Minggu, 24 November 2013

12. Catatan dari penjara seri 12 Dinul Islam wajib diamalkan sacara Kaaffah / Syumul Keseluruhan (2)



(Ustadz Abu Bakar Ba’asyir -fakkallohu asroh-)

بسم الله الرحمن الرحيم

DINUL ISLAM HARUS DIAMALKAN SECARA KAFFAH(2)

BENTUK PENGAMALAN SYARIAT ISLAM YANG TIDAK KAAFFAH

Bentuk pengamalan Syariat Islam yang tidak Kaaffah dapat terlihat dan tampak jelas dalam negara umat Islam termasuk Indonesia, yang diperintah oleh Kaum Sekuler. Mereka (kaum Sekuler) yang memerintah dan menguasai negara umat Islam ini hanya bersedia mengizinkan berlakunya Syariat Islam secara sepotong-sepotong dan menolak keras memberlakukan Islam secara Kaaffah. Biasanya Syariat yang mereka izinkan untuk diamalkan adalah Syariat yang berhubungan dengan urusan pribadi dan sedikit keluarga, seperti shalat, zakat, puasa, nikah, talak, rujuk, kematian, ibadah haji dan lain-lain. Yang urusannya diserahkan kepada satu departemen yaitu Departemen Agama. Jadi ini berarti Islam hanya dikurung dalam sangkar Departemen Agama saja. Itupun pengamalannya tidak mereka perhatikan bahkan kadang-kadang mereka persulit.
 
Dan mereka menolak pelaksanaan hukum kemasyarakatan, hukum Hudud, Qishas dan lain-lain, mereka kaum Sekuler menolak keras usaha menjadikan Al Quran dan Sunnah sebagai dasar dan asas negara, serta sebagai sumber hukum negara, sebaliknya untuk keperluan ini mereka susun falsafah-falsafah berdasarkan fikiran, misalnya falsafah panca sila, bahkan kadang-kadang tidak segan-segan meniru falsafah ideologi dan hukum-hukum yang disusun oleh orang-orang Kafir, terutama dari Barat yang mereka anggap negara maju.

Akibatnya, rakyatnya terutama umat Islam ditimpa kehinaan, kemunduran, perpecahan, ketakutan, kebodohan, kekacauan dan lain-lain musibah seperti yang terjadi di Indonesia yang sama-sama kita saksikan. Maka nasib umat Islam hanya akan berjaya seperti pendahulunya apabila mereka giat berjuang dengan sungguh-sungguh dan bersedia berkorban dengan harta dan nyawa demi agar Syariat Islam dapat diamalkan secara Kaaffah di negaranya. Perjuangan dalam persoalan ini harga mati tidak boleh ada kompromi dengan orang-orang Kafir dan kaum Sekuler yang menentangnya dengan alasan apapun.

Imam Malik r.a. yaitu gurunya Imam Syafi’i berkata: “Umat ini (Umat Islam) tidak akan menjadi baik, kecuali dengan sebab apa yang dengannya Umat pendahulunya menjadi baik."


Keterangan:


Ucapan Imam Malik diatas maksudnya bahwa umat Islam terdahulu menjadi baik, mulia, aman dan tenteram disegani orang Kafir, karena pemahaman mereka dan pengamalan mereka terhadap Dinul Islam benar-benar mengikuti petunjuk Allah Subhana Wa Ta'ala dan Rasul Nya, Syariat Islam mereka amalkan secara Kaaffah, Islam menjadi dasar negara mereka, Al Quran dan Sunnah menjadi sumber hukum negara mereka.

Demikian pula dengan umat Islam sekarang yang keadaannya kurang baik ini tidak akan menjadi baik seperti pendahulunya, kecuali apabila pemahaman dan pengamalannya tentang Dinul Islam benar dan lurus, Al Quran dan Sunnah menjadi dasar dan sumber hukum negaranya dan Syariat Islam menjadi hukum positif, dan bersedia berjuang untuk mencapai hal tersebut dengan siap berkorban harta dan nyawa.

MENGAMALKAN SYARIAT ISLAM SECARA KAAFFAH ADALAH MERUPAKAN KEWAJIBAN SYAR’I YANG TIDAK BOLEH DITAWAR

Mengamalkan Syariat Islam secara Kaaffah adalah merupakan kewajiban Syar’i karena:

a. Mengamalkan Syariat Islam secara Kaaffah merupakan usul (dasar) Dinul Islam, maka kalau ini tidak diamalkan Dinul Islam runtuh, itulah sebabnya setiap Muslim yang menolaknya adalah murtad


Hal ini disebabkan;


i. Allah Subhana Wa Ta'ala menurunkan Al Quran agar dijadikan sumber hukum untuk mengatur kehidupan manusia baik dalam aspek pribadi, keluarga, masyarakat dan negara.
innaa anzalnaa ilayka alkitaaba bialhaqqi litahkuma bayna alnnaasi bimaa araaka allaahu walaa takun lilkhaa-iniina khashiimaan

[4:105] Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat347

Dan baca surat Al Maidah: 48-49.

wa-anzalnaa ilayka alkitaaba bialhaqqi mushaddiqan limaa bayna yadayhi mina alkitaabi wamuhayminan 'alayhi fauhkum baynahum bimaa anzala allaahu walaa tattabi' ahwaa-ahum 'ammaa jaa-aka mina alhaqqi likullin ja'alnaa minkum syir'atan waminhaajan walaw syaa-a allaahu laja'alakum ummatan waahidatan walaakin liyabluwakum fiimaaaataakum faistabiquu alkhayraati ilaaallaahi marji'ukum jamii'an fayunabbi-ukum bimaa kuntum fiihi takhtalifuuna

[5:48] Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian421 terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu422, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,


alam tara ilaa alladziina yuzakkuuna anfusahum bali allaahu yuzakkii man yasyaau walaa yuzhlamuuna fatiilaan

[4:49] Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih ?308. Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak aniaya sedikitpun.

Semua hukum ciptaan manusia yang bertentangan dengan syariat Islam adalah hukum jahiliyah, sesat dan membawa bencana dunia akherat.
Allah berfirman:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Artinya: Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih daripada (hukum) Allah bagi oang-orang yang yakin? (Al Maidah: 50)

ii. Allah Subhana Wa Ta'ala menetapkan tidak berIman orang-orang yang tidak mau berhukum kepada Rasululah Shalallahu 'Alaihi Wasallam dalam menyelesaikan perselisihan dan seluruh problem hidup mereka, ini berarti perintah melaksanakan Syariat secara Kaaffah.

Allah Subhana Wa Ta'ala berfirman, Surat An Nisaa 65 :
falaa warabbika laa yu/minuuna hattaa yuhakkimuuka fiimaa syajara baynahum tsumma laa yajiduu fii anfusihim harajan mimmaa qadhayta wayusallimuu tasliimaan

[4:65] Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya

iii. Allah Subhana Wa Ta'ala menetapkan orang Islam yang tidak bersedia menghukum dan berhukum dengan hukum Allah Su'bhana Wa Ta'ala meskipun satu hukum saja yang ditolak adalah sebagai orang Musyrik dan Kafir.  

Allahu Subhana Wa Ta'ala berfirman, Asy-Syuraa' 21:


innaa anzalnaaalttawraata fiihaa hudan wanuurun yahkumu bihaaalnnabiyyuuna alladziina aslamuu lilladziina haaduu waalrrabbaaniyyuuna waal-ahbaaru bimaa istuhfizhuu min kitaabi allaahi wakaanuu 'alayhi syuhadaa-a falaa takhsyawuu alnnaasa waikhsyawni walaa tasytaruu bi-aayaatii tsamanan qaliilan waman lam yahkum bimaa anzala allaahu faulaa-ika humu alkaafiruuna

[5:44] Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

Dan firman-Nya lagi, Surat An Nisaa’ : 60

alam tara ilaaalladziina yaz'umuuna annahum aamanuu bimaa unzila ilayka wamaa unzila min qablika yuriiduuna an yatahaakamuu ilaaalththaaghuuti waqad umiruu an yakfuruu bihi wayuriidu alsysyaythaanu an yudhillahum dhalaalan ba'iidaan

[4:60] Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut312, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya

Dan firman-Nya lagi, Surat Al-An'aam: 121
walaa ta/kuluu mimmaa lam yudzkari ismu allaahi 'alayhi wa-innahu lafisqun wa-inna alsysyayaathiina layuuhuuna ilaa awliyaa-ihim liyujaadiluukum wa-in atha'tumuuhum innakum lamusyrikuuna

[6:121] Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya501. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.

Keterangan:
Firman Allah Subhana Wa Ta'ala dalam surat al An’aam ayat 121 yang tersebut diatas jelas menunjukkan bahwa siapa yang berani membantah hukum Allah meskipun hanya satu hukum (hukum menyembelih binatang ternak) adalah dinyatakan sebagai orang musyrik.

Allah Subhana Wa Ta'ala berfirman, Surat
Al Maaidah  44 :

 
iv. Allah Subhana Wa Ta'ala menetapkan sebagai orang musyrik; orang Islam yang berani membuat Syariat (tatanan dan undang-undang) yang bertentangan dengan Syariat Allah, demikian pula orang Islam yang mentaati Syariat buatan manusia yang tanpa izin dari Allah tersebut.

Allah Subhana Wa Ta'ala berfirman, Asy Syuraa’ : 21

am lahum syurakaau syara'uu lahum mina alddiini maa lam ya/dzan bihi allaahu walawlaa kalimatu alfashli laqudhiya baynahum wa-inna alzhzhaalimiina lahum 'adzaabun aliimun

[42:21] Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.

b. Mengamalkan Syariat Islam secara Kaaffah adalah merupakan hakekat pengamalan ibadah kepada Allah Subhana Wa Ta'ala.

Allah Subhana Wa Ta'ala menciptakan Jin dan Manusia hanya dengan tujuan agar beribadah kepada Allah Subhana Wa Ta'ala saja.

Allah Subhana Wa Ta'ala berfirmanAdz`Dzaariyaat : 56
wamaa khalaqtu aljinna waal-insa illaa liya'buduuni

[51:56] Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.

Beribadah kepada Allah Subhana Wa Ta'ala berarti berusaha melaksanakan seluruh Syariat Allah. Maka yang menolak mengamalkan syariat Islam secara kaffah berarti hidupnya bukan untuk beribadah kepada Allah tetapi justru durhaka kepadanya meskipun ia mengamalkan solat, puasa haji dan lain-lain.

c. Mengamalkan Syariat Allah secara Kaaffah adalah bagian dari rukun Iman. 
 
Ta’rif (definisi) Iman menurut Ulama Ahlul Sunnah Waljama’ah adalah: “Membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lidah dan mengamalkan dengan anggota badan”.
 
Maka Allah Subhana Wa Ta'ala menganggap tidak beriman orang yang tidak bersedia mengamalkan Syariat Islam secara sempurna meskipun hatinya beriman.

Allah Subhana Wa Ta'ala  berfiman, Surat An Nisaa’ : 65

falaa warabbika laa yu/minuuna hattaa yuhakkimuuka fiimaa syajara baynahum tsumma laa yajiduu fii anfusihim harajan mimmaa qadhayta wayusallimuu tasliimaan

[4:65] Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.

Kesimpulan:

1. Dinul Islam wajib diamalkan secara Kaaffah tidak boleh sengaja diamalkan secara sepotong-sepotong kecuali karena belum ada kemampuan.
2. Sengaja mengamalkan Dinul Islam secara sepotong-sepotong akan terkena musibah murtad dan kehinaan serta kenistaan hidup di dunia serta adzab yang pedih di akherat.
3. Sengaja mengamalkan Syariat Islam secara sepotong-sepotong dan tidak ada usaha untuk mengamalkannya secara Kaaffah adalah berarti mengikuti langkah Syeitan laknatullah dan mendurhakai perintah dan larangan Allah Subhana Wa Ta'ala.
4. Yang mendorong pengamalan Syarat Islam secara sepotong-sepotong ialah dikarenakan sifat mementingkan dunia dan mengabaikan akherat. Ini adalah pandangan hidup orang Kafir.
5. Pengamalan Syariat Islam secara sepotong-sepotong hanya diamalkan oleh kaum yang mengaku sebagai Muslim, tetapi beraqidah Sekuler.
6. Umat Islam yang terpaksa hidup di negara yang dikuasai thoghut (Kafir dan Sekuler) wajib membuat langkah-langkah sebagai berikut:

  • a. Mengingkari dan menjauhi thoghut dengan cara melawan dengan tangan yakni menurunkannya dan mengangkat pemimpin yang bersedia menerapkan syariat secara kaffah, bila belum mampu, melawan dengan lidah (jihad bil lisaan). Bila belum mampu melawan dengan hati yakni berusaha hijrah ke negara yang telah memberlakukan syariat Islam secara kaffah.
  • b. Mengamalkan Syariat Islam semampunya dan mengangkat Ulama menjadi hakim yang akan mengadili kasus-kasus mereka menurut kemampuan.
7. Umat Islam yang rela hidup di dalam negara yang dikuasai oleh kaum Kafir atau kaum Sekuler (thoghut) akan terkena bencana kehinaan dan kenistaan hidup di dunia dan di akherat diancam azab yang pedih, kecuali apabila mereka berjuang dan sanggup mengorbankan harta dan nyawa serta kepentingan dunia untuk memperjuangkan tegak dan diamalkannya Syariat Islam secara Kaffah tanpa kompromi.
8. Perjuangan untuk ini tidak ada akhirnya selagi Islam belum tegak sehingga semua Syariatnya diamalkan.

(Saveabb.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar