapat menyembuhkan sakratul maut?

Oleh karena itu manusia tidak pantas untuk mengambil selain Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai pelindungnya karena para pelindung selain Allah Subhana Wa Ta'ala itu mereka sendiri tidak mampu untuk melindungi dirinya sendiri dari kekuasaan Allah Subhana Wa Ta'ala, apabila datang ketentuan Allah Subhana Wa Ta'ala kepadanya, karena memang hanya Dia lah pellindung sejati, yang hanya kepadaNya lah manusia harusnya kembali dan berlindung kepadaNya.

 

Surah Asy-Syura(42) ayat 9:

اَمِ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِهٖۤ اَوۡلِيَآءَ​ۚ فَاللّٰهُ هُوَ الۡوَلِىُّ وَهُوَ يُحۡىِ الۡمَوۡتٰى  وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَىۡءٍ قَدِيۡرٌ‏
(42: 9)  Atau patutkah mereka mengambil pelindung-pelindung selain Allah? Maka Allah, Dialah pelindung (yang sebenarnya) dan Dia menghidupkan orang-orang yang mati, dan Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu. 
 

Allah Subhana Wa Ta'ala sajalah yang mampu menghidupkan dan mematikan makhlukNya, yang memiliki kekuasaan yang tidak terbatas, itulah perkara yang tidak mampu ditandingi oleh penguasa lain selain Allah Subhana Wa Ta'ala. Maka kenapa masih saja ada manusia yang menjadikan selain Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai pelindungnya? Padahal mereka tidak memiliki kemampuan untuk menghidupkan atau mematikan, dan mereka tidak punya kemampuan yang sebanding dengan kekuasaan Allah Subhana Wa Ta'ala.

Realita didapati ada sebagian manusia yang berlindung kepada selain Allah Subhana Wa Ta'ala. Misalnya berlindung pada kekuatan jumlah, berlindung pada kemampuan teknologi,    logika dan rasionya, berlindung pada qabilah atau keluarga besarnya, berlindung pada kekuasaanya, pada hartanya, dan ada pula manusia yang meminta perlindungan kepada setan, dan semua itu tidak akan pernah dapat melindungi manusia dari kekuasaan Allah Subhana Wa Ta'ala sedikitpun, sebagaimana yang telah terjadi kepada Fir'aun dan Qorun yang dijadikan contoh oleh Allah Subhana Wa Ta'ala bagi manusia agar mengambil pelajaran. Kekuasaan dan harta yang mereka miliki tidak mampu menolak ketentuan Allah Subhana Wa Ta'ala kepada mereka.



Surah At-Taubah(9) ayat 25-26:


لَـقَدۡ نَصَرَكُمُ اللّٰهُ فِىۡ مَوَاطِنَ كَثِيۡرَةٍ​ ۙ وَّيَوۡمَ حُنَيۡنٍ​ ۙ اِذۡ اَعۡجَبَـتۡكُمۡ كَثۡرَتُكُمۡ فَلَمۡ تُغۡنِ عَنۡكُمۡ شَيۡـًٔـا وَّضَاقَتۡ عَلَيۡكُمُ الۡاَرۡضُ بِمَا رَحُبَتۡ ثُمَّ وَلَّـيۡتُمۡ مُّدۡبِرِيۡنَ​ۚ‏
 (9:25) Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai. 
 

ثُمَّ اَنۡزَلَ اللّٰهُ سَكِيۡنَـتَهٗ عَلٰى رَسُوۡلِهٖ وَعَلَى الۡمُؤۡمِنِيۡنَ وَاَنۡزَلَ جُنُوۡدًا لَّمۡ تَرَوۡهَا​ ۚ وَعَذَّبَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا​ ؕ وَذٰ لِكَ جَزَآءُ الۡـكٰفِرِيۡنَ‏
(9:26)  Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.


Begitupun yang telah terjadi pada medan-medan pertempuran antara kaum muslimin dan orang kafir, Allah Subhana Wa Ta'ala sajalah yang telah menolong kaum muslimin mendapatkan kemenangan di medan pertempuran. Sebagai peristiwa pada perang Hunain, dimana pada waktu itu jumlah kekuatan kaum Muslimin kurang lebih 12.000 pasukan dimana dengan kekuatan yang cukup besar tersebut kaum muslimin berpikir akan dengan mudah memperoleh kemenangan. Tetapi Allah Subhana Wa Ta'ala berkehendak lain, mereka mengalami kekalahan. Hal itu menunjukkan bahwa kekuatan jumlah bukanlah menjadi penentu dalam peperangan, ketika kaum muslimin bertawakal kepada jumlah maka Allah Subhana Wa Ta'ala memberi pelajaran kepada mereka, bahwa hanya Allah Subhana Wa Ta'ala sajalah yang pantas untuk dijadikan sebagai tempat bergantung dalam menghadapi urusannya bukan bergantung kepada yang lain.

Kemudian Allah Subhana Wa Ta'ala mendatangkan kemenangan atas kaum muslimin justru ketika jumlah kekuatan kaum muslimin tinggal sedikit, tetapi lantaran mereka tetap memiliki iman yang benar, dan tetap bertawakal kepada Allah Subhana Wa Ta'ala saja maka Dia menurunkan pertolonganNya melalui para malaikatNya untuk membantu mereka menghadapi musuhnya.

 

Surah An-Nisa'(4) ayat 138-139:


بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًاۙ .الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَۗ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًاۗ
(4:138-139) Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.


Orang beriman lebih suka menjadikan orang kafir sebagai pelindung dan penolongnya dari pada meminta pertolongan dan bantuan kepada sesama saudara seimannya maka kaum muslimin seperti itu dihukum sebagai munafiq dalam pandangan Allah Subhana Wa Ta'ala. Lantaran lebih berat menyelamatkan kepentingan dunianya maka banyak kaum muslimin dan negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim pada saat ini lebih senang berlindung pada kekuatan orang kafir padahal orang kafir tidak akan pernah mau membela agama kaum muslimin, melainkan orang kafir hanya mau membela yang berkaitan dengan kepentingan mereka sendiri dan Allah Subhana Wa Ta'ala jelas-jelas telah melarang kaum muslimin untuk menjadikan orang kafir sebagai penolong dan pelindungnya. 



Surah Al-Maidah(5) ayat 55-56:

اِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّٰهُ وَرَسُوۡلُهٗ وَالَّذِيۡنَ اٰمَنُوا الَّذِيۡنَ يُقِيۡمُوۡنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤۡتُوۡنَ الزَّكٰوةَ وَهُمۡ رَاكِعُوۡنَ‏ 
5:55. Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).

وَمَنۡ يَّتَوَلَّ اللّٰهَ وَ رَسُوۡلَهٗ وَالَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا فَاِنَّ حِزۡبَ اللّٰهِ هُمُ الۡغٰلِبُوۡنَ‏
5:56. Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah* itulah yang pasti menang. 

Catatan Kaki: 
pengikut (agama) Allah* : yaitu orang-orang yang menjadikan Allah RasulNya dan orang-orang beriman sebagai penolongnya.

 

Yang pantas untuk diberikan wala'(loyalitas, pembelaan atau dukungan) oleh kaum muslimin dalam kehidupannya adalah hanya kepada Allah Subhana Wa Ta'ala atau kepada urusan agama Allah Subhana Wa Ta'ala, kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam dan juga kepada sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam serta kepada kaum muslimin yang beriltizam terhadap syariat Allah Subhana Wa Ta'ala. Sebab kekalahan dan kehinaan yang terjadi pada saat ini menimpa kaum muslimin adalah karena mereka tidak berwala'(memberikan loyalitasnya) dengan benar, sehingga Allah Subhana Wa Ta'ala tidak menolong mereka.

Diantara arti penting manusia menjadikan Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai tempat berlindung dan tempat kembalinya adalah karena akan datang suatu masa kepada manusia dimana pada hari itu tidak berguna segala macam perniagaan atau jual beli dan kekerabatan yang mereka punya untuk membela dan menolong mereka dihadapan Allah Subhana Wa Ta'ala tetapi yang dapat mereka gunakan hari itu hanyalah iman dan amal shaleh yang mereka bawa.

 

Surah Ibrahim(14) ayat 31:

قُلْ لِّـعِبَادِىَ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا يُقِيۡمُوا الصَّلٰوةَ وَيُنۡفِقُوۡا مِمَّا رَزَقۡنٰهُمۡ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً مِّنۡ قَبۡلِ اَنۡ يَّاۡتِىَ يَوۡمٌ لَّا بَيۡعٌ فِيۡهِ وَلَا خِلٰلٌ‏
(14:31) Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada bari itu tidak ada jual beli dan persahabatan*.

Catatan Kaki:
tidak ada jual beli dan persahabatan*: maksudnya padah hari kiamat itu tidak ada penebusan dosa dan pertolongan sahabat.

 

Bahkan sebanyak apapun harta yang mereka miliki dan sehebat apapun anak-anak yang mereka punyai tetap tidak berguna menyelamatkan mereka dari hukum Allah Subhana Wa Ta'ala kecuali mereka datang dengan membawa iman dan amal shaleh yang benar.

 

Surah Asy Syu'ara(26) ayat 88-89:

- إِلَّا مَنْ أَتَى الَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ - . يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ
(26:88-89) (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,- kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,

 

Ada pelajaran yang penting yang dapat diambil dari kisah Qorun, yaitu dengan perbendaharaan yang melimpah ruah pada dirinya ternyata tidak dapat menyelamatkan dirinya dari hukuman Allah Subhana Wa Ta'ala, tidak ada satupun pengawalnya yang dapat menyelamatkan dirinya ketika datang adzab Allah Subhana Wa Ta'ala menimpanya.


Surah Al-Qhashas(28) ayat 78-82: 


قَالَ اِنَّمَاۤ اُوۡتِيۡتُهٗ عَلٰى عِلۡمٍ عِنۡدِىۡ​ؕ اَوَلَمۡ يَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰهَ قَدۡ اَهۡلَكَ مِنۡ قَبۡلِهٖ مِنَ الۡقُرُوۡنِ مَنۡ هُوَ اَشَدُّ مِنۡهُ قُوَّةً وَّاَكۡثَرُ جَمۡعًا​ؕ وَلَا يُسۡــَٔلُ عَنۡ ذُنُوۡبِهِمُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ‏
(28:78) Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.



فَخَرَجَ عَلٰى قَوۡمِهٖ فِىۡ زِيۡنَتِهٖ​ؕ قَالَ الَّذِيۡنَ يُرِيۡدُوۡنَ الۡحَيٰوةَ الدُّنۡيَا يٰلَيۡتَ لَـنَا مِثۡلَ مَاۤ اُوۡتِىَ قَارُوۡنُۙ اِنَّهٗ لَذُوۡ حَظٍّ عَظِيۡمٍ‏
(28:79) Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya.* Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar". 


وَقَالَ الَّذِيۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ وَيۡلَـكُمۡ ثَوَابُ اللّٰهِ خَيۡرٌ لِّمَنۡ اٰمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًـا ۚ وَلَا يُلَقّٰٮهَاۤ اِلَّا الصّٰبِرُوۡنَ‏
(28:80) Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar".


فَخَسَفۡنَا بِهٖ وَبِدَارِهِ الۡاَرۡضَ  فَمَا كَانَ لَهٗ مِنۡ فِئَةٍ يَّـنۡصُرُوۡنَهٗ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰهِ  وَمَا كَانَ مِنَ الۡمُنۡتَصِرِيۡنَ‏
(28:81)Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).

وَاَصۡبَحَ الَّذِيۡنَ تَمَـنَّوۡا مَكَانَهٗ بِالۡاَمۡسِ يَقُوۡلُوۡنَ وَيۡكَاَنَّ اللّٰهَ يَبۡسُطُ الرِّزۡقَ لِمَنۡ يَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِهٖ وَيَقۡدِرُ​ۚ لَوۡلَاۤ اَنۡ مَّنَّ اللّٰهُ عَلَيۡنَا لَخَسَفَ بِنَا​ ؕ وَيۡكَاَنَّهٗ لَا يُفۡلِحُ الۡكٰفِرُوۡنَ‏ 
(28:82)  Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu, berkata: "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)".

Catatan Kaki:
kemegahannya.* menurut mufassir Karun keluar dalam satu iringan-iringan yang lengkap dengan pengawalnya, hamba sahaya dan inang pengasuh untuk memperlihatkan kemegahannya kepada kaumnya.


Juga pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa ditenggelamkannya Fir'aun, yang sombong menentang Allah Subhana Wa Ta'ala dengan kekuasaan yang dimilikinya maka sehebat apapun manusia memiliki kekuasaan, tetap tidak akan mampu untuk menandingi kekuasaan dan kehebatan Allah Subhana Wa Ta'ala, maka seharusnya manusia mengambil pelajaran berharga dari peristiwa-peristiwa yang Allah Subhana Wa Ta'ala tunjukkan kepada manusia, yaitu agar menjadikan Allah Subhana Wa Ta'ala sajalah sebagai satu-satunya tempat kembali dan tempat berlindungnya.


Surah Yunus(10) ayat 90-92:



وَجَاوَزۡنَا بِبَنِىۡۤ اِسۡرَآءِيۡلَ الۡبَحۡرَ فَاَتۡبـَعَهُمۡ فِرۡعَوۡنُ وَجُنُوۡدُهٗ بَغۡيًا وَّعَدۡوًا​ ؕ حَتّٰۤى اِذَاۤ اَدۡرَكَهُ الۡغَرَقُ قَالَ اٰمَنۡتُ اَنَّهٗ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا الَّذِىۡۤ اٰمَنَتۡ بِهٖ بَنُوۡۤا اِسۡرَآءِيۡلَ وَ اَنَا مِنَ الۡمُسۡلِمِيۡنَ
(10: 90) Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".

آلْآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
(10: 91)Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.


فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ 
(10: 92)Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu* supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.

Catatan Kaki: 
Kami selamatkan badanmu* : yang diselamatkan Allah ialah tubuh kasarnya, menurut sejarah  setelah Fir'aun itu tenggelam, mayatnya terdampar dipantai ditemukan oleh orang-orang Mesir lalu dibalsem, sehingga utuh sampai sekarang dan dapat dilihat di museum Mesir
 


Diantara sikap bathil lain yang ditunjukkan manusia adalah minta tolong kepada jin untuk membantu urusannya, padahal jin tidak punya kemampuan untuk menolak ketentuan Allah Subhana Wa Ta'ala bahkan mereka juga tidak punya kemampuan mengetahui perkara tentang masa datang.


Surah Al Jin(72) ayat 6:


وَّاَنَّهٗ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الۡاِنۡسِ يَعُوۡذُوۡنَ بِرِجَالٍ مِّنَ الۡجِنِّ فَزَادُوۡهُمۡ رَهَقًا ۙ‏
(72:6) Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin *, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.
Catatan Kaki:
meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin *: ada di antara orang-orang Arab bila mereka melintasi tempat yang sunyi, maka mereka minta perlindungan kepada Jin yang mereka anggap kuasa ditempat itu.


Bukti bahwa jin tidak punya kemampuan untuk mengetahui perkara yang akan datang:

 

Surah Al Jin(72) ayat 9-10: 


وَّاَنَّا كُنَّا نَقۡعُدُ مِنۡهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمۡعِ​ ؕ فَمَنۡ يَّسۡتَمِعِ الۡاٰنَ يَجِدۡ لَهٗ شِهَابًا رَّصَدًا ۙ‏
72:9. dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya).


وَّاَنَّا لَا نَدۡرِىۡۤ اَشَرٌّ اُرِيۡدَ بِمَنۡ فِى الۡاَرۡضِ اَمۡ اَرَادَ بِهِمۡ رَبُّهُمۡ رَشَدًا ۙ‏
72:10. Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka.

Catatan Kaki:
sekarang*: yang dimaksud dengan sekarang, ialah waktu sesudah Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasalam diutus menjadi rasul.


Surah Saba'(34) ayat 14: 


فَلَمَّا قَضَيۡنَا عَلَيۡهِ الۡمَوۡتَ مَا دَلَّهُمۡ عَلٰى مَوۡتِهٖۤ اِلَّا دَآ بَّةُ الۡاَرۡضِ تَاۡ كُلُ مِنۡسَاَتَهُ ۚ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الۡجِنُّ اَنۡ لَّوۡ كَانُوۡا يَعۡلَمُوۡنَ الۡغَيۡبَ مَا لَبِثُوۡا فِى الۡعَذَابِ الۡمُهِيۡنِ ؕ‏
(34:14) Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan.

 

Begitu juga Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam tidak dapat mendatangkan kebaikan atau menolak keburukan dan tidak dapat membela atau memberikan pertolongan kecuali apa yang telah Allah Subhana Wa Ta'ala tentukan padanya.


Surah Al Jin(72) ayat 20-23:



قُلۡ اِنَّمَاۤ اَدۡعُوۡا رَبِّىۡ وَلَاۤ اُشۡرِكُ بِهٖۤ اَحَدًا‏
(72:20) Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya". 

قُلۡ اِنِّىۡ لَاۤ اَمۡلِكُ لَـكُمۡ ضَرًّا وَّلَا رَشَدًا‏
(72:21) Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan". 
 
قُلۡ اِنِّىۡ لَنۡ يُّجِيۡرَنِىۡ مِنَ اللّٰهِ اَحَدٌ  ۙ وَّلَنۡ اَجِدَ مِنۡ دُوۡنِهٖ مُلۡتَحَدًا ۙ
(72:22) Katakanlah: "Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali aku tiada akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya".

اِلَّا بَلٰغًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِسٰلٰتِهٖ​ ؕ وَمَنۡ يَّعۡصِ اللّٰهَ وَرَسُوۡلَهٗ فَاِنَّ لَهٗ نَارَ جَهَنَّمَ خٰلِدِيۡنَ فِيۡهَاۤ اَبَدًا ؕ
(72:23)Akan tetapi (aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allah dan risalah-Nya. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.


Siapa saja yang menjadikan selain Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai pelindungnya maka sama saja ia seperti sedang berllindung kepada sarang laba-laba.


Surah Al Ankabut(29) ayat 41:



مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
(29:41) Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.

 

Siapa yang menjadikan hanya Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai tempat berlindung dan tempat kembali dari segala urusannya, maka ia akan mendapatkan ketenangan dan kebaikan dalam kehidupannya serta terhindarkan dari rasa takut dan khawatir dalam menghadapi persoalan hidupnya.

 

Surah Al Baqarah(2) ayat 38:



وَاتَّقُوا يَوْمًا لا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلا هُمْ يُنْصَرُونَ
(2:38). Kami berfirman, “Turunlah kamu dari surga! Kemudian, jika benar-benar datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.” 


Diantara jalan untuk bisa mendapatkan perlindungan dan pertolongan Allah Subhana Wa Ta'ala adalah dengan jalan memberikan konstribusi bagi perjuangan penegakan agama Allah Subhana Wa Ta'ala, sehingga dengan jalan itu diharapkan manusia bisa mendapatkan pertolongan dari setiap persoalan hidup yang dihadapinya.


  
Surah Muhammad(47) ayat 7: 

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنۡ تَـنۡصُرُوا اللّٰهَ يَنۡصُرۡكُمۡ وَيُثَبِّتۡ اَقۡدَامَكُمۡ‏
(47:7) Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.


Kemudian juga harus ditumbuhkan dalam hati kaum muslimin keyakinan bahwa hanya Allah Subhana Wa Ta'ala saja yang menghidupkan dan mematikan dirinya, yang menanggung segala rezekinya dan yang menguasai serta mengatur seluruh kehidupannya, sehingga dengan keyakinan seperti itulah manusia dapat menjadikan hanya Allah Subhana Wa Ta'ala saja sebagai tempat kembali dan tempat berlindung bagi dirinya.

 
Surah Fushilat(41) ayat 30:


إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
(41:30) Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".


Siapa yang menjadikan selain Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai tempat kembali dan tempat berlindungnya maka perbuatan itu menyebabkan batalnya keimanan pada dirinya, termasuk menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai penolong dan pelindungnya, perbuatan seperti itu hanya mendatangkan penyesalan di akhirat kelak ketika mereka kembali kepadaNya.

 

Surah Al Maidah (5) ayat 51-52:


يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَتَّخِذُوا الۡيَهُوۡدَ وَالنَّصٰرٰۤى اَوۡلِيَآءَ ​ۘ بَعۡضُهُمۡ اَوۡلِيَآءُ بَعۡضٍ​ؕ وَمَنۡ يَّتَوَلَّهُمۡ مِّنۡكُمۡ فَاِنَّهٗ مِنۡهُمۡ​ؕ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهۡدِى الۡقَوۡمَ الظّٰلِمِيۡنَ‏
(5:51). Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.


فَتَـرَى الَّذِيۡنَ فِىۡ قُلُوۡبِهِمۡ مَّرَضٌ يُّسَارِعُوۡنَ فِيۡهِمۡ يَقُوۡلُوۡنَ نَخۡشٰٓى اَنۡ تُصِيۡبَـنَا دَآٮِٕرَةٌ​ ؕ فَعَسَى اللّٰهُ اَنۡ يَّاۡتِىَ بِالۡفَتۡحِ اَوۡ اَمۡرٍ مِّنۡ عِنۡدِهٖ فَيُصۡبِحُوۡا عَلٰى مَاۤ اَسَرُّوۡا فِىۡۤ اَنۡفُسِهِمۡ نٰدِمِيۡنَ ؕ‏
(5:52). Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.


Kemudian pembahasan makna اِله~ilaah yang selanjutnya adalah:


III. Tidak ada yang dicintai kecuali Allah

Manusia tidak dapat kembali dan berlindung secara total kepada Allah Subhana Wa Ta'ala kecuali dalam hatinya sudah muncul kecintaan hanya kepada Allah Subhana Wa Ta'ala yang amat besar, maka hal itulah yang akan menyebabkan ia mudah untuk kembali dan berlindunrg hanya kepadaNya.

Jangan sampai didalam diri manusia ada kecintaan-kecintaan lain yang lebih besar selain kepada Allah Subhana Wa Ta'ala. Ketika didalam diri seseorang ada yang lebih dicintai selain dari Allah Subhana Wa Ta'ala itu artinya ia telah menjadikan اِلهَ~ilaah lain dalam hidupnya selain Allah Subhana Wa Ta'ala. 



Surah Al Baqarah(2) ayat 165-167:
وَمِنَ النَّاسِ مَنۡ يَّتَّخِذُ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰهِ اَنۡدَادًا يُّحِبُّوۡنَهُمۡ كَحُبِّ اللّٰهِؕ وَالَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ ؕ وَلَوۡ يَرَى الَّذِيۡنَ ظَلَمُوۡٓا اِذۡ يَرَوۡنَ الۡعَذَابَۙ اَنَّ الۡقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيۡعًا ۙ وَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيۡدُ الۡعَذَابِ‏ 
(2:165) Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim* itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
اِذۡ تَبَرَّاَ الَّذِيۡنَ اتُّبِعُوۡا مِنَ الَّذِيۡنَ اتَّبَعُوۡا وَرَاَوُا الۡعَذَابَ وَ تَقَطَّعَتۡ بِهِمُ الۡاَسۡبَابُ‏ 
(2:166)(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali
وَقَالَ الَّذِيۡنَ اتَّبَعُوۡا لَوۡ اَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّاَ مِنۡهُمۡ كَمَا تَبَرَّءُوۡا مِنَّا ؕ كَذٰلِكَ يُرِيۡهِمُ اللّٰهُ اَعۡمَالَهُمۡ حَسَرٰتٍ عَلَيۡهِمۡؕ وَمَا هُمۡ بِخٰرِجِيۡنَ مِنَ النَّارِ
(2:167) Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami". Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.

Catatan Kaki:
orang-orang yang berbuat zalim*: disini ialah orang-orang yang menyembah selain Allah


Ada manusia yang membuat tandingan-tandingan selain Allah Subhana Wa Ta'ala dalam kehidupannya, yaitu tandingan dalam perkara kecintaan, dimana mereka mencintai tandingan-tandingan itu seperti mereka mencintai Allah Subhana Wa Ta'ala. Padahal perbuatan seperti itu hanya akan mendatangkan penyesalan bagi pelakunya, yaitu ketika mereka menghadap Allah Subhana Wa Ta'ala di akhirat kelak, dimana pada hari itu tidak ada pembelaan dan pertolongan kecuali pembelaan dan pertolongan dari Allah Subhana Wa Ta'ala semata, sementara Dia hanya akan membela dan menolong hambaNya dari siksa Allah Subhana Wa Ta'ala bagi orang yang dahulu didunianya hanya cinta kepada Allah Subhana Wa Ta'ala saja, maka tatkala mereka melihat adzab Allah Subhana Wa Ta'ala, muncullah penyelasan pada dirinya lantaran tandingan-tandingan yang mereka cintai tidak dapat memberikan pertolongan kepada mereka, bahkan saling berlepas diri antara satu dengan yang lainnya.

Diantara perkara-perkara yang menyebabkan manusia tergelincir dalam membangun kecintaan kepada Allah Subhana Wa Ta'ala dengan benar, sehingga mereka memberikan kecintaannya kepada yang lain adalah karena faktor-faktor keduniaan, dimana mereka begitu mencintai perkara-perkara keduniaan yang ada pada sisi mereka, yang pada dasarnya itu semua adalah merupakan anugrah pemberian Allah Subhana Wa Ta'ala kepada manusia, tetapi anehnya manusia tidak mencintai Sang Pemberi berbagai macam anugrah tersebut yaitu Allah Subhana Wa Ta'ala, melainkan mereka mencintai pemberiannya semata. 



Surah At Taubah(9) ayat 24:


قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
(9:24) Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.

 

Segala macam anugrah yang Allah Subhana Wa Ta'ala berikan kepada manusia  berupa orang tua, anak, pasangan, keluarga, saudara, harta, rumah, pekerjaan adalah dimaksud agar manusia tambah bersyukur dan tambah ta'at dalam beribadah kepada Allah 'Subhana Wa Ta'ala, tetapi realitanya berapa banyak manusia yang tidak mampu mengelola anugrahNya itu dengan baik. Sehingga berbagai macam pemberian dari Allah Subhana Wa Ta'ala tersebut berubah nilainya menjadi penghalang-penghalang bagi dirinya dalam memberikan keta'atan kepadaNya, sehingga akhirnya mereka lebih mencintai pemberian-pemberian dari Allah Subhana Wa Ta'ala tapi tidak mencintai Pemberinya, yang telah memberikan kepada mereka berbagai macam pemberian.

Maka agar tidak tergelincir didalam membangun kecintaan kepada Allah Subahan Wa Ta'ala, manusia wajib mensikapi berbagai pemberian dariNya dengan benar, yaitu harus mengkondisikan berbagai macam pemberian dari Allah Subhana Wa Ta'ala agar menjadi pendukung-pendukung mereka dalam meningkatkan kualitas ibadah mereka kepada Allah Subhana Wa Ta'ala, bukan membiarkan mereka sehinga menjadi penghalang-penghalang dalam menjalankan aktifitas ibadah kepada Allah Subhana Wa Ta'ala.

Jika manusia salah dalam membangun kecintaanya, maka dampaknya kepada keimanan yaitu mereka digolongkan sebagai orang fasiq (QS. 9:24) atau dalam ayat yang lain  digolongkan sebagai orang yang munafiq (QS. 24:47-50) dan juga dihukum kafir (QS. 14:2-3) karena lebih mencintai urusan dunianya dari pada akhirat dan kondisi mereka berada dalam kesesatan yang jauh.



Surah Ibrahim (14) ayat 2-3:


اللّٰهِ الَّذِىۡ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الۡاَرۡضِ​ؕ وَوَيۡلٌ لِّـلۡكٰفِرِيۡنَ مِنۡ عَذَابٍ شَدِيۡدِ ۙ‏
(14-2) Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. Dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih, 

اۨلَّذِيۡنَ يَسۡتَحِبُّوۡنَ الۡحَيٰوةَ الدُّنۡيَا عَلَى الۡاٰخِرَةِ وَيَصُدُّوۡنَ عَنۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ وَيَبۡغُوۡنَهَا عِوَجًا​ ؕ اُولٰۤٮِٕكَ فِىۡ ضَلٰلٍۢ بَعِيۡدٍ‏ 
(14-3) (yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.


Hal-hal lain dalam kehidupan manusia boleh dicintai oleh mereka dengan syarat semua itu harus dapat menambah dekatnya mereka kepada Allah Subhana Wa Ta'ala dan RasulNya, bukan justru membuat diri mereka bertambah jauh dariNya, itulah kecintaan yang benar dalam pandangan Allah Subhana Wa Ta'ala.

 

Surah Al Baqarah (2) ayat 207:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
(2:207) Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.

 

Gambaran pribadi atau karakter para sahabat Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam adalah begitu besarnya kecintaan mereka kepada Allah Subhana Wa Ta'ala dan RasulNya sehingga mereka sanggup mengorbankan keduaniaannya demi meraih cinta Allah Subhana Wa Ta'ala, serta sanggup untuk menjalankan perintah-perintah dari yang dicintanya walaupun harus menjalankan perintah yang berat dalam menunaikannya, dan gambaran kecintaan yang hakiki adalah mampu mengalahkan atau mengorbankan kecintaan-kecintaannya kepada yang lain demi mempertahankan kecintaannya kepada Allah Subhana Wa Ta'ala semata.

 

Surah Al Baqarah (2) ayat 214:


أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
(2:214)Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.

 

Berbeda keadaannya dengan orang-orang munafiq, dimana mereka selalu menjadikan urusan keduniaannya sebagai prioritas yang harus dipertahankan sedemikian rupa, sehingga dalam menjalankan perintah-perintah dari Allah Subhana Wa Ta'ala selalu mereka membandingkan apakah perintah tersebut dapat menguntungkan urusan keduniaannya atau tidak, apabila perintah dari Allah Subhana Wa Ta'ala tidak mendatangkan keuntungan bagi urusan keduniaanya maka orang-orang munafiq akan mencari berbagai macam alasan untuk tidak melaksanakan perintah tersebut, tetapi sebaliknya apabila perintah tersebut dapat mendatangkan keuntungan bagi urusan keduniaanya maka orang-orang munafiq itu akan bergegas menunaikannya.

 

Surah An Nur(24) ayat 47-50:

وَيَقُولُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّىٰ فَرِيقٌ مِنْهُمْ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ ۚوَمَا أُولَٰئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ
(24:47)Dan mereka berkata: "Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami mentaati (keduanya)." Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.

وَإِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ مُعْرِضُونَ
(24:48)Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah* dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang.

وَإِنْ يَكُنْ لَهُمُ الْحَقُّ يَأْتُوا إِلَيْهِ مُذْعِنِينَ
(24:49)Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rasul dengan patuh.

أَفِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ أَمِ ارْتَابُوا أَمْ يَخَافُونَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَرَسُولُهُ ۚبَلْ أُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُون
(24:50)Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim.

Catatan Kaki:
dipanggil kepada Allah* maksudnya: dipanggil untuk bertahkim kepada Kitabullah'


Surah Al Fath(48) ayat 11:

سَيَقُولُ لَكَ الْمُخَلَّفُونَ مِنَ الْأَعْرَابِ شَغَلَتْنَا أَمْوَالُنَا وَأَهْلُونَا فَاسْتَغْفِرْ لَنَا ۚ يَقُولُونَ بِأَلْسِنَتِهِمْ مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ ۚ قُلْ فَمَنْ يَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ بِكُمْ ضَرًّا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ نَفْعًا ۚ بَلْ كَانَ اللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
(48:11). Orang-orang Badui yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiah) akan mengatakan: “Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami”; mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya.  Katakanlah: “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

 

Didalam ayat tersebut dijelaskan bagaimana orang-orang munafiq mencari-cari alasan untuk tidak berangkat berjihad, dengan menjadikan urusan-urusan keduniaannya sebagai alasan ketidak berangkatan mereka dalam berjihad meskipun itu hanya alasan yang dibuat-buat. Karena faktor utama yang sebenarnya adalah cinta mereka pada dunia yang berlebihan sehingga mereka tidak sanggup melaksanakan perintah itu karena khawatir kehilangan urusan dunianya.

 

Dalam salah satu haditsnya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasalam bersabda yang diriwatkan dari Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu

 

Suatu ketika ketika kami sedang bersama Rasululah Shalalahu 'Alaihi Wasalam dan Beliau memegang tangan Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu dan Umar berkata:"demi Allah bahwa anda (Rasulullah) lebih saya cintai dari segala sesuatu setelah diriku, dan Rasulullah menjawab:"tidaklah beriman seseorang diantara kalian sampai aku lebih dicintai bahkan dari dirinya sendiri, maka kemudian Umar bin Khattab berkata:"maka anda sekarang demi Allah lebih aku cintai walau atas diriku sendiri, maka Rasulullah menjawab:"sekarang engkau telah beriman wahai Umar"

(HR. Bukhori)

 

Diantara bentuk kecintaan yang bathil adalah kecintaan yang dibangun atas dasar kekerabatan atau humanisme semata.

 

Surah Al Mumtahanah (60) ayat 1:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ ۙ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي ۚ تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
(60:1) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barang siapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.

 

Ayat ini bercerita tentang kisah sahabat Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam yaitu Hatib bin Abi Balthoah radhiyallahu 'anhu yang yang berencana memberitahukan kepada keluarganya yang masih kafir di Mekkah, tentang rencana penyerangan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam ke  kota Mekkah, hal itu dilakukan oleh Hatib lantaran khawatir kalau keluarganya nanti mendapatkan kesusahan karena penyerangan kaum muslimin ke kota Mekkah, maka Hatib bermaksud menyelamatkan keluarganya dengan cara mengirimkan surat lewat seorang kurir wanita agar keluarganya menyelamatkan diri kalau nanti pasukan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam melakukan penyerangan. 

Ternyata perbuatan Hatib ini dinilai salah oleh Allah Subhana Wa Ta'ala sehingga turunlah ayat tersebut kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam memberitahukan peristiwa itu, kemudian Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam memanggil Hatib untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuatnya, dan Hatib meminta ma'af kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam atas perbuatannya dan menerangkan alasan perbuatannya bahwa hal itu dilakukan semata-mata karena khawatir kepada keselamatan keluarganya, bukan dalam rangka membocorkan rahasia penyerangan secara luas kepada orang kafir Mekkah. Maka kemudian Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam mengutus Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu , Zubair bin Awwam radhiyallahu 'anhu dan Miqdad bin Al Aswad radhiyallahu 'anhu untuk mengejar wanita yang membawa surat Hatib. Tetapi wanita itu menyangkal telah membawa surat Hatib, setelah wanita itu diancam akan dilucuti pakaiannya akhirnya ia menyerahkan surant tersebut yang disimpan didalam sanggulnya.


Dalam salah satu haditsnya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam bersabda;

Ikatan iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah 


(HR. Bukhori- Muslim)


Surah Al Mujadilah(58) ayat 22:

لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
(58:22)"Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan* yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung." 

Catatan Kaki:
pertolongan*: yang dimaksud dengan pertolongan ialah kemauan bathin, kebersihan hati, kemenangan terhadap musuh dan lain-lain.
 


Ayat ini bercerita tentang kisah perang Badar. Dimana pada sa'at itu terjadi kegundahan diantara para sahabat lantaran harus menghadapi saudara dan kerabatnya sendiri dalam peperangan itu. Maka diturunkanlah ayat tersebut dalam rangka menguatkan keimanan mereka, sehingga orang-orang yang memiliki iman yang benar sikapnya tidak akan membela dan tidak akan mendukung dengan orang-orang yang menentang Allah Subhana Wa Ta'ala dan RasulNya meskipun mereka kaum kerabatnya sendiri. Sikap seperti itulah yang bisa memancing datangnya ridho Allah Subhana Wa Ta'ala pada perjuangan kaum muslimin, yaitu ketika kaum muslimin memiliki sikap loyalitas yang jelas.

 

Dalam hadistnya Rasullah Shalallhu 'Alaihi Wasallam bersabda:

Ada tiga perkara yang apabila dalam diri seseorang memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman.

1.  Mencintai Allah Subhana Wa Ta'ala dan RasulNya diatas segalanya.
2.  Tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah Subhana Wa Ta'ala.
 

3. Membenci kembali menjadi kafir setelah Allah Subhana Wa Ta'ala menyelamatkan darinya  sebagaimana ia benci diceburkanke dalam api neraka

 (HR. Bukhori dan Muslim)
 


Maka hendaklah manusia menjauhi kekafiran dan membencinya, kemudian secara selektif ia memilih teman, pendamping dan lingkungan yang dapat menguatkan imannya, sehingga ia dapat mencintai Allah Subhana Wa Ta'ala dan RasulNya diatas segalanya.

Untuk membuktikan kecintaan seseorang, kepada Allah Subhana Wa Ta'ala bahwa hanya Allah Subhana Wa Ta'ala saja yang paling besar dicintai dalam hidupnya maka manusia wajib memperioritaskan tentang urusan-urusan agamaNya didalam kehidupannya di bandingkan dengan urusannya yang lain. Apabila suatu sa'at manusia memiliki udzur(halangan) sehingga tidak dapat melaksanakan urusan agamanya maka wajib ia memiliki alasan-alasan yang dibenarkan syara', diantaranya: 


1. Memberikan alasan yang jujur dan tidak dibuat-buat.
2. Perkara udzurnya bersifat urgent atau darurat sehingga tidak dapat ditinggalkan atau diwakilkan.
3. Diikuti sikap-sikap yang benar lantaran tidak bisa mengikuti urusan agama Allah Subhana Wa Ta'ala, seperti memberi khabar tentang ketidah hadirannya, ikut membantu secara moril atau materil, tetap mengikuti kabar perkembangan yang terjadi, merasa sedih karena tidak dapat hadir mengikutinya.
 



Surah At-Taubah(9) ayat 90-93:


وَ جَآءَ الۡمُعَذِّرُوۡنَ مِنَ الۡاَعۡرَابِ لِيُؤۡذَنَ لَهُمۡ وَقَعَدَ الَّذِيۡنَ كَذَبُوا اللّٰهَ وَرَسُوۡلَهٗ​ ؕ سَيُصِيۡبُ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا مِنۡهُمۡ عَذَابٌ اَ لِيۡمٌ‏
9:90. Dan datang (kepada Nabi) orang-orang yang mengemukakan ‘uzur, yaitu orang-orang Arab Badui agar diberi izin bagi mereka (untuk tidak pergi berjihad), sedang orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, duduk berdiam diri saja. Kelak orang-orang yang kafir di antara mereka itu akan ditimpa azab yang pedih.


لَـيۡسَ عَلَى الضُّعَفَآءِ وَلَا عَلَى الۡمَرۡضٰى وَلَا عَلَى الَّذِيۡنَ لَا يَجِدُوۡنَ مَا يُنۡفِقُوۡنَ حَرَجٌ اِذَا نَصَحُوۡا لِلّٰهِ وَ رَسُوۡلِهٖ​ؕ مَا عَلَى الۡمُحۡسِنِيۡنَ مِنۡ سَبِيۡلٍ​ؕ وَاللّٰهُ غَفُوۡرٌ رَّحِيۡمٌۙ‏
9:91. Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikit pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,

  وَّلَا عَلَى الَّذِيۡنَ اِذَا مَاۤ اَتَوۡكَ لِتَحۡمِلَهُمۡ قُلۡتَ لَاۤ اَجِدُ مَاۤ اَحۡمِلُكُمۡ عَلَيۡهِ  تَوَلَّوْا وَّاَعۡيُنُهُمۡ تَفِيۡضُ مِنَ الدَّمۡعِ حَزَنًا اَلَّا يَجِدُوۡا مَا يُنۡفِقُوۡنَؕ‏
9:92. dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu”, lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.

اِنَّمَا السَّبِيۡلُ عَلَى الَّذِيۡنَ يَسۡتَاْذِنُوۡنَكَ وَهُمۡ اَغۡنِيَآءُ​ۚ رَضُوۡا بِاَنۡ يَّكُوۡنُوۡا مَعَ الۡخَـوَالِفِۙ وَطَبَعَ اللّٰهُ عَلٰى قُلُوۡبِهِمۡ فَهُمۡ لَا يَعۡلَمُوۡنَ‏
9:93. Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang kaya. Mereka rela berada bersama-sama orang-orang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka).



Kemudian pembahasan makna اِله~ilaah selanjutnya adalah:


IV. Tidak ada yang diibadahi Kecuali Allah Subhana Wa Ta'ala

Setelah seseorang menjadikan hanya Allah Subhana Wa Ta'ala saja yang dicintai dalam hidupnya maka selanjutnya manusia memberikan pengabdiannya hanya kepada Allah Subhana Wa Ta'ala. Karena landasan sebuah pengabdian adalah adanya kecintaan kepada yang diibadahinya. Dimana seseorang tidak akan dapat memberikan pengabdian dengan baik manakala belum hadir kecintaan pada dirinya terhadap yang diibadahinya.


Contoh adalah apa yang dilakukan abdi dalem keraton yang bangga mengabdi pada rajanya. Kita bisa melihat bagaimana ketaatan seorang abdi dalem dalam menjalani perintah-perintah sang Raja, semua itu dijalankan dengan sedemikian baiknya karena dalam dirinya sudah hadir kecintaan yang luar biasa besar kepada sang Raja tersebut. Meskipun secara materil tidak mendapatkan balasan yang besar namun mereka merasakan sebuah prestise(kebanggaan) tersendiri tatkala mampu memberikan pengabdiannya yang terbaik kepada sang Raja.
 

Maka agar pelaksanaan ibadah kepada Allah Subhana Wa Ta'ala dapat berjalan dengan baik dan tidak menyimpang, selain dibutuhkan kecintaan terhadap Allah Subhana Wa Ta'ala juga harus memiliki pemahaman tentang ibadah dengan benar.

Defenisi ibadah secara bahasa memiliki pengertian:

Arti Ibadah ( العِبَادَةُ ) secara bahasa adalah tunduk dan menghinakan diri serta khusyu’


Pengertian ibadah secara hukum atau secara istilah adalah: "Suatu sebutan yang mencakup apa-apa yang dicintai Allah Subhana Wa Ta'ala dan diridhoiNya dari setiap perbuatan dan perkataan baik yang dzohir maupun yang tersembunyi"

Imam Al Qurthuby berkata ”Asal ibadah ialah tunduk dan menghinakan diri”.

Secara istilah arti ibadah adalah sebagaimana perkataan Ibnu Katsir : “Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang”.

Kemudian Ibnu Taimiyah berkata : “Ibadah ialah sesuatu yang mencakup semua perkara yang dicintai dan diridhoi Allah berupa perkataan atau perbuatan yang nampak atau pun tidak nampak”.


Maka apabila seseorang memberikan ketundukan dan kerendahannya kepada sesuatu, maka dikatakan sedang beribadah kepada sesuatu tersebut. Oleh karena itu manusia tidak boleh menundukkan atau menghinakan dirinya kecuali kepada Allah Subhana Wa Ta'ala semata.

Maka diharapkan dengan memahami makna ibadah dengan benar kemudian dapat mempraktekkannya secara tepat dalam kehidupan sehari-hari, yaitu hanya mengisi hidup dengan perkataan dan perbuatan yang nilainya dicintai dan diridhoi oleh Allah Subhana Wa Ta'ala saja.


Sebagaimana ikrar yang biasa diucapkannya, 

 

Surah Al-An'am(6) ayat 162-163:

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
(6:162). Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.

 لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
(6:163). tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.


Seseorang harus dapat membuktikan bahwa hidupnya, matinya, ibadahnya hanya untuk Allah Subhana Wa Ta'ala dan tidak diniatkan untuk yang lain selain Allah Subhana Wa Ta'ala, yaitu dengan cara melakukan ibadah dengan sebenar-benarnya sesuai tuntunan Allah Subhana Wa Ta'ala dan RasulNya serta mengisi hidup dengan keta'atan kepadaNya, dan mati dalam keadaan menjalankan ketaatan kepadaNya dan membela kebenaran yang datang dari Allah Subhana Wa Ta'ala.
 



Selain memahami makna ibadah seseorang juga harus memenuhi syarat ibadah, yaitu:
a. Ikhlas, semata-mata mengharap ridho Allah Subhana Wa Ta'ala dalam menjalankan amal ibdah.
b. Benar, yaitu hanya dengan cara ittiba'(mengikuti) Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam dalam melaksanakan tata cara ibadah. 


Untuk penjelasan lebih lanjut, silahkan dimuka makalah pada Bab Tauhid Uluhiyah.


Kemudian pembahasan makna اِلهَ~iIaah yang berikutnya adalah:


V. Tidak Ada Yang Dita'ati Kecuali Allah Subhana Wa Ta'ala

Termasuk dalam kategori makna  اِلهَ~ilaah adalah sesuatu yang dita'ati. Maka didalam kehidupan seorang muslim tidak ada yang berhak untuk diberikan keta'atan secara sempurna kecuali kepada Allah Subhana Wa Ta'ala. Ketika didalam kehidupan seseorang ada yang lebih dita'atinya dibandingkan dengan perintah Allah Subhana Wa Ta'ala maka itu artinya ia memiliki  اِلهَ~ilaah lain selain Allah Subhana Wa Ta'ala. Kaitannya dengan makna  اِلهَ~ilaah sebelumnya adalah, bahwa essensi ibadah terletak pada keta'atan. Bahwa semakin baik keta'atan seseorang, maka akan semakin baik pengabdiannya kepada Allah Subhana Wa Ta'ala.

Keta'atan dalam Islam terbagi 2 bentuk, yaitu

1. Keta'atan Mutlak
Keta'atan yang bersifat mutlak yaitu keta'atan yang tidak boleh ditawar, tidak bisa tidak harus dita'ati yaitu keta'atan kepada Allah Subhana Wa Ta'ala dan RasulNya.


2. Keta'atan Relatif
Keta'atan yang bersifat relatif, yaitu ketaatan yang suatu ketika harus diberikan tapi pada lain waktu tidak boleh memberikan keta'atan kepadanya, yaitu keta'atan kepada selain Allah Subhana Wa Ta'ala dan RasulNya, ketika berkaitan dengan perkara yang bertentangan dengan perintah Allah Subhana Wa Ta'ala dan RasulNya.

Yang termasuk kategori ketaatan relatif adalah:


1. Ketaatan kepada Penguasa.


 
Surah An Nisa(4) ayat 59:



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
(4:59) Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Ayat ini menjelaskan tentang 2 bentuk ketaatan, yaitu ketaatan mutlak dan relatif. Ketaatan mutlak adalah kepada Allah Subhana Wa Ta'ala dan RasulNya dan ketaatan relatif adalah kepada pemimpin/penguasa. Karena perintah kata "taat" pada ayat tersebut hanya disematkan kepada Allah Subhana Wa Ta'ala dan RasulNya saja. Sementara kepada pemimpin perintah kata taat tidak disebutkan secara jelas, tetapi menggunakan kata sambung, hal itu difahami oleh para ulama akan adanya derajat ketaatan yang berbeda, bahwa kepada Allah Subhana Wa Ta'ala dan Rasulnya lebih wajib dan mutlak, sementara kepada penguasa tidak bersifat mutlak. 

Penguasa yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah yang berasal dari kalangan orang beriman dan memiliki keberpihakan kepadan Islam(QS. 5:55) sehingga tidak bisa digeneralisir kepada semua bentuk penguasa, selanjutnya ketika terjadi sebuah perselisihan tentang suatu urusan baik antara sesama anggota masyarakat maupun antara masyarakat dengan penguasa, maka kita harus mengembalikan perselisihan itu kepada hukum Allah Subhana Wa Ta'ala dan RasulNya atau kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam, bukan semata-mata dikembalikan  kepada penguasa. Sehingga seorang penguasa itu dapat dita'ati keputusannya apabila sesuai dengan Al qur'an dan Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam.

Alasan lain yang menyebabkan penguasa termasuk dalam kategori keta'atan relatif adalah karena Allah Subhana Wa Ta'ala telah mengatur dalam kehidupan kaum muslimin tentang siapa yang boleh untuk menjadi pemimpin bagi mereka, dan siapa yang tidak boleh memimpin kaum muslimin. Allah Subhana Wa Ta'ala melarang kaum muslimin menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpinnya. 



Surah Al Maidah(5) ayat 51:
 

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَتَّخِذُوا الۡيَهُوۡدَ وَالنَّصٰرٰۤى اَوۡلِيَآءَ ​ۘ بَعۡضُهُمۡ اَوۡلِيَآءُ بَعۡضٍ​ؕ وَمَنۡ يَّتَوَلَّهُمۡ مِّنۡكُمۡ فَاِنَّهٗ مِنۡهُمۡ​ؕ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهۡدِى الۡقَوۡمَ الظّٰلِمِيۡنَ‏
(5:51)“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Dan Allah Subhana Wa Ta'ala juga melarang kaum muslimin untuk menjadikan orang kafir secara umum, bukan hanya yahudi dan nasrani untuk jadi pemimpin mereka,


Surah An Nisa(4) ayat 144:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا 
(4:144) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali* dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?

Catatan Kaki: 
wali* : wali jamaknya auliyaa, berarti teman yang akrab, juga berarti pelindung atau penolong.


Bahkan Allah Subhana Wa Ta'ala juga melarang kaum muslimin untuk menjadikan sebagai pemimpin orang-orang dari kalangannya sendiri apabila mereka lebih berpihak kepada kekafiran daripada Islam.



 Surah At Taubah(9) ayat 23:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا آبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
(9:23)Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Karena yang boleh menjadi pemimpin bagi kaum muslimin hanyalah Allah Subhana Wa Ta'ala, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam, dan orang beriman yang tunduk kepada syariat Allah Subhana Wa Ta'ala
.

Surah Al Maidah(5) ayat 55-56:
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ
(5:55). Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ
(5:56). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah* itulah yang pasti menang.

Catatan Kaki:
pengikut (agama) Allah* yaitu orang-orang yang menjadikan Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya

 

Jadi apabila kriteria seorang penguasa, mekanisme dalam melahirkan pemimpin serta mekanisme cara menjalankan kepemimpinannya tidak sesuai dengan ketentuan Allah Subhana Wa Ta'ala dan RasulNya,, maka kaum muslimin dilarang untuk memberikan ketaatan kepada penguasa tersebut, sehingga para penguasa mau mengikuti ketentuan yang Allah Subhana Wa Ta'ala telah tetapkan tentang masalah kepemimpinan.


Keta'atan relatif yang berikutnya adalah,

2. Ketaatan Kepada orang tua, pasangan, kekerabatan dan Humanisme

 
Surah Luqman(31) ayat 15:



 وَإِنْ جَا هَدَكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَالَيسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبهُممَافِي الدُّنيَامَعرُوفًاوَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَن أَنَبَ إِلَيَّ مَرْجِعُكُم فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُم تَعْمَلُونَ
(31:15)  “Dan jika keduanya memaksa kamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka jangan lah engkau mematuhi keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembali kamu, maka Ku-beritakan kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”


Selama perintah kedua orang tua sesuai dengan perintah Allah Subhana Wa Ta'ala dan RasulNya, maka wajib mentaati perintah tersebut, tetapi ketika diperintahkan untuk melaksanakan hal yang bertentangan dengan syariat Allah Subhana Wa Ta'ala maka tidak diperbolehkan untuk menta'ati perintah tersebut. Hanya saja kita harus tetap mempergauli mereka didunia dengan cara yang baik.


Surah At Taubah(9) ayat 23:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا آبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
(9:23)Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
 
Manusia tidak boleh membela kerabatnya secara membabi buta tanpa melihat terlebih dahulu apakah berkaitan dengan sebuah kebenaran atau kesalahan, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran di atas keimanan, maka tidak boleh memberikan dukungan terhadap kebatilan yang mereka bela meskipun mereka itu adalah pihak kerabat sendiri. 


Surah At Taghabun (64) ayat 14:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
(64:14) Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu*, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Catatan Kaki:

musuh bagimu*: maksudnya, kadang-kadang istri atau anak dapat menjerumuskan suami atau ayahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan agama.


Surah Al Mujadilah (58) ayat 22:



لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
(58:22). Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan* yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.

Catatan Kaki:
 
dengan pertolongan*: yang dimaksud dengan pertolongan ialah kemauan bathin, kebersihan hati kemenangan terhadap musuh dan lain-lain


Surah Mutahanah(60) ayat 1:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ ۙ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي ۚ تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
(60:1). Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barang siapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.


Ketaatan relatif berikunya adalah:

3. Ketaatan terhadap pendapat mayoritas.



Surah Al An'am(6) ayat 116:

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ
(6:116). Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)*.

Catatan Kaki:
berdusta (terhadap Allah)*.: seperti menghalalka memakan apa-apa yang telah diharamkan Allah dan mengharamkan apa-apa yang telah dihalalkan Allah, menyatakan bahwa Allah aimempunyai anak.

 

Sebuah kebenaran tidaklah dapat diukur dengan banyak atau sedikitnya manusia mendukungnya, tetapi ukurannya adalah apakah bersesuaian dengan Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam atau tidak, sebanyak apapun manusia mendukungnya tetapi apabila hal itu bertentangan dengan Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam, maka tidak boleh manusia menurutinya meskipun didukung oleh  banyak orang.


Surah Yusuf(12) ayat 103:
وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ
(12:103).Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya.
 

Disitulah letak sesatnya demokrasi yaitu sebuah sistem yang menilai benar atau salah, baik atau buruk dengan ukuran suara mayoritas sementara Islam adalah sebuah sistem yang bertentangan dengan demokrasi karena menggunakan tolok ukur segala sesuatu berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shalalallahu 'Alaihi Wa sallam, dan realita sepanjang sejarah para pendukung kebenaran selalu berjumlah sedikit dari pada ang menentangnya.



Surah Yusuf(12) ayat 106:
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللّهِ إِلاَّ وَهُم مُّشْرِكُونَ
(12:1060. Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).
 

Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam bersabda ketika beliau mi'raj:

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu menuturkan kepada kami hadist dari Nabi Shalallahu 'Alaihi Wa sallam, Beliau bersabda: ' Saya telah diperlihatkan beberapa umat oleh Allah, lalu saya melihat seorang Nabi bersama beberapa orang, seoran Nabi bersama seorang dan dua orang dan seorang Nabi sendiri tidak seorangpun menyertainya.


(HR. Bukhori dan Muslim)

 

Ketaatan relatif berikutnya adalah:

4. Ketaatan kepada Adat Istiadat

Surah Al Baqarah(2) ayat 170:



وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۗ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
(2:1700. Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?”

 

Sebagian manusia keadaannya lebih taat dan terikat dengan adat istiadat dari pada taat dan terikat dengan syariat Allah Subhana Wa Ta'ala, meskipun adat istiadatnya banyak yang bertentangan dengan logika akal manusia dan petunjuk Allah Subhana Wa Ta'ala. Bahkan kebanyakan adat istiadat yang ditaatinya adalah karangan-karangan orang terdahulunya saja.

 

Surah Yusuf(12) ayat 40:


مَا تَعۡبُدُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِهٖۤ اِلَّاۤ اَسۡمَآءً سَمَّيۡتُمُوۡهَاۤ اَنۡـتُمۡ وَ اٰبَآؤُكُمۡ مَّاۤ اَنۡزَلَ اللّٰهُ بِهَا مِنۡ سُلۡطٰنٍ​ؕ اِنِ الۡحُكۡمُ اِلَّا لِلّٰهِ​ؕ اَمَرَ اَلَّا تَعۡبُدُوۡۤا اِلَّاۤ اِيَّاهُ​ؕ ذٰلِكَ الدِّيۡنُ الۡقَيِّمُ وَلٰـكِنَّ اَكۡثَرَ النَّاسِ لَا يَعۡلَمُوۡنَ‏ 
(12:40). Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

 

Ketaatan relatif berikutnya adalah:

5. Ketaatan kepada Orang alim/Ulama 



Surah At Taubah(9) ayat 31:


تَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
(9:31). Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah*, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
 
Catatan Kaki:
 
selain Allah*: maksudnya mereka mematuhi ajaran-ajaran orang-orang alim dan rahib-rahib mereka dengan membabi buta biarpun orang-orang alim dan rahib-rahib itu menyuruh membuat maksiat atau mengharamkan yang halal.

 

Bentuk ketaatan relatif yang lain yaitu pada orang alim. Seperti Ketaatan membabi buta(taqlid) pada perintah-perintah orang alim yang bertentangan dengan Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam. Karena keterikatan kita bukan pada figurnya, melainkan kepada nilai yang diajarkannya apakah sesuai dengan Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam, apabila bersesuaian maka barulah boleh mengikutinya. Tetapi apabila fatwa-fatwanya bertentangan dengan syariat Allah Subhana Wa Ta'ala, maka kaum muslimin dilarang untuk mengikuti fatwa-fatwa tersebut.

 

Surah Al Isra'(17) ayat 36:


وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
(17:36). Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.


Ayat ini menjelaskan bahwa kaum muslimin tidak boleh mengikuti sesuatu yang tidak kita ketahui ilmunya. yaitu ilmu yang bersesuaian dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam. Karena segala sesuatu akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah Subhana Wa Ta'ala.

Ciri orang alim yang benar adalah orang alim yang menghantarkan manusia kepada ilmu bukan kepada kultus figuritasnya, karena tidak ada manusia yang ma'shum atau terpelihara dari kesalahan kecuali Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam, sehingga suatu saat seorang manusia pasti melakukan sebuah kesalahan.


Surah Ali Imran(3) ayat 79:
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ (٧٩
(3:79). Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani*, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.

Catatan Kaki:

 rabbani* , rabbani ialah orang yang sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah Subhana  Wa Ta'ala.

 

Seruan orang alim yang benar adalah mengajak manusia untuk menjadi generasi Rabbani, yaitu generasi yang tunduk dan patuh hanya kepada Allah Subhana Wa Ta'ala dan dekat kepadaNya, dimana ciri generasi rabbani adalah generasi yang selalu belajar dan mempelajari kitab(menyibukkan diri untuk terikat pada ilmu). Jadi manusia disandarkan kepada ilmu bukan kepada kultus figur pribadi yang menyampaikannya.

 

Ketaatan relatif berikutnya adalah:

6. Ketaatan terhadap Kepentingan Dunia

 

Surah Al Maidah(5) ayat 51-52:



  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ 
(5:51). Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.  Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.



فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَى مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ
(5:52). Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana”.  Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.

 

Ayat ini menjelaskan tentang larangan menjadikan yahudi dan nasrani sebagai  pemimpin, dimana orang-orang munafiq menjadikan yahudi dan nasrani sebagai pimpinannya lantaran kepentingan dunianya. Padahal kita tidak boleh menaati sesuatu hanya semata-mata karena kepentingan dunia, meskipun kepentingan dunia kita menjadi terancam. Jangan sampai aqidah kita rusak karena dikorbankan hanya karena ingin meraih kepentingan dunia yang tidak seberapa. 


Surah At Taubah(9) ayat 28:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَٰذَا ۚ وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ إِنْ شَاءَ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
(9:28). Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis*, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam* sesudah tahun ini*. Dan jika kamu khawatir* menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Catatan Kaki:
-musyrik itu najis*: maksudnya jiwa musyrikin itu dianggap kotor karena menyekutukan Allah.
-mendekati Masjidilharam*: maksudnya tidak dibenarkan mengerjakan haji dan umrah, atau untuk keperluan yang lain.
-sesudah tahun ini*: maksudnya setelah tahun 9 Hijrah
-
khawatir*: karena tidak membenarkan orang musyrikin mengerjakan haji dan umrah, karena pencaharian orang-orang muslim boleh jadi berkurang.

 

Ketika ayat itu turun para sahabat khawatir perekonomian mereka akan menjadi sulit lantaran dilarangnya orang musyrik masuk Masjidil Haram karena keberadaan orang-orang musyrik yang datang ke Masjidil Haram sambil membawa berbagai komoditi perdagangan yang membuat ekonomi Mekkah menjadi ramai, sehingga apabila dilarang orang musyrik untuk masuk ke Masjidil Haram, mereka khawatir akan mengalami kemunduran dan kesulitan-kesulitan ekonomi. Tetapi lantaran mereka memiliki keimanan yang baik akhirnya mereka mau menta'ati perintah itu dan kemudian Allah Subhana Wa Ta'ala menggantikan kepada mereka dengan karunia yang lebih besar dari apa yang sudah mereka dapatkan.

Sebagaimana kisah Bilal bin Rabbah radhiyallahu 'anhu yang tidak takut kepentingan dunianya hilang demi mempertahankan tauhid meskipun harus mengalami penyiksaan-penyiksaan, demikian pula para sahabat yang rela untuk berhijrah  menyusul Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam meninggalkan kepentingan dunianya demi meraih ridho Allah Subhana Wa Ta'ala dalam kehidupan mereka. 



Surah At Taubah(9) ayat 38:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ 
(9:38). Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.


Ayat ini menjelaskan seruan kepada kaum muslimin untuk tidak cinta kepada dunia berlebihan, karena nilai kehidupan dunia itu tidak seberapa dibandingkan dengan kehidupan akhirat.

 


Ketaatan relatif berikutnya adalah:

7. Ketaatan terhadap logika rasio dan hawa nafsu

 

Surah Al Baqarah(2) ayat 216:


كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ 
(2:216). Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

 

Kekuatan logika, rasio dan akal manusia tidak akan mampu menjangkau seluruh kandungan hikmah syariat Allah Subhana Wa Ta'ala, oleh karena itu meskipun ada perintah Allah Subhana Wa Ta'ala yang tidak mampu dipahami oleh logika dan akal manusia, maka ia tetap harus menta'ati syariat itu bukan memperturutkan hawa nafsunya untuk menolak syariat Allah Subhana Wa Ta'ala.


Surah Al Jatsiyah(45) ayat 23:
اَفَرَءَيۡتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلٰهَهٗ هَوٰٮهُ وَاَضَلَّهُ اللّٰهُ عَلٰى عِلۡمٍ وَّخَتَمَ عَلٰى سَمۡعِهٖ وَقَلۡبِهٖ وَجَعَلَ عَلٰى بَصَرِهٖ غِشٰوَةً  ؕ فَمَنۡ يَّهۡدِيۡهِ مِنۡۢ بَعۡدِ اللّٰهِ​ ؕ اَفَلَا تَذَكَّرُوۡنَ‏
(45:23) Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya* dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

Catatan Kaki:
ilmu-Nya*: maksudnya Tuhan membiarkan orang itu sesat karena Allah telah mengetahui bahwa dia tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadaNya.


Surah Al 'Araf(7) ayat 12:


​قَالَ مَا مَنَعَكَ اَلَّا تَسۡجُدَ اِذۡ اَمَرۡتُكَ​ ؕ قَالَ اَنَا خَيۡرٌ مِّنۡهُ​ ۚ خَلَقۡتَنِىۡ مِنۡ نَّارٍ وَّخَلَقۡتَهٗ مِنۡ طِيۡنٍ‏
(7:12) Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”.


Pola terikat dan dikuasai oleh logika, ratio dan hawa nafsu adalah karakter iblis, yang telah membantah perintah Allah Subhana Wa Ta'ala yang diberikan kepadanya untuk sujud kepada Nabi Adam 'alaihi sallam, karena ia menganggap pendapatnya itulah yang lebih sesuai dari pada perintah Allah Subhana Wa Ta'ala kepada dirinya. Lantaran lebih dikuasai oleh perasaan dan hawa nafsu, seringkali manusia kemudian melanggar perintah Allah Subhana Wa Ta'ala. Seperti tuntunan sebagian manusia yang sesat kepada penguasanya agar mengesahkan undang-undang pernikahan sejenis, dan menuntut pengesahan minuman atau barang-barang yang memabukkan. Serta menolak syariat Hudud dan Qishas dengan menggantinya dengan hukuman penjara, sehingga angka kriminalitas semakin membengkak.



Surah Al Baqarah(2) ayat 221:

وَلا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
(2:221). Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.

 

Dalam ayat tersebut dengan tegas Allah Subhana Wa Ta'ala melarang kaum mukminin dan mukminat untuk menikah dengan lelaki musyrik dan wanita musyrik, maka siapa yang memiliki iman, ia akan mengikuti perintah Allah Subhana Wa Ta'ala tersebut, tetapi siapa yang lebih dikuasai oleh hawa nafsunya, maka syariat Allah Subhana Wa Ta'ala tersebut pasti akan dilanggarnya demi memuaskan hawa nafsu keduniawiannya.


Pembahasan tentang makna  اِلهَ~Ilaaha yang berikutnya adalah:


VI. Tidak ada Raja, Penguasa atau pemilik kecuali Allah Subhana Wa Ta'ala

Setelah kita menjadikan Allah Subhana Wa Ta'ala adalah sebagai satu-satunya yang dita'ati dalam kehidupan manusia, maka artinya manusia menjadikan Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai Raja yang berkuasa atas dirinya, yang ditaatinya sedemikian besarnya karena Dia yang memiliki Kekuasaan tertinggi terhadap seluruh makhlukNya, dan Allah   Wa Ta'ala juga yang menguasai dan memiliki segenap makhlukNya.

Konsekwensi dari menjadikan Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai Raja dan Penguasa adalah, manusia wajib memberikan ketaatan dengan baik kepadaNya, karena kekuasaan Allah Subhana Wa Ta'ala bersifat mutlak berlaku bagi seluruh hambaNya, dan kekuasaan Allah Subhana Wa Ta'ala betul-betul meliputi seluruh makhlukNya, sehingga tidak ada satupun makhlukNya yang bisa keluar dari kekuasaanNya.



Surah Al An'aam(6) ayat 61:


وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ ۖ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُونَ
(6:61). Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.

 

Bukti bahwa kekuasaan Allah Subhana Wa Ta'ala bersifat mutlak dan betul-betul meliputi seluruh makhlukNya adalah dengan Allah Subhana Wa Ta'ala mengirimkan kepada setiap manusia malaikat penjaga yang selalu mengawasi keberadaan dan setiap gerak-gerik mereka, sehingga keadaan mereka seluruhnya terpantau oleh Allah Subhana Wa Ta'ala, tidak ada satupun yang luput dari pengawasanNya, sehingga apabila datang waktu ajal bagi seseorang, maka pasti mereka akan didatangi oleh malaikat maut yang tidak akan melalaikan tugasnya, dan tidak akan mengalami kehilangan jejak mencari keberadaan manusia, sehingga tidak ada satupun makhlukNya yang bisa keluar dari kekuasaanNya.


Surah Qof(50) ayat 16-19:


وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ وَنَعۡلَمُ مَا تُوَسۡوِسُ بِهٖ نَفۡسُهٗ ۖۚ وَنَحۡنُ اَقۡرَبُ اِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ الۡوَرِيۡدِ‏ 
50:16. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya,
 

اِذۡ يَتَلَقَّى الۡمُتَلَقِّيٰنِ عَنِ الۡيَمِيۡنِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيۡدٌ‏
50:17. (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.
مَا يَلۡفِظُ مِنۡ قَوۡلٍ اِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيۡبٌ عَتِيۡدٌ‏وَ
50:18. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.
وَ جَآءَتۡ سَكۡرَةُ الۡمَوۡتِ بِالۡحَـقِّ​ؕ ذٰلِكَ مَا كُنۡتَ مِنۡهُ تَحِيۡدُ‏ 
50:19. Dan datanglah sakaratulmaut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.  


Berbeda apabila manusia memiliki kekuasaan, maka sehebat apapun kekuasaan yang dimiliki oleh manusia, tetap saja ada rakyatnya yang luput dari pengawasan kekuasaannya, kalau dizaman orde baru ada istilah waskat, Pengawasan Melekat, yaitu sistem pengawasan yang mengawasi aktifitas rakyat khususnya berkenaan dengan tindak pidana subversif, maka Allah Subhana Wa Ta'ala memiliki sistem pengawasan yang lebih hebat, yaitu waskat dengan arti Pengawasan Malaikat. Maka dengan sifat kekuasaan Allah Subhana Wa Ta'ala yang bersifat mutlak dan meliputi seluruh makhlukNya tersebut, konsekwensinya adalah manusia wajib memberikan ketaatannya kepada Sang Penguasa Sejati di alam raya ini baik secara sukarela maupun dengan terpaksa.

Surah Ali Imran(3) ayat 83:

اَفَغَيۡرَ دِيۡنِ اللّٰهِ يَبۡغُوۡنَ وَلَهٗۤ اَسۡلَمَ مَنۡ فِى السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ طَوۡعًا وَّكَرۡهًا وَّاِلَيۡهِ يُرۡجَعُوۡنَ‏ 
3:83. Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.

 

Tetapi ketaatan yang Allah Subhana Wa Ta'ala minta dari seluruh makhlukNya adalah ketaatan yang dilakukan dengan sukarela, bukan ketaatan yang dilakukan dengan terpaksa, karena ketaatan yang diberikan kepada Allah Subhana Wa Ta'aa dengan keterpaksaan tidak memiliki nilai dihadapan Allah Subhana Wa Ta'ala. Sebagaimana yang terjadi pada manusia-manusia yang ingkar, sehebat apapun mereka menentang dan tidak mau tunduk kepada Allah Subhana Wa Ta'ala toh pada akhirnya mereka menyerah dan tidak berdaya untuk melawan kekuasaan Allah Subhana Wa Ta'ala, sebagaimana yang terjadi pada Fir'aun dan juga Qorun.

 

Surah Yunus(90) ayat 90-92:


وَجَاوَزۡنَا بِبَنِىۡۤ اِسۡرَآءِيۡلَ الۡبَحۡرَ فَاَتۡبـَعَهُمۡ فِرۡعَوۡنُ وَجُنُوۡدُهٗ بَغۡيًا وَّعَدۡوًا​ ؕ حَتّٰۤى اِذَاۤ اَدۡرَكَهُ الۡغَرَقُ قَالَ اٰمَنۡتُ اَنَّهٗ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا الَّذِىۡۤ اٰمَنَتۡ بِهٖ بَنُوۡۤا اِسۡرَآءِيۡلَ وَ اَنَا مِنَ الۡمُسۡلِمِيۡنَ
10:90. Dan Kami memungkinkan Bani Israel melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Firaun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Firaun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israel, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.


آٰلۡــٰٔنَ وَقَدۡ عَصَيۡتَ قَبۡلُ وَكُنۡتَ مِنَ الۡمُفۡسِدِيۡنَ‏
10:91. Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.


 فَالۡيَوۡمَ نُـنَجِّيۡكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُوۡنَ لِمَنۡ خَلۡفَكَ اٰيَةً  ؕ وَاِنَّ كَثِيۡرًا مِّنَ النَّاسِ عَنۡ اٰيٰتِنَا لَغٰفِلُوۡنَ
10:92. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu* supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.

Catatan Kaki:

Kami selamatkan badanmu*
: yang diselamatkan Allah ialah tubuh kasarnya, menurut  sejarah Fir'aun itu tenggelam mayatnya terdampar di pantai diketemukan oleh orang-orang Mesir, sehingga utuh sampai sekarang dan dapat dilihat di musium Mesir.


 

Surah Al Qhashash(28) ayat 78-82:


قَالَ اِنَّمَاۤ اُوۡتِيۡتُهٗ عَلٰى عِلۡمٍ عِنۡدِىۡ​ؕ اَوَلَمۡ يَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰهَ قَدۡ اَهۡلَكَ مِنۡ قَبۡلِهٖ مِنَ الۡقُرُوۡنِ مَنۡ هُوَ اَشَدُّ مِنۡهُ قُوَّةً وَّاَكۡثَرُ جَمۡعًا​ؕ وَلَا يُسۡــَٔلُ عَنۡ ذُنُوۡبِهِمُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ‏
28:78. Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.



فَخَرَجَ عَلٰى قَوۡمِهٖ فِىۡ زِيۡنَتِهٖ​ؕ قَالَ الَّذِيۡنَ يُرِيۡدُوۡنَ الۡحَيٰوةَ الدُّنۡيَا يٰلَيۡتَ لَـنَا مِثۡلَ مَاۤ اُوۡتِىَ قَارُوۡنُۙ اِنَّهٗ لَذُوۡ حَظٍّ عَظِيۡمٍ‏
28:79. Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya*. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”.


وَقَالَ الَّذِيۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ وَيۡلَـكُمۡ ثَوَابُ اللّٰهِ خَيۡرٌ لِّمَنۡ اٰمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًـا ۚ وَلَا يُلَقّٰٮهَاۤ اِلَّا الصّٰبِرُوۡنَ‏
28:80. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar”.


فَخَسَفۡنَا بِهٖ وَبِدَارِهِ الۡاَرۡضَ- فَمَا كَانَ لَهٗ مِنۡ فِئَةٍ يَّـنۡصُرُوۡنَهٗ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰهِ- وَمَا كَانَ مِنَ الۡمُنۡتَصِرِيۡنَ‏
28:81. Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).

وَاَصۡبَحَ الَّذِيۡنَ تَمَـنَّوۡا مَكَانَهٗ بِالۡاَمۡسِ يَقُوۡلُوۡنَ وَيۡكَاَنَّ اللّٰهَ يَبۡسُطُ الرِّزۡقَ لِمَنۡ يَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِهٖ وَيَقۡدِرُ​ۚ لَوۡلَاۤ اَنۡ مَّنَّ اللّٰهُ عَلَيۡنَا لَخَسَفَ بِنَا​ ؕ وَيۡكَاَنَّهٗ لَا يُفۡلِحُ الۡكٰفِرُوۡنَ‏ 
28:82. Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu. berkata: Aduhai. benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)”.

Catatan Kaki:

kemegahannya*.
: menurut mufassir, Karun keluar dalam satu iring-iringan yang lengkap dengan pengawal, hamba sahaya dan inang pengasuh untuk memperlihatkan kemegahannya kepada kaumnya.


 

Maka agar keta'atan yang manusia berikan kepada Allah Subhana Wa Ta'ala memiliki nilai dihadapanNya, haruslah ketaatan itu deberikan dengan penuh kesadaran dan kerelaan.
 


Surah An Nisa (4) ayat 125:
 وَمَنۡ اَحۡسَنُ دِيۡنًا مِّمَّنۡ اَسۡلَمَ وَجۡهَهٗ لِلّٰهِ وَهُوَ مُحۡسِنٌ وَّاتَّبَعَ مِلَّةَ اِبۡرٰهِيۡمَ حَنِيۡفًا​ ؕ وَاتَّخَذَ اللّٰهُ اِبۡرٰهِيۡمَ خَلِيۡلًا‏
4:125. Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.


Setelah difahami konsekwensi yang harus diberikan kepada Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai Raja dan penguasa yang memiliki sifat kekuasaan yang mutlak dan meliputi seluruh makhlukNya dengan memberikan ketaatan secara sukarela, maka konsekwensi berikutnya adalah manusia dilarang bersifat sombong apabila dianugrahi kekuasaan padanya, serta tidak boleh ada penguasa lain dalam kehidupan manusia yang lebih dita'ati dari palda Allah Subhana Wa Ta'ala yang menjalankan kekuasaannya menggunakan hawa nafsu, logika, rasio, dan kepentingan duniawinya semata.

Surah Al Mu'minun(23) ayat 116:

فَتَعٰلَى اللّٰهُ الۡمَلِكُ الۡحَـقُّ​ ۚ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ​ۚ رَبُّ الۡعَرۡشِ الۡـكَرِيۡمِ‏
23:116. Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) Arasy yang mulia.


Surah Al Maidah(5) ayat 48:



وَاَنۡزَلۡنَاۤ اِلَيۡكَ الۡكِتٰبَ بِالۡحَـقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ مِنَ الۡكِتٰبِ وَمُهَيۡمِنًا عَلَيۡهِ​ فَاحۡكُمۡ بَيۡنَهُمۡ بِمَاۤ اَنۡزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعۡ اَهۡوَآءَهُمۡ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ الۡحَـقِّ​ؕ لِكُلٍّ جَعَلۡنَا مِنۡكُمۡ شِرۡعَةً وَّمِنۡهَاجًا ​ؕ وَلَوۡ شَآءَ اللّٰهُ لَجَـعَلَـكُمۡ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰـكِنۡ لِّيَبۡلُوَكُمۡ فِىۡ مَاۤ اٰتٰٮكُمۡ فَاسۡتَبِقُوا الۡخَـيۡـرٰتِ​ؕ اِلَى اللّٰهِ مَرۡجِعُكُمۡ جَمِيۡعًا فَيُنَبِّئُكُمۡ بِمَا كُنۡتُمۡ فِيۡهِ تَخۡتَلِفُوۡنَۙ‏ 
5:48. Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian* terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu*, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,

Catatan Kaki;

batu ujian*: maksudnya Al Qur'an adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab sebelumnya. 
tiap-tiap umat di antara kamu*: maksudnya umat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa sallam dan umat-umat sebelumnya. 

 

Ketika ada penguasa lain yang lebih ditaati dalam kehidupan manusia, yang memiliki sifat dholim dan menentang kekuasaan Allah Subhana Wa Ta'ala, maka mentaati penguasa seperti itu hanya akan mendatangkan kesengsaraan hidup di dunia dan di akhirat. 

 

Surah Ibrahim(14) ayat 21:


وَبَرَزُوۡا لِلّٰهِ جَمِيۡعًا فَقَالَ الضُّعَفٰۤؤُا لِلَّذِيۡنَ اسۡتَكۡبَرُوۡۤا اِنَّا كُنَّا لَـكُمۡ تَبَعًا فَهَلۡ اَنۡـتُمۡ مُّغۡـنُوۡنَ عَنَّا مِنۡ عَذَابِ اللّٰهِ مِنۡ شَىۡءٍ​ؕ قَالُوۡا لَوۡ هَدٰٮنَا اللّٰهُ لَهَدَيۡنٰكُمۡ​ؕ سَوَآءٌ عَلَيۡنَاۤ اَجَزِعۡنَاۤ اَمۡ صَبَرۡنَا مَا لَــنَا مِنۡ مَّحِيۡصٍ‏
14:21. Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong: “Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allah (walaupun) sedikit saja?  Mereka menjawab: “Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri”.


Surah Al Ahzab(33) ayat 66-68:



يَوۡمَ تُقَلَّبُ وُجُوۡهُهُمۡ فِى النَّارِ يَقُوۡلُوۡنَ يٰلَيۡتَـنَاۤ اَطَعۡنَا اللّٰهَ وَاَطَعۡنَا الرَّسُوۡلَا‏
33:66. Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: Alangkah baiknya, andai kata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul”.

  وَقَالُوۡا رَبَّنَاۤ اِنَّاۤ اَطَعۡنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَآءَنَا فَاَضَلُّوۡنَا السَّبِيۡلَا‏
33:67. Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).

رَبَّنَاۤ اٰتِهِمۡ ضِعۡفَيۡنِ مِنَ الۡعَذَابِ وَالۡعَنۡهُمۡ لَعۡنًا كَبِيۡرًا‏ 
33:68. Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar”.

Surah Saba'(34) ayat 31-33:



وَقَالَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا لَنۡ نُّؤۡمِنَ بِهٰذَا الۡقُرۡاٰنِ وَلَا بِالَّذِىۡ بَيۡنَ يَدَيۡهِؕ وَلَوۡ تَرٰٓى اِذِ الظّٰلِمُوۡنَ مَوۡقُوۡفُوۡنَ عِنۡدَ رَبِّهِمۡ ۖۚ يَرۡجِعُ بَعۡضُهُمۡ اِلٰى بَعۡضِ اۨلۡقَوۡلَ​ۚ يَقُوۡلُ الَّذِيۡنَ اسۡتُضۡعِفُوۡا لِلَّذِيۡنَ اسۡتَكۡبَرُوۡا لَوۡلَاۤ اَنۡـتُمۡ لَـكُـنَّا مُؤۡمِنِيۡنَ‏
34:31. Dan orang-orang kafir berkata: “Kami sekali-kali tidak akan beriman kepada Al Qur’an ini dan tidak (pula) kepada Kitab yang sebelumnya”. Dan (alangkah hebatnya) kalau kamu lihat ketika orang-orang yang lalim itu dihadapkan kepada Tuhannya, sebahagian dari mereka menghadapkan perkataan kepada sebagian yang lain; orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “Kalau tidaklah karena kamu tentulah kami menjadi orang-orang yang beriman”.


قَالَ الَّذِيۡنَ اسۡتَكۡبَرُوۡا لِلَّذِيۡنَ اسۡتُضۡعِفُوۡۤا اَنَحۡنُ صَدَدۡنٰكُمۡ عَنِ الۡهُدٰى بَعۡدَ اِذۡ جَآءَكُمۡ بَلۡ كُنۡتُمۡ مُّجۡرِمِيۡنَ‏ 
34:32. Orang-orang yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah: “Kamikah yang telah menghalangi kamu dari petunjuk sesudah petunjuk itu datang kepadamu? (Tidak), sebenarnya kamu sendirilah orang-orang yang berdosa”.


وَقَالَ الَّذِيۡنَ اسۡتُضۡعِفُوۡا لِلَّذِيۡنَ اسۡتَكۡبَرُوۡا بَلۡ مَكۡرُ الَّيۡلِ وَ النَّهَارِ اِذۡ تَاۡمُرُوۡنَـنَاۤ اَنۡ نَّـكۡفُرَ بِاللّٰهِ وَنَجۡعَلَ لَهٗۤ اَنۡدَادًا ؕ وَاَسَرُّوا النَّدَامَةَ لَمَّا رَاَوُا الۡعَذَابَ ؕ وَجَعَلۡنَا الۡاَغۡلٰلَ فِىۡۤ اَعۡنَاقِ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا ؕ هَلۡ يُجۡزَوۡنَ اِلَّا مَا كَانُوۡا يَعۡمَلُوۡنَ‏ 
34:33. Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “(Tidak) sebenarnya tipu daya (mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya”. Kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab. Dan Kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidak dibalas melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan.


Allah Subhana Wa Ta'ala selain sebagai penguasa sejati, dia juga adalah pemilik seluruh alam raya ini, termasuk diri kita sendiri juga adalah milikNya. Maka sikap yang wajib dimuncukan dalam diri seseorang berkaitan dengan sifat Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai pemilik adalah manusia tidak mempunyai sifat memiliki, tapi yang benar adalah sifat merasa diamanahi. Bahwa seluruh apa yang ada pada diri kita pada hakekatnya adalah merupakan amanah (titipan) Allah Subhana Wa Ta'ala yang sewaktu-waktu dapat diambil oleh Sang Pemiliknya, maka kewajiban kita adalah menjaga seluruh amanah yang diberikan dengan sebaik mungkin sehingga ketika amanah itu diambil oleh Sang PemilikNya masih tetap dalam keadaan baik dan dapat kita pertanggungjawabkan dihadapan Allah Subhana Wa Ta'ala kelak.

Dengan menyadari bahwa manusia hanya sekedar diamanahi bukan memiliki, maka hal tersebut dapat membuat seorang manusia bisa menjadi lebih tegar dalam menghadapi persoalan hidup, seperti apabila suatu saat apa yang ada pada sisinya tiba-tiba hilang meninggalkannya maka ia tidak akan bersikap berlarut-larut dalam kesedihan, karena ia  menyadari bahwa hakikatnya ia adalah bukan pemilik sesuatu tapi Allah Subhana WaTa'ala lah Sang Pemilik apa yang di alam raya ini.

 

Surah Al Baqarah(2) ayat 284:

لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الۡاَرۡضِ​ؕ وَاِنۡ تُبۡدُوۡا مَا فِىۡۤ اَنۡفُسِكُمۡ اَوۡ تُخۡفُوۡهُ يُحَاسِبۡكُمۡ بِهِ اللّٰهُ​ؕ فَيَـغۡفِرُ لِمَنۡ يَّشَآءُ وَيُعَذِّبُ مَنۡ يَّشَآءُ​ ؕ وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَىۡءٍ قَدِيۡرٌ‏
2:284. Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Surah Al Baqarah(2) ayat 155-157:

وَلَـنَبۡلُوَنَّكُمۡ بِشَىۡءٍ مِّنَ الۡخَـوۡفِ وَالۡجُـوۡعِ وَنَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَالۡاَنۡفُسِ وَالثَّمَرٰتِؕ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيۡنَۙ‏
2:155. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,
الَّذِيۡنَ اِذَآ اَصَابَتۡهُمۡ مُّصِيۡبَةٌ  ۙ قَالُوۡٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّـآ اِلَيۡهِ رٰجِعُوۡنَؕ‏
2:156. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”*

اُولٰٓٮِٕكَ عَلَيۡهِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةٌ​-  وَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الۡمُهۡتَدُوۡنَ‏
2:157. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk

Catatan Kaki:

“Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”*
: artinnya "Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadaNyalah kami kembali". Kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa(pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutkannya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.


 

Pembahasan tentang makna  اِلهَ~Ilaah yang berikutnya adalah:

VII. Tidak Ada yang Diagungkan Kecuali Allah Subhana Wa Ta'ala

Ketika kita menjadikan Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai Raja yang dita'ati atau Penguasa yang dipatuhi dan Pemilik seluruh alam. Itu artinya kita menjadikan Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai satu-satunya yang kita agungkan,



Surah Al Fath(48) ayat 26:

اِذۡ جَعَلَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا فِىۡ قُلُوۡبِهِمُ الۡحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الۡجَـاهِلِيَّةِ فَاَنۡزَلَ اللّٰهُ سَكِيۡنَـتَهٗ عَلٰى رَسُوۡلِهٖ وَعَلَى الۡمُؤۡمِنِيۡنَ وَاَلۡزَمَهُمۡ كَلِمَةَ التَّقۡوٰى وَ كَانُوۡۤا اَحَقَّ بِهَا وَاَهۡلَهَا​ؕ وَكَانَ اللّٰهُ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيۡمًا‏
48:26. Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa* dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Catatan Kaki:
 
kalimat takwa*: ialah kalimat tauhid dan memurnikan ketaatan kepada Allah

 

Orang-orang kafir merasa bangga dengan nilai-nilai jahiliyah yang ada pada diri mereka dengan gaya hidupnya yang materialistis, hedonis, dengan gaya berpakaiannya yang mengumbar aurat,  dengan cara makannya yang seperti hewan, serta cara mereka  bersosial masyarakat yang permissive dan berbagai macam nilai-nilai rusak yang ada  pada diri mereka. Maka Allah Subhana Wa Ta'ala menjadikan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam dan para kaum muslimin tetap tenang dalam keimanannya, dan tidak terpengaruh dengan hingar bingar pola kehidupan orang-orang kafir, karena kaum muslimin merasa lebih bangga dengan nilai-nilai Islam yang ada pada mereka, karena nilai-nilai Islam jauh lebih unggul kwalitasnya dibandingkan dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh orang-orang kafir dalam hidupnya. Maka sudah seharusnya kaum muslimin  merasa bangga dengan syariatnya, bukan justru malah merasa minder dalam mengamalkan ajaran Allah Subhana Wa Ta'ala. Apabila ada kaum muslimin yang justru lebih bangga dengan nilai-nilai kafir dalam dirinya dibandingkan kebanggaannya terhadap syariat Allah Subhana Wa Ta'ala, hal itu menandakan rusaknya nilai iman yang didalam dirinya, karena tanpa disadarinya ia telah menjadikan niali-nilai kafir sebagai sesuatu yang disembah, diikuti, ditaati dan dibanggakan oleh dirinya.

 

Surah Al Maidah(5) ayat 50:
اَفَحُكۡمَ الۡجَـاهِلِيَّةِ يَـبۡغُوۡنَ​ؕ وَمَنۡ اَحۡسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكۡمًا لِّـقَوۡمٍ يُّوۡقِنُوۡنَ
5:50. Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?

Hukum jahiliyyah adalah hukum yang berlandaskan hawa nafsu dan syahwat, serta rasio dan logika manusia, sebagaimana Muhammad Hasan Al Hamasiy dalam Kitab Tafsir wa Bayan Mufrodatil Qur'an.

Untuk mengetahui kehebatan dan keunggulan syariah Allah Subhana Wa Ta'ala dibanding dengan hukum dan aturan manusia, maka seseorang wajib mempelajari tentang maqoshidusy-syariah~مَقَاصِدُ اشَّرِيْعَةِ(maksud-maksud diterapkannya syariah), yang didalamnya terdapat tujuan-tujuan yang besar bagi pemeliharaan kehidupan manusia, sehingga kehidupan manusia dapat terjaga dan terpelihara dari berbagai macam kerusakan yang ditimbulkan akibat logika, rasio dan hawa nafsu manusia.

 

Tujuan dari diterapkannya Syari'ah
مَقَاصِدُ اشَّرِيْعَةِ


Memelihara Agama

Dengan diterapkannya syariat Allah Subhana Wa Ta'ala dalam kehidupan manusia maka syariah tersebut akan mampu menjaga persoalan-persoalan mendasar di dalam kehidupan masyarakat, seperti tujuan menjaga agama, dengan cara membuat hukum-hukum turunan yang berkaitan dengannya, yaitu hukum bagi orang murtad, sehingga seseorang tidak bisa seenaknya keluar masuk kedalam Islam, kemudian juga ada hukum bagi orang zindiq, yaitu orang-orang yang berpaham nyeleneh tentang agama Allah Subhana Wa Ta'ala, sehingga manusia tidak bisa seenaknya dalam memahami dan mengamalkan dinul Islam, karena mereka akan dihadapkan kepada sangsi hukum yang berat yaitu dibunuh apabila mereka menolak untuk bertaubat dari perbuatannya.


Dimana pada hari ini kita saksikan bagaimana agama Allah Subhana Wa Ta'ala tidak terpelihara, lantaran munculnya berbagai macam aliran sesat yang merusak dan tidak ada sangsi yang tegas bagi mereka, serta banyaknya kaum muslimah jadi korban permurtadan orang-orang kafir, yang menjalankan modus pura-pura masuk Islam untuk bisa menikahi wanita muslimah, sehingga apabila  telah memiliki keturunan kemudian para wanita muslimah dipaksa untuk murtad mengikuti suaminya yang kafir atau diancam akan diceraikan. Atau upaya orang-orang kafir yang selalu berupaya memerangi kaum muslimin dengan ekonomi, budaya dan kekuatan senjata mereka, dengan target sampai kaum muslimin menjadi murtad dari agamanya.


Memelihara Akal

Kemudian syariat Allah Subhana Wa Ta'ala juga bertujuan menjaga akal manusia dengan hukum turunannya yaitu berupa larangan minum khamr dan sejenisnya yang bisa merusak fungsi akal, sehingga akan muncul generasi-generasi yang rusak mentalitasnya  karena dikuasai oleh barang-barang yang memabukkan, juga hukum bagi orang-orang yang mendewa-dewakan akalnya sehingga mereka terjebak dalam rasionalisme atau materialisme. Dengan sangsi yang keras berupa ta'zir, didera 80 kali dimuka umum, atau bahkan bisa sampai dieksekusi dengan dibunuh, maka diharapkan berbagai tindak kejahatan yang ditimbulkan dari rusaknya fungsi akal dapat diredam semaksimal mungkin.


Memelihara Jiwa

Lalu syariat Allah Subhana Wa Ta'ala juga bertujuan menjaga jiwa manusia yaitu dengan cara ditetapkannya hukum qishas, yaitu luka dibalas luka, nyawa dibalas nyawa atau dikenakan denda yang cukup berar bagi pelakunya apabila pihak korban melepaskan hak qishasnya, sehingga manusia akan berfikir ribuan kali untuk mencederai atau menghilangkan nyawa seseorang, karena konsekwensi yang sangat berat yang akan diterimanya. Tidak seperti hari ini kita saksikan, semakin merajalelanya tindak kekerasan dan pembunuhan karena tidak ada sangsi yang keras dan menjerakan bagi pelakunya.


Memelihara Keturunan

Selain itu syariat Allah Subhana Wa Ta'ala juga bertujuan menjaga keturunan manusia, aspek yang dijaga dari keturunan adalah kesucian dan kesehatannya, maka dari sana munculllah hukum pernikahan, larangan berkhalwat, hukuman bagi penzina, aturan tentang siapa yang boleh dnikahi dan tidak, hukum tentang menstruasi dan nifas dan sebagainya. Sehingga akan muncul generasi yang suci dan berkwalitas kesehatannya untuk menjadi modal yang utama dalam urusan perjuangan membela agama Allah Subhana Wa Ta'ala.



Memelihara Harta

Kemudian syariat Allah Subhana Wa Ta'ala juga bertujuan menjaga harta manusia, perkara yang dijaga dari harta manusia adalah kesucian dan keamanannya, sehingga dari sana muncullah hukum mencari rizqi yang halal, laragan riba, kewajiban zakat dan infaq. Fa'i, ghanimah, hukum tentang waris serta hukuman bagi pencuri dan sebagainya. Sehingga masyarakat terlindungi dari mengkonsumsi rizqi-rizqi yang haram serta memiliki rasa keamanan terhadap fasilitas-fasilitas yang mereka miliki.

Maka sudah sepantasnya seseorang yang telah mengikrarkan kalimat syahadat dalam kehidupannya memiliki rasa bangga dengan nilai-nilai Islam yang telah Allah Subhana Wa Ta'ala ciptakan bagi manusia, diciptakan sebagai bentuk kasih sayang Allah Subhana Wa Ta'ala kepada hambaNya, bukan dalam rangka untuk menyusahkan manusia.


Surah Az-Zukhruf(43) ayat 43-44:

فَاسۡتَمۡسِكۡ بِالَّذِىۡۤ اُوۡحِىَ اِلَيۡكَ​ ۚ اِنَّكَ عَلٰى صِرَاطٍ مُّسۡتَقِيۡمٍ‏ 
43:43. Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus.
وَاِنَّهٗ لَذِكۡرٌ لَّكَ وَلِقَوۡمِكَ​ ۚ وَسَوۡفَ تُسۡـَٔـلُوۡنَ‏
43:44. Dan sesungguhnya Al Qur’an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungjawaban.

Surah Yunus(10) ayat 57-58:


يٰۤاَيُّهَا النَّاسُ قَدۡ جَآءَتۡكُمۡ مَّوۡعِظَةٌ مِّنۡ رَّبِّكُمۡ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى الصُّدُوۡرِۙ وَهُدًى وَّرَحۡمَةٌ لِّـلۡمُؤۡمِنِيۡنَ‏
10:57. Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
قُلۡ بِفَضۡلِ اللّٰهِ وَبِرَحۡمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلۡيَـفۡرَحُوۡا ؕ هُوَ خَيۡرٌ مِّمَّا يَجۡمَعُوۡنَ‏
10:58. Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.  Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.

 

Kaum muslimin yang justru bangga dengan nilai-nilai kafir maka pada hakikatnya mereka memiliki sifat kemunafikan, karena tidak pantas bagi seorang mukmin lebih mencintai nilai kafir dan orang-orang kafir dari pada mencintai nilai-nilai Islam dan kaum muslimin.

 

Surah An-Nisa(4) ayat 138-139:
بَشِّرِ الۡمُنٰفِقِيۡنَ بِاَنَّ لَهُمۡ عَذَابًا اَلِيۡمًاۙ‏
4:138. Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih,

الَّذِيۡنَ يَتَّخِذُوۡنَ الۡـكٰفِرِيۡنَ اَوۡلِيَآءَ مِنۡ دُوۡنِ الۡمُؤۡمِنِيۡنَ​ ؕ اَيَبۡتَغُوۡنَ عِنۡدَهُمُ الۡعِزَّةَ فَاِنَّ الۡعِزَّةَ لِلّٰهِ جَمِيۡعًا ؕ‏
4:139. (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.

 

Surah Ali Imran(3) ayat 139:
وَلَا تَهِنُوۡا وَ لَا تَحۡزَنُوۡا وَاَنۡتُمُ الۡاَعۡلَوۡنَ اِنۡ كُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِيۡنَ‏
3:139. Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.

 

Orang-orang munafiq menganggap bahwa ukuran kemuliaan itu terletak pada harta, kedudukan dan status sosial, sehingga mereka memandang rendah kaum muhajirin yang merupakan kaum imigran yang tidak memiliki kelas sosial.

 

Surah Al-Munafiqun(63) ayat 8:

يَقُوۡلُوۡنَ لَٮِٕنۡ رَّجَعۡنَاۤ اِلَى الۡمَدِيۡنَةِ لَيُخۡرِجَنَّ الۡاَعَزُّ مِنۡهَا الۡاَذَلَّ ​ؕ وَلِلّٰهِ الۡعِزَّةُ وَلِرَسُوۡلِهٖ وَلِلۡمُؤۡمِنِيۡنَ وَلٰـكِنَّ الۡمُنٰفِقِيۡنَ لَا يَعۡلَمُوۡنَ‏
63:8. Mereka berkata: “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah*, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya”. Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.

Catatan Kaki:
kembali ke Madinah*,: maksudnya kembali dari peperangan Bani Musthalik

 

Dalam pandangan Allah Subhana Wa Ta'ala kemuliaan seseorang terletak pada keimanan yang ada dalam dirinya, bukan terletak pada bagusnya fisik, harta, kedudukan dan berbagai macam atribut kesemuan lainnya. Meskipun seseorang memiliki harta yang melimpah, kedudukan yang tinggi, seta fisik yang sempurna, namun ketika mereka tidak memiliki iman, maka nilai mereka dalam pandangan Allah Subhana Ta'ala tetap lebih jelek daripada hewan.

 

Surah Al Anfal(8) ayat 55:

اِنَّ شَرَّ الدَّوَآبِّ عِنۡدَ اللّٰهِ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا فَهُمۡ لَا يُؤۡمِنُوۡنَ​ ۖ​ ۚ‏
8:55. Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman.

Surah Al Bayyinah(98) ayat 6-7:


اِنَّ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا مِنۡ اَهۡلِ الۡكِتٰبِ وَ الۡمُشۡرِكِيۡنَ فِىۡ نَارِ جَهَنَّمَ خٰلِدِيۡنَ فِيۡهَا ​ؕ اُولٰٓٮِٕكَ هُمۡ شَرُّ الۡبَرِيَّةِ ؕ‏
98:6. Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.

 
اِنَّ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِۙ اُولٰٓٮِٕكَ هُمۡ خَيۡرُ الۡبَرِيَّةِ ؕ‏
98:7. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.

 

Surah Al Hujurat(49) ayat 13:

يٰۤاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقۡنٰكُمۡ مِّنۡ ذَكَرٍ وَّاُنۡثٰى وَجَعَلۡنٰكُمۡ شُعُوۡبًا وَّقَبَآٮِٕلَ لِتَعَارَفُوۡا​ ؕ اِنَّ اَكۡرَمَكُمۡ عِنۡدَ اللّٰهِ اَ تۡقٰٮكُمۡ​ ؕ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيۡمٌ خَبِيۡرٌ‏
49:13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.  Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

 

Selain kaum muslimin diperintahkan untuk mengagungkan Allah Subhana Wa Ta'ala dan syariatNya, mereka juga diminta untuk mengagungkan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam dan Sunnahnya lantas bagaimana caranya kaum muslimin harus mengagungkan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam?, yaitu dengan menjaga Sunnah-sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam dan tidak berlebih-lebihan dalam beramal maupun mengagungkan beliau.

 

"Jauhilah kalian dari perkara yang melampaui batas didalam agama, maka sesungguhnya telah celaka  orang-orang sebelum kalian yang melampaui batas didalam perkara agama"

(HR. Ahmad, Ibnu Khuzaimah dah Hakim)

 

Contoh: Dalam panggilan terhadap Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam dimana beliau lebih suka dipanggil dengan gelar yang diberikan oleh Allah Subhana Wa Ta'ala kepadanya, hambaNya atau Rasulullah(utusan Allah).
 
 

Janganlah engkau berlebihan dalam menyanjungku sebagaimana orang Nasrani menyanjung Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku adalah seorang hamba, maka panggilah aku 'HambaNya dan UtusanNya'.

(HR. Al Bukhari)
 
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abdullah bin As Sikhr radhiyallahu 'anhu, berkata:"Saya berangkat menjadi utusan bani Amir untuk datang kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam, lalu kami berkata: 'Engkau Sayyid(Tuan) kami, lalu Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam bersabada :"Sayyid itu Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi'

Dalam riwayat yang lain Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam bersabda:
"Wahai manusia, Berkatalah kamu dengan perkataan kamu. Aku ini Muhammad, Hamba Allah dan RasulNya, aku tak suka kalian menyanjungku diatas derajat yang Allah berikan kepadaku"


(HR. Imam Ahmad dan An Nasa'i)

 

Dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu ia berkata:"Rasulullah Shalalallahu 'Alaihi Wa sallam pernah keluar kepada kami yakni para sahabat sambil memegang tongkat. Maka ketika itu berdirilah kami untuk menghormati kedatangan beliau maka ketika itu Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam bersabda:

 

"Janganlah kamu berdiri seperti orang-orang yang selain bangsa Arab berdiri, sebagian mereka memuliakan sebagian yang lain"

(HR. Ahmad dan Abu Daud)


Surah Al Ahzab(33) ayat 56:


اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰٓٮِٕكَتَهٗ يُصَلُّوۡنَ عَلَى النَّبِىِّ ؕ يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا صَلُّوۡا عَلَيۡهِ وَسَلِّمُوۡا تَسۡلِيۡمًا‏
33:56. Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi*. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan* kepadanya.

Catatan Kaki:
 

bershalawat untuk Nabi*: Bershalawat artinya kalau dari Allah berarti memberi rahmat, dari Malaikat berarti memintakan ampunan dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdo'a supaya diberi rahmat seperti dengan perkataan: Allahum shalli 'ala Muhammad.
salam penghormatan*: Dengan mengucapkan perkataan seperti:"Assalamu'alaika ayyuhan Nabi artinya' semoga keselamatan tercurah kepadamu Hai Nabi.

 

Ketika ayat yang memerintahkan kepada manusia untuk bershalawat kepada Rasulullah Shalallahu' Alaihi Wa sallam turun, maka para sahabat bertanya tentang bagaimana cara kami harus bershalawat kepadamu ya Rasululah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam? Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam menjawab dengan kalimat shalawat sebagaimana riwayat yang menceritakan tentang shalawat yang shahih. 


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ   ، وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ  ، فِيْ العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

"Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi shalawat  Dan berilah keberkahan kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi keberkahan kepada Ibrahim dan kerabatnya. Di seluruh alam sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia"



Dalam riwayat Bukhari no. 3370 terdapat lafazh shalawat sebagai berikut,


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

“Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama shollaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid. Allahumma barik ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama barokta ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid.”

[Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi shalawat kepada Ibrahim dan kerabatnya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berilah keberkahan kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi keberkahan kepada Ibrahim dan kerabatnya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia]


Itulah bacaan shalawat yang dapat kita amalkan dan hendaknya kita mencukupkan diri dengan shalawat yang telah diajarkan oleh Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Janganlah kita mengamalkan shalawat yang sebenarnya tidak ada tuntunan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam, apalagi mengandung kesyirikan semacam shalawat nariyah. Butuh pembahasan tersendiri untuk membahas shalawat nariyah ini.

Namun kini kita saksikan bermunculan shalawat yang beraneka ragam bentuknya. Hal tersebut merupakan hasil karangan para ulama pembuat syair-syair pujian kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam dengan alasan mencintai Beliau. Tetapi cenderung isinya berlebihan dalam memuji Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam bahkan sudah sampai pada tingkatan syirik, yaitu menjadikan diri Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam sebagai media perantara/tawasul dalam permohonan yang dipanjatkan manusia kepada Allah Subhana Wa Ta'ala. Sedangkan bertawasul kepada orang yang sudah wafat termasuk dalam perkara syirik doa.



Pembahasan tentang makna  اِلهَ~Ilaah yang berikutnya adalah:


VIII. Tidak Ada Yang Dipegang Hukumnya Kecuali Hukum Allah Subhana Wa Ta'ala


Bahwa bentuk pengagungan kepada Allah Subhana Wa Ta'ala itu adalah dengan tidak menyia-nyiakan Kitabnya, artinya kita diperintahkan untuk berpegang teguh pada ajaranNya yang tertuang dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam. Dengan manusia mau berpegang teguh hanya kepada agama Allah Subhana Wa Ta'ala berarti ia telah menjadikan Allah Subhana Wa Ta'ala sebagai yang diabdi.

 

Ali Imran(3) ayat 103:


وَاعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰهِ جَمِيۡعًا وَّلَا تَفَرَّقُوۡا​- وَاذۡكُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰهِ عَلَيۡكُمۡ اِذۡ كُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَ لَّفَ بَيۡنَ قُلُوۡبِكُمۡ فَاَصۡبَحۡتُمۡ بِنِعۡمَتِهٖۤ اِخۡوَانًا ۚ وَكُنۡتُمۡ عَلٰى شَفَا حُفۡرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَكُمۡ مِّنۡهَا ​ؕ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَـكُمۡ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمۡ تَهۡتَدُوۡنَ‏
3:103. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

 

Surah Az Zhukruf(43) ayat 43-44:
فَاسۡتَمۡسِكۡ بِالَّذِىۡۤ اُوۡحِىَ اِلَيۡكَ​ ۚ اِنَّكَ عَلٰى صِرَاطٍ مُّسۡتَقِيۡمٍ‏ 
43:43. Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus....
وَاِنَّهٗ لَذِكۡرٌ لَّكَ وَلِقَوۡمِكَ​ ۚ وَسَوۡفَ تُسۡـَٔـلُوۡنَ‏
43:44. Dan sesungguhnya Al Qur’an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungjawaban. 


Manfaat dan fungsi dari berpegang teguh kepada agama Allah Subhana Wa Ta'ala adalah manusia terbebas dari kesesatan dalam menjalani kehidupan, sehingga hidupnya menjadi terbimbing kearah yang benar.


Surah An-Nisa(4) ayat 175:


فَاَمَّا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا بِاللّٰهِ وَاعۡتَصَمُوۡا بِهٖ فَسَيُدۡخِلُهُمۡ فِىۡ رَحۡمَةٍ مِّنۡهُ وَفَضۡلٍۙ وَّيَهۡدِيۡهِمۡ اِلَيۡهِ صِرَاطًا مُّسۡتَقِيۡمًا ؕ‏
4:175. Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.

 

Didalam ayat tersebut juga dijelaskan ciri orang beriman yaitu mereka yang mau berpegang teguh kepada syari'at Allah Subhana Wa Ta'aa.

 

Surah Ali Imran(3) ayat 101:


وَكَيۡفَ تَكۡفُرُوۡنَ وَاَنۡـتُمۡ تُتۡلٰى عَلَيۡكُمۡ اٰيٰتُ اللّٰهِ وَفِيۡكُمۡ رَسُوۡلُهٗ ​ؕ وَمَنۡ يَّعۡتَصِمۡ بِاللّٰهِ فَقَدۡ هُدِىَ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسۡتَقِيۡمٍ‏ 
3:101. Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.


Didalam Haditsnya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wa sallam bersabda yang diriwayatkan dari Abu Sa'id Al Khudry radhiyallahu 'anhu:

 
"Kitab Allah(Al Qur'an) adalah tali Allah yang diulurkan dari langit ke bumi"

 
(HR. Ibnu Syaibahh dan Ibn Jarir)

Dalam hadist yang diriwayatkan dari Abdullah radhiyallahu 'anhu, Rasulullahu 'Alaihi Wa sallam bersabda:

"Sesungguhnya Al Qur'an ini adalah tali Allah Subhana Wa Ta'ala yang amat kuat dan cahaya yang menerangi , dan obat yang bermanfaat, dilindungi bagi orang-orang yang berpegang teguh dengannya, dan diberikan kemenangan bagi orang yang mengikutinya"

(HR. Ibnu Mardaweh)


 

Diantara alasan lain kenapa manusia harus berpegang teguh kepada Al Qur'an, karena Al Qur'an adalah kitab yang memiliki kandungan kehebatan, diantaranya berisi tentang:

1. Berbagai macam pelajaran yang dibutuhkan oleh hajat hidup manusia.
2. Sebagai penyembuh berbagai macam penyakit hati yang ada dalam dada manusia.
3. Sebagai buku petunjuk kehidupan.
4. Sebagai bentuk rahmat(kasih sayang) Allah Subhana Wa Ta'ala kepada hambaNya agar tidak menjadi tersesat dlam hidupnya.

 

Surah Yunus(10) ayat 57-58:


يٰۤاَيُّهَا النَّاسُ قَدۡ جَآءَتۡكُمۡ مَّوۡعِظَةٌ مِّنۡ رَّبِّكُمۡ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى الصُّدُوۡرِۙ   وَهُدًى وَّرَحۡمَةٌ لِّـلۡمُؤۡمِنِيۡنَ‏
10:57. Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.

قُلۡ بِفَضۡلِ اللّٰهِ وَبِرَحۡمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلۡيَـفۡرَحُوۡا ؕ هُوَ خَيۡرٌ مِّمَّا يَجۡمَعُوۡنَ‏ 
  10:58. Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.  Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.

 

Diantara bukti kalau didalam Al Qur'an itu mengandung pelajaran adalah adanya bermacam-macam ilmu pengetahuan di dalamnya.

 

Surah Yunus(10) ayat 5:

هُوَ الَّذِىۡ جَعَلَ الشَّمۡسَ ضِيَآءً وَّالۡقَمَرَ نُوۡرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعۡلَمُوۡا عَدَدَ السِّنِيۡنَ وَالۡحِسَابَ​ؕ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالۡحَـقِّ​ۚ يُفَصِّلُ الۡاٰيٰتِ لِقَوۡمٍ يَّعۡلَمُوۡنَ‏
10:5. Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak.* Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.

Catatan Kaki:

dengan hak*: maksudnya Allah menjadikan semua yang disebutkan bukanlah dengan percuma, melainkan dengan penuh hikmah.

 

Dengan kemukjizatan Al Qur'an, ia mampu menjadi penyembuh bagi penyakit hati yang ada didalam dada manusia, karena ia diturunkan dari Sang Maha Pencipta yang Maha Mengetahui berbagai macam rahasia kehidupan, termasuk tentang rahasia hati manusia sehingga apabila hati-hati manusia yang sakit kemudian diobati dengan Kitabullah, maka akan muncul berbagai macam sifat baik dari hati manusia sehingga yang akan terjadi adalah:

1. Manusia yang tadinya pelit bisa menjadi dermawan.
2. Manusia yang punya sifat takut bisa jadi pemberani.
3. Manusia yang suka berputus asa bisa menjadi optimis
4. Manusia yang suka diliputi rasa sedih bisa enjadi ceria.
5. Manusia yang punya sifat plin-plan bisa menjadi tegas.
6. dan sebagainya.

Dan siapa yang menentang al Qur'an, pasti akan kalah dan binasa, karena Al Qur'an itu kitab yang perkasa, tidak ada kebathilan sedikitpun didalamnya, tidak butuh revisi atau amandemen seperti hukum buatan manusia.

 

Surah Fushilat(41) ayat 41-42:
اِنَّ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا بِالذِّكۡرِ لَمَّا جَآءَهُمۡ​ۚ وَاِنَّهٗ لَـكِتٰبٌ عَزِيۡزٌۙ‏
41:41. Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al Qur’an ketika Al Qur’an itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al Qur’an itu adalah kitab yang mulia.

لَّا يَاۡتِيۡهِ الۡبَاطِلُ مِنۡۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَلَا مِنۡ خَلۡفِهٖ​ؕ تَنۡزِيۡلٌ مِّنۡ حَكِيۡمٍ حَمِيۡدٍ‏
41:42. Yang tidak datang kepadanya (Al Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

 

Dan strategi orang kafir untuk mengalahkan kaum muslimin adalah dengan menjauhkan umat Islam dari Al Qur'an, agar mereka tidak faham, tidak punya minat untuk mau mempelajarinya, sehingga kaum muslimin akan diliputi kesesatan dan kehinaan. Karena apabila kaum muslimin sampai memahami kitabnya dengan baik, maka akan terjadi kebangkitan dalam kehidupan kaum muslimin untuk meraih kejayaan sebagaimana yang Allah Subhana Wa Ta'ala telah tetapkan, sehingga kehidupan orang-orang kafr akan berada dbawah kekuasaan kaum muslimin dan hal itu yang tidak diinginkan oleh orang-orang kafr.

 

Surah Fushilat(41) ayat 26:
وَقَالَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا لَا تَسۡمَعُوۡا لِهٰذَا الۡقُرۡاٰنِ وَالۡغَوۡا فِيۡهِ لَعَلَّكُمۡ تَغۡلِبُوۡنَ‏
41:26. Dan orang-orang yang kafir berkata: Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka).


Fenomena pembodohan ummat Islam dengan menjauhkan mereka dari pemahaman terhadap Kitabullah dapat kita saksikan telah  terjadi dalam kehidupan kaum muslimin dan hal tersebut dilakukan secara sistemik, bahkan melibatkan orang-orang Islam yang bisa diajak untuk menjadi perpanjangan tangan orang kafr untuk menyukseskan programnya, yaitu mereka yang cinta popularitas, tamak dengan harta dunia, dan  tergila-gila dengan kekuasaan dan jabatan,, sehingga program kaum kafir untuk menjauhkan kaum muslimin memahami ktabnya telah sukses dijalankan oleh kaum muslimin sendiri, hal ini dapat kita saksikan dengan bermunculannya para penyeru da'wah yang justru mengaburkan pemahaman kaum muslimin akan hakikat agamanya, dimana dakwah dijadikan sebagai komoditi yang mengikuti selera pasar, bukan dijadikan  sarana membebaskan ummat dari kesesatan, sehingga lebih banyak memuat lelucon murahan dibandingkan bimbingan terhadap ummat.

 

Surah Ath Thoriq(86) ayat 13-14:
اِنَّهٗ لَقَوۡلٌ فَصۡلٌۙ‏
86:13. sesungguhnya Al Qur’an itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang batil,
وَّمَا هُوَ بِالۡهَزۡلِؕ‏ 
86:14. dan sekali-kali bukanlah dia senda gurau.


Sikap kaum muslimin yang benar, seharusnya terhadap kitabullah adalah mereka mau mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, sehingga mereka bisa mendapat keuntungan yang besar dalam hdupnya di dunia dan di akhirat, dan dibenarkannya iman mereka dalam pandangan Allah Subhana Wa Ta'ala, namun ketika mereka mengabaikannya, dan tdak mau mempelajari dengan sungguh-sungguh maka Allah Subhana Wa Ta'ala menolak iman mereka, sehingga mereka dihinakan oleh Allah Subhana Wa Ta'ala dalam kehidupannya.

 

Surah Al Baqarah (2) ayat 121:

اَلَّذِيۡنَ اٰتَيۡنٰهُمُ الۡكِتٰبَ يَتۡلُوۡنَهٗ حَقَّ تِلَاوَتِهٖؕ اُولٰٓٮِٕكَ يُؤۡمِنُوۡنَ بِهٖ​ ؕ وَمَنۡ يَّكۡفُرۡ بِهٖ فَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ‏
2:121. Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya*, mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.

Catatan Kaki:

bacaan yang sebenarnya* : maksudnya tidak merobah dan tidak mentakwilkan Al Kitab sekehendak hatinya.


Surah Ali Imran (3) ayat 112:


ضُرِبَتۡ عَلَيۡهِمُ الذِّلَّةُ اَيۡنَ مَا ثُقِفُوۡۤا اِلَّا بِحَبۡلٍ مِّنَ اللّٰهِ وَحَبۡلٍ مِّنَ النَّاسِ وَبَآءُوۡ بِغَضَبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَضُرِبَتۡ عَلَيۡهِمُ الۡمَسۡكَنَةُ  ؕ ذٰ لِكَ بِاَنَّهُمۡ كَانُوۡا يَكۡفُرُوۡنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ وَيَقۡتُلُوۡنَ الۡاَنۡۢبِيَآءَ بِغَيۡرِ حَقٍّ​ؕ ذٰ لِكَ بِمَا عَصَوۡا وَّكَانُوۡا يَعۡتَدُوۡنَ‏ 
3:112. Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia*, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu* karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu* disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.

Catatan Kaki:

tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia*: maksudnya perlindungan yang ditetapkan Allah dalam Al Qur'an dan perlindungan yang diberikan oleh pemerintah Islam atas mereka.
Yang demikian itu*: yakni; dtimpa kehinaan, kerendahan, dan kemurkaan dari Allah

Yang demikian itu
*: yakni; kekafiran dan pembunuhan atas para nabi-nabi.


 

Surah Thaha(20) ayat 124-126):

وَمَنۡ اَعۡرَضَ عَنۡ ذِكۡرِىۡ فَاِنَّ لَـهٗ مَعِيۡشَةً ضَنۡكًا وَّنَحۡشُرُهٗ يَوۡمَ الۡقِيٰمَةِ اَعۡمٰى‏
20:124. Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.

  قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرۡتَنِىۡۤ اَعۡمٰى وَقَدۡ كُنۡتُ بَصِيۡرًا‏
20:125. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?”

  قَالَ كَذٰلِكَ اَتَـتۡكَ اٰيٰتُنَا فَنَسِيۡتَهَا​ۚ وَكَذٰلِكَ الۡيَوۡمَ تُنۡسٰى‏ 
  20:126. Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan”.


Pembahasan tentang makna  اِلهَ~Ilaah yang berikutnya adalah:


IX. Tidak Ada (sumber) hukum kecuali (dari) Allah Subhana Wa Ta'ala

Kemudian makna اِلهَ~Ilaah yang berikutnya adalah hukum atau sumber hukum, ketika seseorang telah bersyahadat maka hal itu bermakna dia menyatakan dalam syahadatnya bahwa tidak ada hukum atau tidak ada sumber hukum dalam hidup ini kecuali hukum Allah Subhana Wa Ta'ala atau hukum yang bersumber dari Allah Subhana Wa Ta'ala.
 
Dari pernyataan itu juga bermakna bahwa tidak boleh ada hukum atau sumber hukum lain yang lebih ditaati dan dipatuhi dalam hidupnya kecuali hanya hukum Allah Subhana Wa Ta'ala atau hukum yang bersumber dari Allah Subhana Wa Ta'ala semata.  Karena Allah Subhana Wa Ta'ala saja berwenang untuk membuat hukum dan aturan bagi makhlukNya.

 

Surah Yusuf(12) ayat 40:


مَا تَعۡبُدُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِهٖۤ اِلَّاۤ اَسۡمَآءً سَمَّيۡتُمُوۡهَاۤ اَنۡـتُمۡ وَ اٰبَآؤُكُمۡ مَّاۤ اَنۡزَلَ اللّٰهُ بِهَا مِنۡ سُلۡطٰنٍ​ؕ اِنِ الۡحُكۡمُ اِلَّا لِلّٰهِ​ؕ اَمَرَ اَلَّا تَعۡبُدُوۡۤا اِلَّاۤ اِيَّاهُ​ؕ ذٰلِكَ الدِّيۡنُ الۡقَيِّمُ وَلٰـكِنَّ اَكۡثَرَ النَّاسِ لَا يَعۡلَمُوۡنَ‏
12:40. Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
 

Surah Al 'Araaf(7) ayat 54:


اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِىۡ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ فِىۡ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسۡتَوٰى عَلَى الۡعَرۡشِ يُغۡشِى الَّيۡلَ النَّهَارَ يَطۡلُبُهٗ حَثِيۡثًا ۙ وَّالشَّمۡسَ وَالۡقَمَرَ وَالنُّجُوۡمَ مُسَخَّرٰتٍۢ بِاَمۡرِهٖ ؕ اَلَا لَـهُ الۡخَـلۡقُ وَالۡاَمۡرُ​ ؕ تَبٰرَكَ اللّٰهُ رَبُّ الۡعٰلَمِيۡنَ‏
7:54. Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy*. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.

Catatan Kaki:
bersemayam di atas Arasy
*: ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucianNya.


 

Karena hanya Allah Subhana Wa Ta'ala saja yang berhak membuat hukum dan peraturan bagi makhlukNya, maka konsekwensinya tidak boleh ada hukum lain yang bertentangan dengan hukum Allah Subhana Wa Ta'ala.

 

Surah Al Maidah (5) ayat 50:
اَفَحُكۡمَ الۡجَـاهِلِيَّةِ يَـبۡغُوۡنَ​ؕ وَمَنۡ اَحۡسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكۡمًا لِّـقَوۡمٍ يُّوۡقِنُوۡنَ‏
5:50. Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?

 

Hukum-hukum lain selain hukum Allah Subhana Wa Ta'ala disebut sebagai hukum jahiliyah, yaitu hukum yang mengandung nilai kebodohan, lantaran hukum itu dibuat semata-mata berlandaskan pada rasio, logika, hawa nafsu dan kepentingan duniawi manusia, yang sangat terbatas pengetahuannya untuk menyingkap berbagai macam rahasia kehidupan maka pasti tidak akan mampu menjangkau dengan hukum-hukum aturan yang dibuatnya sebagai panduan dalam hidupnya.

Berbeda dengan hukum Allah Subhana Wa Ta'ala karena bersumber dari yang Maha tahu tentang isi langit dan bumi, yang ilmunya meliputi segala sesuatu, maka hukum dan aturan yang Allah Subhana Wa Ta'ala tetapkan untuk manusia mampu menjangkau berbagai macam hal dalam kehidupan ini, untuk memberikan jawaban dan solusi dengan memuaskan. Maka sudah seharusnya bagi manusia khususnya mereka yang telah bersyahadat untuk menyandarkan hidupnya hanya kepada syariat Allah Subhana Wa Ta'ala semata.

 

Surah Al An'aam (6) ayat 114:


اَفَغَيۡرَ اللّٰهِ اَبۡتَغِىۡ حَكَمًا وَّهُوَ الَّذِىۡۤ اَنۡزَلَ اِلَيۡكُمُ الۡـكِتٰبَ مُفَصَّلاً​ ؕ وَالَّذِيۡنَ اٰتَيۡنٰهُمُ الۡـكِتٰبَ يَعۡلَمُوۡنَ اَنَّهٗ مُنَزَّلٌ مِّنۡ رَّبِّكَ بِالۡحَـقِّ​ فَلَا تَكُوۡنَنَّ مِنَ الۡمُمۡتَرِيۡنَ‏
6:114. Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan terperinci?  Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Qur’an itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.

 

Kandungan dari Kitabullah menjangkau berbagai macam perkara dari hal-hal kecil sampai urusan yang besar, dari perkara-perkara yang terjadi pada masa lampau hingga masalah-masalah yang akan datang, sehingga manusia tidak perlu merasa takut, sedih dan khawatir dalam menjalankan hidup ini dan menghadapi berbagai macam persoalan hidup. Lantaran sudah dilengkapi dengan petunjuk hidup yang sangat baik dan sempurna dari Allah Subhana Wa Ta'ala.

 

Surah Asy-Syura(42) ayat 10:


وَمَا اخۡتَلَـفۡتُمۡ فِيۡهِ مِنۡ شَىۡءٍ فَحُكۡمُهٗۤ اِلَى اللّٰهِ​ ؕ ذٰ لِكُمُ اللّٰهُ رَبِّىۡ عَلَيۡهِ تَوَكَّلۡتُۖ وَاِلَيۡهِ اُنِيۡبُ‏
42:10. Tentang sesuatu apa pun kamu berselisih maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku.  Kepada-Nya lah aku bertawakal dan kepada-Nya lah aku kembali.

 

Contohnya adalah tentang persoalan tindak anarki yang terjadi dalam kehidupan manusia, maka bagaimana Islam memberikan solusi yang terbaik terhadap persoalan tersebut sehingga dapat menghasilkan jalan keluar yang terbaik bagi manusia agar terhindar dari dampak kerusakan karena persolan tersebut, yaitu:

 

Surah Al Maidah (5) ayat 33:


اِنَّمَا جَزٰٓؤُا الَّذِيۡنَ يُحَارِبُوۡنَ اللّٰهَ وَرَسُوۡلَهٗ وَيَسۡعَوۡنَ فِى الۡاَرۡضِ فَسَادًا اَنۡ يُّقَتَّلُوۡۤا اَوۡ يُصَلَّبُوۡۤا اَوۡ تُقَطَّعَ اَيۡدِيۡهِمۡ وَاَرۡجُلُهُمۡ مِّنۡ خِلَافٍ اَوۡ يُنۡفَوۡا مِنَ الۡاَرۡضِ​ؕ ذٰ لِكَ لَهُمۡ خِزۡىٌ فِى الدُّنۡيَا​ وَ لَهُمۡ فِى الۡاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيۡمٌ ۙ‏
5:33. Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik*, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar,

Catatan Kaki:
 dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik*: maksudnya ialah memotong tangan kanan dan kaki kiri, dan kalau melakukan lagi maka dipotong tangan kiri dan kaki kanan.

 

Begitulah Islam menjelaskan tentang tindak anarki dan juga terorisme(merusak agama Allah Subhana Wa Ta'ala) dengan hukuman yang sangat keras, maka diharapkan betul-betul dapat memberikan efek jera yang kuat bagi para pelakunya serta dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi masyarakat yang lainnya, sehingga perbuatan yang tidak baik tersebut dapat diredam secara maksimal.

Begitupun tentang persoalan-persoalan kehidupan yang lain, Islam memberikan pandangan dan jalan keluar yang terbaik bagi manusia untuk menghadapi dan menyelesaikannya.

 

Surah Al Maidah (5) ayat 90:

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنَّمَا الۡخَمۡرُ وَالۡمَيۡسِرُ وَالۡاَنۡصَابُ وَالۡاَزۡلَامُ رِجۡسٌ مِّنۡ عَمَلِ الشَّيۡطٰنِ فَاجۡتَنِبُوۡهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ‏ 
5:90. Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah*, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

Catatan Kaki:

 mengundi nasib dengan panah*: Al Azlaam artinya anak panah yang belum pakai bulu, orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu setelah ditulis masing-masing yaitu dengan lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah bila mereka hendak melakukan sesuatu maka mereka meminta supaya juru kunci Ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu, kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulang sekali lagi.

 

Misalnya juga tentang tindak pidana kriminal pembunuhan, Islam memberikan perlindungan yang sangat besar bagi jiwa manusia agar tidak boleh seenaknya disakiti atau dihilangkan nyawanya, kecuali atas alasan yang benar sehingga dapat memelihara  kehidupan manusia dengan baik.

 

Surah Al Baqarah (2) ayat 178:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا كُتِبَ عَلَيۡكُمُ الۡقِصَاصُ فِى الۡقَتۡلٰى  ؕ الۡحُرُّ بِالۡحُـرِّ وَالۡعَبۡدُ بِالۡعَبۡدِ وَالۡاُنۡثَىٰ بِالۡاُنۡثٰىؕ فَمَنۡ عُفِىَ لَهٗ مِنۡ اَخِيۡهِ شَىۡءٌ فَاتِّبَاعٌۢ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَاَدَآءٌ اِلَيۡهِ بِاِحۡسَانٍؕ ذٰلِكَ تَخۡفِيۡفٌ مِّنۡ رَّبِّكُمۡ وَرَحۡمَةٌ  ؕ فَمَنِ اعۡتَدٰى بَعۡدَ ذٰلِكَ فَلَهٗ عَذَابٌ اَلِيۡمٌۚ‏ 
2:178. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih*.

Catatan Kaki: 
sangat pedih*: Qishaash  ialah mengambil pembalasan yang sama. Qishaash itu tidak dilakukan bila yang membunuh mendapat kema'afan dari ahli waris yang terbunuh yaitu dengan membayar diat(ganti rugi) yang wajar. Pembayaran diat diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah  membayarnya dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkan. Bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh atau membunuh si pembunuh setelah membayar diat, maka terhadapnya di dunia diambil qishaash dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih.

 

Islam juga mampu menjangkau persolanan  tentang penyakit masyarakat berupa prostitusi dan sebagainya, kemudian memberikan jalan keluarnya melalui syariat pernikahan, dan hal-hal yang berkaitan dengannya, sehingga manusia mengerti bagaimana menjalaninya dengan benar dan terbebas dari perbuatan yang dapat merusak kehidupan mereka.

 

Surah Al Isra'(17) ayat 32:
وَلَا تَقۡرَبُوا الزِّنٰٓى اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً  ؕ وَسَآءَ سَبِيۡلًا‏ 
17:32. Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.

 

Surah An Nuur(24) ayat 32:


وَاَنۡكِحُوا الۡاَيَامٰى مِنۡكُمۡ وَالصّٰلِحِيۡنَ مِنۡ عِبَادِكُمۡ وَاِمَآٮِٕكُمۡ​ ؕ اِنۡ يَّكُوۡنُوۡا فُقَرَآءَ يُغۡنِهِمُ اللّٰهُ مِنۡ فَضۡلِهٖ​ ؕ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيۡمٌ‏
24:32. Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian* di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Catatan Kaki:

orang-orang yang sendirian*: maksudnya, hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita-wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.

Surah An-Nisa(4) ayat 23:


حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمۡ اُمَّهٰتُكُمۡ وَبَنٰتُكُمۡ وَاَخَوٰتُكُمۡ وَعَمّٰتُكُمۡ وَخٰلٰتُكُمۡ وَبَنٰتُ الۡاٰخِ وَبَنٰتُ الۡاُخۡتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِىۡۤ اَرۡضَعۡنَكُمۡ وَاَخَوٰتُكُمۡ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَ اُمَّهٰتُ نِسَآٮِٕكُمۡ وَرَبَآٮِٕبُكُمُ الّٰتِىۡ فِىۡ حُجُوۡرِكُمۡ مِّنۡ نِّسَآٮِٕكُمُ الّٰتِىۡ دَخَلۡتُمۡ بِهِنَّ فَاِنۡ لَّمۡ تَكُوۡنُوۡا دَخَلۡتُمۡ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ وَحَلَاۤٮِٕلُ اَبۡنَآٮِٕكُمُ الَّذِيۡنَ مِنۡ اَصۡلَابِكُمۡۙ وَاَنۡ تَجۡمَعُوۡا بَيۡنَ الۡاُخۡتَيۡنِ اِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَ​ؕ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوۡرًا رَّحِيۡمًا ۙ‏
4:23. Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan*; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,

Catatan Kaki:
 
ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan*: maksud ibu-ibu disini alah ibu, nenek dan seterusnya keatas, dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya, sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.

 

Surah Al Baqarah (2) ayat 222:


وَ يَسۡـــَٔلُوۡنَكَ عَنِ الۡمَحِيۡضِ​ۙ قُلۡ هُوَ اَذًى فَاعۡتَزِلُوۡا النِّسَآءَ فِى الۡمَحِيۡضِ​ۙ وَلَا تَقۡرَبُوۡهُنَّ حَتّٰى يَطۡهُرۡنَ​​ۚ فَاِذَا تَطَهَّرۡنَ فَاۡتُوۡهُنَّ مِنۡ حَيۡثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ​ؕ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيۡنَ وَيُحِبُّ الۡمُتَطَهِّرِيۡنَ‏
2:222. Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri* dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci*. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.

Catatan Kaki:
menjauhkan diri*: maksudnya menyetubuhi wanita di waktu haid

sebelum mereka suci*: ialah sesudah mandi. Adapula yang menafsirkan sesudah berhenti darah keluar.

 

Juga tentang persoalan harta manusia, Islam memberikan perlindungan terhadap kepemilikan masyarakat agar terhindar dari perbuatan-perbuatan dzalim, dan agar mengarahkan harta tersebut dengan jalan yang benar, sehingga manusia terhindar dari aktfitas perekonomian bathil yang merusak hidup mereka.

 

Surah Al Maidah (5) ayat 38:


وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضَ وَمَا بَيۡنَهُمَا فِىۡ سِتَّةِ اَيَّامٍ​ۖ وَّمَا مَسَّنَا مِنۡ لُّغُوۡبٍ‏
5:38. Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

 

Surah Al Baqarah (2) ayat 267:


يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡفِقُوۡا مِنۡ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبۡتُمۡ وَمِمَّاۤ اَخۡرَجۡنَا لَـكُمۡ مِّنَ الۡاَرۡضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الۡخَبِيۡثَ مِنۡهُ تُنۡفِقُوۡنَ وَلَسۡتُمۡ بِاٰخِذِيۡهِ اِلَّاۤ اَنۡ تُغۡمِضُوۡا فِيۡهِ​ؕ وَاعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰهَ غَنِىٌّ حَمِيۡدٌ‏
2:267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
 

Maka siapa saja yang menentang syariat Allah Subhana Wa Ta'ala yang mulia ini, mengingkari, menentang atau merubahnya dengan hawa nafsunya maka mereka ini termasuk dalam kelompok manusia yang ingkar, kafir kepadan Allah Subhanana Wa Ta'ala dan kekufuran yang mereka lakukan termasuk dalam kategori kufur akbar(kekafiran yang besar) dan dapat yang membatalkan iman serta mengeluarkan mereka dari Islam.

 

Surah Al Maidah (5) ayat 44:


اِنَّاۤ اَنۡزَلۡنَا التَّوۡرٰٮةَ فِيۡهَا هُدًى وَّنُوۡرٌ​ ۚ يَحۡكُمُ بِهَا النَّبِيُّوۡنَ الَّذِيۡنَ اَسۡلَمُوۡا لِلَّذِيۡنَ هَادُوۡا وَ الرَّبَّانِيُّوۡنَ وَالۡاَحۡبَارُ بِمَا اسۡتُحۡفِظُوۡا مِنۡ كِتٰبِ اللّٰهِ وَكَانُوۡا عَلَيۡهِ شُهَدَآءَ​​ ۚ فَلَا تَخۡشَوُا النَّاسَ وَاخۡشَوۡنِ وَلَا تَشۡتَرُوۡا بِاٰيٰتِىۡ ثَمَنًا قَلِيۡلًا​ ؕ وَمَنۡ لَّمۡ يَحۡكُمۡ بِمَاۤ اَنۡزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الۡكٰفِرُوۡنَ‏ 
5:44. Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku.  Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

 

Surah Al Maidah (5) ayat 45:


وَكَتَبۡنَا عَلَيۡهِمۡ فِيۡهَاۤ اَنَّ النَّفۡسَ بِالنَّفۡسِۙ وَالۡعَيۡنَ بِالۡعَيۡنِ وَالۡاَنۡفَ بِالۡاَنۡفِ وَالۡاُذُنَ بِالۡاُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّۙ وَالۡجُرُوۡحَ قِصَاصٌ​ؕ فَمَنۡ تَصَدَّقَ بِهٖ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهٗ ​ؕ وَمَنۡ لَّمۡ يَحۡكُمۡ بِمَاۤ اَنۡزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوۡنَ‏
5:45. Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang lalim.


Surah Al Maidah (5) ayat 47:

وَلۡيَحۡكُمۡ اَهۡلُ الۡاِنۡجِيۡلِ بِمَاۤ اَنۡزَلَ اللّٰهُ فِيۡهِ​ؕ وَمَنۡ لَّمۡ يَحۡكُمۡ بِمَاۤ اَنۡزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ‏
5:47. Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya*. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik*.

Catatan Kaki:
apa yang diturunkan Allah di dalamnya*: Pengikut-pengikut Injil ini, memutuskan perkara menurut apa yang ditrunkan Allah didalamnya didalam Injil itu, sampai masa diturunkan Al Qur'an.apa yang diturunkan Allah di dalamnya*: orang yang tidak memutuskan perkara menurut hukum Allah, ada tiga macam:
a. karena benci dan ingkarnya kepada hukum Allah, orang yang semacam ini kafir(Surah Al Maidah (5) ayat 44)
b. karena menurut hawa nafsu dan merugikan orang lain dinamakan zalim (Surah Al Maidah (5) ayat 45).
c. karena fasik sebagaiman ditunjuk oleh Surah Al Maidah (5) ayat 47.


 

Penyebutan dalam ayat-ayat Allah Subhana Wa Ta'ala tersebut dengan kata-kata kafir, dzalim, dan fasik bagi yang tidak berhukum dengan hukum Allah Subhana Wa Ta'ala adalah memiliki makna yang sejenis yaitu kufur akbar(kufur besar), dzalim akbar(dzalim besar) dan fasiq akbar(fasiq besar) dan semua itu tergolong dalam dzambun (dosa kafir) yaitu dosa yang mengakibatkan pelakunya batal keimanannya, dan keluar dari Islam.


Pembahasan tentang makna  اِلهَ~Ilaah yang berikutnya adalah:

X. Tidak Ada yang dipertuan kecuali Allah Subhana Wa Ta'ala

Makna اِلهَ~Ilaah yang kesepuluh adalah yang dipertuan atau yang dimuliakan, artinya ketika seseorang telah mengucapkan syahadatnya maka sama artinya  mengakui bahwa tidak ada yang dipertuan dalam hidupnya kecuali hanya Allah Subhana Wa Ta'ala, hanya Dia saja yang pantas untuk dimulliakan, tidak boleh ada didalam diri seseorang yang telah bersyahadat masih ada yang lebih dimuliakan selain Allah Subhana Wa Ta'ala, karena perbuatan tersebut dapat merusak nilai syahadat yang telah diucapkannya.

Manusiapun akan mendapatkan kemuliaan hidup apabila mereka mau bersikap tunduk kepada Yang Maha Mulia, dengan mengikuti arahan dan petunjukNya dalam menjalani kehidupan ini, bukan bersikap menyelisihi perintahNya atau memperturut hawa nafsunya sendiri dalam membangun kehidupannya.

Surah Al Mu'minun(23) ayat 55-61:


اَيَحۡسَبُوۡنَ اَنَّمَا نُمِدُّهُمۡ بِهٖ مِنۡ مَّالٍ وَّبَنِيۡنَۙ‏
23:55. Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa),
نُسَارِعُ لَهُمۡ فِى الۡخَيۡـرٰتِ​ ؕ بَلْ لَّا يَشۡعُرُوۡنَ‏
23:56. Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.
اِنَّ الَّذِيۡنَ هُمۡ مِّنۡ خَشۡيَةِ رَبِّهِمۡ مُّشۡفِقُوۡنَۙ‏
23:57. Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka,


وَالَّذِيۡنَ هُمۡ بِاٰيٰتِ رَبِّهِمۡ يُؤۡمِنُوۡنَۙ‏
23:58. Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka,


وَالَّذِيۡنَ هُمۡ بِرَبِّهِمۡ لَا يُشۡرِكُوۡنَۙ‏
23:59. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun),


وَالَّذِيۡنَ يُؤۡتُوۡنَ مَاۤ اٰتَوْا وَّ قُلُوۡبُهُمۡ وَجِلَةٌ اَنَّهُمۡ اِلٰى رَبِّهِمۡ رٰجِعُوۡنَ ۙ‏
23:60. Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka,


اُولٰٓٮِٕكَ يُسَارِعُوۡنَ فِىۡ الۡخَيۡـرٰتِ وَهُمۡ لَهَا سٰبِقُوۡنَ‏ 
23:61. mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.


Kemuliaan hidup manusia menurut Allah Subhana Wa Ta'ala tidak diukur dengan banyaknya harta dan anak yang dimiliki, tetapi kemuliaan hidup itu dilihat dari:
1, Ketika manusia memiliki sifat takut pada Allah Subhana Wa Ta'ala dalam dirinya.
2. Beriman pada ayat-ayat Allah Subhana Wa Ta'ala
3. Tidak melakukan kesyirikan kepada Allah Subhana Wa Ta'ala
4. Dan memiliki sifat ikhlash dalam dirinya

Aplikasi dari memuliakan Allah Subhana Wa Ta'ala adalah:
1. Dengan memuliakan Syariat Allah Subhana Wa Ta'ala, untuk dipakai dalam kehidupan manusia sebagai petunjuk hidup.
2. Mengagungkan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wa sallam, dengan  memelihara dan menjalankan sunnah-sunnahnya.
3. Memuliakan orang beriman dengan tidak bersikap berlebihan dalam memuliakannya, dan tidak bersikap merendahkan nilai sesama mukmin.
4. Menolak mengagungkan orang kafr dan nilai-nilai kafir.


Surah Al Hajj(22) ayat 32:

ذٰلِكَ وَمَنۡ يُّعَظِّمۡ شَعَآٮِٕرَ اللّٰهِ فَاِنَّهَا مِنۡ تَقۡوَى الۡقُلُوۡبِ‏ 
22:32. Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.


Juga termasuk menjaga syiar-syiar Allah Subhana Wa Ta'ala adalah larangan membawa mushaf Al Qur'an atau kalimat yang berlfadz Allah Subhana Wa Ta'ala kedalam wc.

Surah Al Hujurat(49) ayat 2-3:


يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَرۡفَعُوۡۤا اَصۡوَاتَكُمۡ فَوۡقَ صَوۡتِ النَّبِىِّ وَلَا تَجۡهَرُوۡا لَهٗ بِالۡقَوۡلِ كَجَهۡرِ بَعۡضِكُمۡ لِبَعۡضٍ اَنۡ تَحۡبَطَ اَعۡمَالُكُمۡ وَاَنۡـتُمۡ لَا تَشۡعُرُوۡنَ‏
49:2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.


اِنَّ الَّذِيۡنَ يَغُضُّوۡنَ اَصۡوَاتَهُمۡ عِنۡدَ رَسُوۡلِ اللّٰهِ اُولٰٓٮِٕكَ الَّذِيۡنَ امۡتَحَنَ اللّٰهُ قُلُوۡبَهُمۡ لِلتَّقۡوٰى​ؕ لَهُمۡ مَّغۡفِرَةٌ وَّاَجۡرٌ عَظِيۡمٌ‏
49:3. Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.


Surah Al Hujurat(49) ayat 11-12:


يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٌ مِّنۡ قَوۡمٍ عَسٰٓى اَنۡ يَّكُوۡنُوۡا خَيۡرًا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٌ مِّنۡ نِّسَآءٍ عَسٰٓى اَنۡ يَّكُنَّ خَيۡرًا مِّنۡهُنَّ​ۚ وَلَا تَلۡمِزُوۡۤا اَنۡفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُوۡا بِالۡاَلۡقَابِ​ؕ بِئۡسَ الِاسۡمُ الۡفُسُوۡقُ بَعۡدَ الۡاِيۡمَانِ​ ۚ وَمَنۡ لَّمۡ يَتُبۡ فَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوۡنَ‏
49:11. Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.  Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim.

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اجۡتَنِبُوۡا كَثِيۡرًا مِّنَ الظَّنِّ اِنَّ بَعۡضَ الظَّنِّ اِثۡمٌ​ وَّلَا تَجَسَّسُوۡا وَلَا يَغۡتَبْ بَّعۡضُكُمۡ بَعۡضًا​ ؕ اَ يُحِبُّ اَحَدُكُمۡ اَنۡ يَّاۡكُلَ لَحۡمَ اَخِيۡهِ مَيۡتًا فَكَرِهۡتُمُوۡهُ​ ؕ وَاتَّقُوا اللّٰهَ​ ؕ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيۡمٌ‏
49:12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain.  Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.  Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.


Setelah mempelajari makna-makna dari kata اِلهَ~Ilaah yang terdapat dalam kalimat syahadat sebagaimana yang dijelaskan oleh Said Hawwa dalam Kitab Al Islam, maka diharapkan kaum muslimin dapat menghayati lebih baik kalimat syahadat yang senantiasa diucapkannya, dengan melakukan perbuatan sebagaimana kandungan nilaikalimat syahadatnya sendiri.

Kemudan pembahasan selanjutnya Insya Allah akan membahas kata إِلاَّ~illa dalam kalimat syahadat, yang kedudukannya merupakan rukun kedua dari kalimat syahadat yang pertama yaitu أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّاللّه~Asyhadu anla ilaaha illallah.

----------------------------------------






 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar